Puluhan Ribu Siswa Positif COVID-19, Haruskah Sekolah Tatap Muka Disetop?
Ribuan pelajar serta guru dan tenaga pendidikan terkonfirmasi positif COVID-19 saat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas mulai gencar dilakukan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat sebanyak 2,8 persen atau 1.296 sekolah melaporkan klaster penyebaran COVID-19 sejak pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas mulai gencar dimulai, CNN Indonesia melaporkan.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Dasar Menengah Kemendikbudristek Jumeri mengatakan jumlah itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihaknya terhadap 46.500 sekolah hingga Senin (20/9). “Kemudian kasus penularan itu kira-kira 2,8 persen yang melaporkan,” tutur Jumeri dalam diskusi daring di YouTube pada Selasa (21/9).
Menurut paparan Jumeri, klaster penyebaran COVID-19 paling banyak terjadi di sekolah dasar sebesar 2,78 persen atau 581 sekolah, disusul 252 PAUD dan 241 sekolah menengah pertama.
Selanjutnya, ada sebanyak 107 SMA, 70 SMK, dan 13 Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun demikian, Jumeri tidak mengungkapkan secara pasti sekolah-sekolah tersebut tersebar di daerah mana saja.
Jumlah kasus positif COVID-19 terbanyak yang menjangkiti guru maupun pelajar ditemukan di lingkungan SD. Untuk guru dan tenaga kependidikan, kasus positif mencapai 3.174 orang dari 581 klaster sekolah. Sementara itu, terdapat 6.908 peserta didik yang positif COVID-19.
Selanjutnya di tingkat SMP ada 1.502 guru dan 2.220 pelajar positif COVID-19. Di tingkat PAUD, kasus positif terjadi pada 2.007 tenaga pendidik dan 953 siswa.
Tingkat SMA mencatat 1.915 guru dan 794 siswa positif COVID-19. Di SMK, kasus positif ditemukan pada 1.594 guru dan 609 siswa. Di SLB, tercatat ada 131 siswa dan 112 guru yang positif COVID-19.
Jumeri menyebutkan, sampai saat ini sebanyak 42 persen sekolah atau sekitar 118 ribu sekolah di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1-3 telah menggelar belajar tatap muka secara terbatas. Namun, jumlah itu masih relatif rendah. “Jadi dari angka itu, 37 persen itu pada seminggu yang lalu, kemudian saat ini masih 42 persen, artinya progresnya sangat lambat.”
Dilema lanjutkan sekolah tatap muka
Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jejen Musfah menilai pembukaan sekolah untuk Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di tengah pandemi COVID-19 adalah sebuah dilema.
Menurut Jejen, idealnya kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di sekolah dilakukan setelah pandemi usai. Namun, hal itu menimbulkan sejumlah risiko untuk pendidikan anak itu sendiri.
“Ini dilema memang, pada satu sisi yang ideal tentu menunggu sampai pandemi ini betul-betul zero ya, tapi tidak ada satu pun negara yang tahu pasti kapan pandemi ini akan berakhir,” tandas Jejen dalam diskusi virtual pada Selasa (21/9), dilansir dari Suara.com.
Jejen berharap orang tua selalu mengawasi kesehatan anak di masa pandemi agar tidak mudah tertular COVID-19 dan terus mengajarkan anak pentingnya protokol kesehatan.
“Yang perlu dilakukan untuk mengatasi was was itu sebagai guru ya tentu kita harus menjaga makanan, minuman, istirahat, olahraga, dan mental anak, jadi jangan lupa yang utamanya itu menjaga asupan makanan mereka supaya mereka sehat bugar senang enjoy,” tukas Jejen.
Jejen menuturkan bahwa pembukaan sekolah saat ini sudah sangat mendesak dilakukan, terutama di daerah yang tidak memiliki jaringan Internet memadai, tidak ada gawai, atau tidak memungkinkan melakukan pembelajaran secara daring.
Suara.com mencatat, jika ada kasus positif COVID-19, Jejen menyarankan agar sekolah harus segera ditutup, disterilkan, dan melakukan penelusuran kontak terhadap semua orang yang masuk sekolah. “Ditutup ketika terdeteksi ada kasus, kemudian setelah beberapa hari dibuka lagi, karena kita hanya melihat dari penilaian-penilaian satgas COVID-19 bahwa wilayah PPKM 1, 2, dan 3 itu bisa melaksanakan PTM.”
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K) menjelaskan bahwa pilihan sekolah tatap muka saat ini memang diperlukan di tengah positivity rate yang sudah menurun. Menurut dokter Aman, ambang batas sekolah tatap muka harus disetop jika positivity rate kembali meningkat di atas standar ideal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Kalau ketika positivity rate di atas 8 persen lagi dan juga ada kasus kita disetop dulu, sekarang masih di bawah 8 persen,” papar dokter Aman dalam siaran daring IDAI pada Selasa (21/9), dikutip dari Detik Health.
Dokter Aman juga meminta setiap sekolah melakukan evaluasi secara berkala, contohnya durasi sekolah tatap muka maksimal dua jam. Dokter Aman menyoroti, kelonggaran pelaksanaan PTM masih ditemukan di beberapa sekolah. “Mereka melaksanakannya itu jadi misalnya harusnya aturan sampai 2 jam mereka extend sampai 5-6 jam, harusnya itu tidak ada. Maksimal dua jam dan itu harusnya dievaluasi.”
- Source : www.matamatapolitik.com