www.zejournal.mobi
Selasa, 19 November 2024

'Karoshi', Guru Jepang Bekerja Tanpa Batas Hingga Mati

Penulis : Ian - Publica News | Editor : Anty | Selasa, 27 Desember 2022 16:23

Tokyo - Menjelang kematiannya, Yoshio Kudo menulis di buku hariannya, ia menyesali hari kerjanya yang panjang sebagai guru sebuah SMP di Jepang tengah. Kudo berangkat mengajar sebelum murid datang dan pulang setelah sekolah sepi, hampir tengah malam.

Selama bertahun-tahun, pria 40 tahun tersebut bekerja 56 jam sepekan. Dua bulan setelah tulisan terakhirnya di buku harian tersebut, guru Kudo meninggal karena kelelahan. Di Jepang, kematiannya dikenal dengan istilah 'Karoshi' --mati karena terlalu banyak bekerja.

Jam kerja guru di Jepang dikenal terpanjang di dunia. Mereka juga masih dibebani dengan tugas-tugas mulai dari membersihkan kelas dan memastikan proses belajar-mengajar beres, hingga semua kegiatan murid selesai dan mereka pulang.

Survei OECD tahun 2018 menemukan bahwa guru sekolah menengah Jepang bekerja 56 jam sepekan, dibandingkan dengan rata-rata 38 jam pada sebagian besar guru di negara maju. Ini belum memperhitungkan jam lembur.

Sebuah penelitian oleh lembaga think tank yang berafiliasi dengan serikat pekerja Jepang menunjukkan guru sekolah bekerja lembur rata-rata 123 jam setiap bulan. Curahan waktu guru ini melampaui 'garis Karoshi', yakni 80 jam sebulan.

Tahun ini, partai yang berkuasa di Jepang membentuk gugus tugas untuk mempelajari masalah tersebut. Tapi terlambat bagi Kudo, ia telah meninggal pada 2017 lalu. "Dia senang bekerja dengan anak-anak, tapi tidak begitu cara memperlakukan seorang guru," kata Sachiko (55) mengenang, kepada Japan Times, Senin (26/12).

Sachiko bercerita, menjelang akhir hayatnya, Kudo mengatakan tengah memperjuangkan nasib guru dan jam kerja yang lebih masuk akal. "Dia memberi tahu saya bahwa guru harus berhenti bekerja seperti ini, dia ingin memimpin reformasi hukum soal guru," ujar Sachiko.

Jejak tuntutan guru Kudo berbuah lima tahun kemudian. Pekan lalu, Kementerian Pendidikan setuju mereformasi kondisi kerja para guru.

Namun, menurut konsultan manajemen sekolah Masatoshi Senoo, reformasi tersebut belum cukup. Guru masih merangkap pekerjaan 'tukang', seperti membagikan makan siang dan memimpin sesi bersih-bersih kelas bersama siswa, dan memantau perjalanan murid ke dan dari sekolah.

Di Jepang, guru mengambil alih beban dan tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak. "Bahkan gurulah yang meminta maaf kepada warga setempat ketika siswa berperilaku tidak pantas di tempat umum," Senoo menjelaskan.

Pada Juni lalu, guru Nishimoto (34), memenangkan gugatan langka yang meminta kompensasi atas stres akibat terlalu banyak bekerja. Ia hampir mengalami gangguan saraf akibat diminta jadi pengawas klub rugby sekolah. Itu berarti ia mengorbankan hari libur akhir pekan sejak 2017.

Undang-undang di Jepang melarang guru dibayar untuk kerja lembur seperti itu. Beleid tersebut menempatkan guru sebagai 'profesi suci'.

"Peraturan itu membuat guru bekerja tanpa batas dan hanya menerima gaji tetap," ujar Nishimoto dalam gugatannya.

Menurut surat kabar Mainichi, dalam periode 2010-2016, ada 63 kematian guru sekolah negeri yang diklasifikasikan sebagai Karoshi, akibat terlalu banyak bekerja.

Janda Kudo, Sachiko, membutuhkan waktu lima tahun untuk membuat kematian suaminya diakui sebagai Karoshi. Dengan status Karoshi, Sachiko akan mendapatkan santunan dari negara. Ia marah karenanya.

"Saya merasa seperti suami saya, dan saya bekerja sama untuk mewujudkan kata-kata terakhirnya, bahwa praktik eksploitasi jam kerja dan tugas guru harus diubah," Sachiko menegaskan. 


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar