www.zejournal.mobi
Kamis, 21 November 2024

Kenapa China ‘Ngebet’ Terapkan Kerja Paksa di Xinjiang?

Penulis : Fadhila Eka Ratnasari | Editor : Anty | Rabu, 24 Februari 2021 10:35

Semua ini adalah campuran kejam dari ekspansionisme China, masalah sumber daya, dan pengkhianatan geo-strategis.

Mengapa China dengan paksa menduduki Xinjiang? Apa niat sebenarnya dari Partai Komunis China yang telah memerintah China secara otokratis sejak 1949 untuk menjajah negara merdeka dengan sejarah, bahasa, dan agama berbeda?

KERJA PAKSA

PBB, mengutip sumber-sumber yang dapat dipercaya, mengatakan pada 2018, China menahan jutaan Muslim Uighur dan minoritas di kamp-kamp penahanan rahasia di Xinjiang. Pernyataan semacam itu telah ditegaskan oleh oleh komunitas Uighur, pegiat hak asasi manusia, dan para pemimpin dari seluruh dunia. Salah satu cara untuk memanfaatkan orang sebanyak itu itu adalah dengan menggunakannya sebagai pekerja paksa di berbagai industri China, News18 melaporkan.

Menurut laporan investigasi oleh Australian Strategic Policy Institute (ASPI), lembaga studi kebijakan pertahanan dan strategis yang berbasis di Canberra, Australia, China mentransfer komunitas Uighur ke berbagai industri China di seluruh negeri tempat mereka dipaksa untuk bekerja dengan gaji rendah. Laporan ASPI menyebutkan jumlah orang Uighur yang ditransfer ke luar Xinjiang hingga sebanyak 80 ribu orang antara 2017 dan 2019. Jumlah orang Uighur yang dipaksa masuk industri China di dalam Xinjiang diperkirakan akan jauh lebih tinggi. Laporan investigasi BuzzFeed menyebutkan lebih dari 1.500 perusahaan China berlokasi di dekat atau di dalam kamp penahanan Uighur di Xinjiang.

Amerika Serikat telah mengesahkan RUU yang mewajibkan berbagai perusahaan untuk mengungkapkan apakah mereka secara langsung atau tidak langsung terkait dengan praktik kerja paksa di Xinjiang. Inggris menegaskan adanya bukti kredibel China mendorong Uighur sebagai kerja paksa di dalam dan di luar wilayah Xinjiang. Australia sedang mempertimbangkan untuk memperkuat hukum terhadap perbudakan modern terkait praktik kerja paksa China di Xinjiang. Langkah tersebut juga didukung oleh Presiden AS Joe Biden.

LADANG KAPAS TINGKAT GLOBAL

Sebanyak 80 persen kapas yang diproduksi di China berasal dari Xinjiang, menurut laporan dari Center for Strategic and International Studies. Hampir semua merek besar membeli benang kapas dari provinsi tersebut atau memiliki fasilitas produksinya di sana.

Kapas Xinjiang yang menyumbang 20 persen dari total perdagangan internasional kapas yang diproduksi, menggunakan kerja paksa Muslim Uighur dan minoritas lainnya di wilayah tersebut. Laporan BBC mengatakan sekitar setengah juta Muslim Uighur dan minoritas dipaksa bekerja di ladang-ladang kapas di sana setiap tahun.

EKSPANSIONISME

Dilansir dari News18, Xinjiang yang dikendalikan China memberinya akses ke wilayah perbatasan India, Pakistan (melalui Jammu dan Kashmir yang diduduki Pakistan yang merupakan wilayah integral India), Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, dan Afghanistan.

China telah menggunakan Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan untuk kebutuhan energinya, menempatkan negara-negara itu dalam perangkap utang China dengan pinjaman dan investasi besar. Sementara itu, rancangan China untuk memanfaatkan India dan Afghanistan telah memperluas wilayah China.

Cina menduduki Aksai Chin, wilayah Ladakh setelah perang India-China tahun 1962. Aksai Chin sebagian besar terletak di Xinjiang dengan sebagian kecil di Daerah Otonomi Tibet dan menghubungkan Tibet ke Xinjiang. China memaksa Pakistan untuk menyerahkan Lembah Shaksgam pada 1963, yang sekarang dikenal sebagai Jalur Trans Karakoram, wilayah India yang diduduki oleh Pakistan, yang sekarang juga merupakan bagian dari wilayah Xinjiang.

Terdapat beragam laporan yang menunjukkan China telah membuat pangkalan militer di Koridor Wakhan di Provinsi Badakhshan Afghanistan, meskipun China membantahnya. Afghanistan telah meminta China untuk melatih tentaranya melawan ISIS dan ancaman al-Qaeda. Namun, China yang tidak dapat diprediksi dapat menggunakannya untuk desain ekspansionisnya di Afghanistan di masa depan.

EPISENTRUM JALAN SUTRA BARU

Sebanyak 60 perdagangan China terjadi melalui laut, menurut laporan News18, sementara 80 persen pasokan minyaknya melewati Selat Malaka, selat pelayaran utama antara Samudra Hindia dan Pasifik. Analisis oleh wadah intelijen geopolitik Stratfor menyatakan perdagangan melalui jalur laut adalah kelemahan China. Rute perdagangan maritim yang digunakan oleh China agak rentan karena kekuatan eksternal seperti pasukan Amerika Serikat berpatroli di sana. Ada pula kasus mengenai Selat Malaka, jalur air yang menghubungkan Laut Andaman ke Laut China Selatan dan India. Jika terjadi konflik, Selat Malaka dapat dengan mudah menyumbat pasokan minyak China.

Jadi, China sedang mencari berbagai cara alternatif untuk mengarahkan perdagangannya dan menghidupkan kembali Jalur Sutra kuno adalah pilihan di lingkaran strategis China. Presiden China Xi Jinping akhirnya mencoba untuk mewujudkannya. Secara historis, berbagai dinasti kuno China menggunakan Jalur Sutra melalui wilayah yang sekarang dikenal sebagai Xinjiang untuk berdagang dengan negara-negara Timur Tengah dan Eropa. China kini sedang bekerja untuk membangun kembali jalur perdagangan kuno itu dan tentu saja Xinxiang adalah titik intinya, penghubung yang perlu dikuasai China. Jalur Sutra baru akan menghubungkan China dengan negara-negara Asia Tengah, Timur Tengah, dan Eropa.

Hubungan dengan negara-negara Asia Tengah sangatlah penting bagi China untuk kebutuhan energinya dengan Selat Malaka menjadi jalur perdagangan yang rentan. Disebut sebagai “Timur Tengah Kedua”, negara-negara Asia Tengah memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kazakhstan memiliki cadangan minyak terbesar ke-11 di dunia, 1,8 persen dari total cadangan dunia. Turkmenistan memiliki cadangan gas alam terbesar keenam di dunia, sedangkan Uzbekistan adalah produsen gas terbesar ketiga di kawasan Eurasia. Jalur pasokan pendek antara China dan negara-negara Asia Tengah terdekat dapat dengan mudah berbasis di darat melalui jaringan pipa minyak.

China adalah mitra ekonomi terbesar negara-negara Asia Tengah, yang berinvestasi besar-besaran selama lebih dari 2 dekade dalam pengembangan infrastruktur seperti jaringan pipa, koridor transportasi, jalan dan rel kereta api lintas batas untuk membantu dalam perdagangan energi. Berbagai praktik tersebut kian intensif di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) Xi Jinping, koridor infrastruktur yang sedang dikembangkan oleh China di berbagai benua.

Satu masalah yang mungkin dihadapi China di negara-negara Asia Tengah adalah protes atas tindakan keras China terhadap Muslim Uighur, News18 mencatat, karena Islam adalah agama utama di semua negara tersebut. Untuk mengatasinya, China telah menjebak negara-negara tersebut dalam perangkap utang melalui pembangunan infrastruktur. Investasi asing langsung (FDI) di negara-negara Asia Tengah, Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, dan Kyrgyzstan pada 2018 ialah sekitar US$6 miliar dolar. Kyrgyzstan berutang 30 persen dari PDB sebagai utang China pada 2017. Sebanyak 40 persen utang luar negeri Tajikistan berasal dari China.

Demikian pula, perekonomian negara-negara tersebut sekarang sangat bergantung pada China. China adalah pembeli utama gas alam dari Kazakhstan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Sejumlah 84 persen bahan bakar, logam, dan mineral Kazakhstan diekspor ke China pada 2018. China adalah pembeli gas alam terbesar dari Turkmenistan dan sedang mengembangkan sabuk manufaktur di Uzbekistan dengan 46 proyek senilai US$6,8 miliar.

PUSAT BATU BARA, MINYAK, DAN GAS ALAM UNTUK CHINA

Xinjiang memiliki lebih dari 40 persen cadangan batu bara China, menurut laporan Global Times. Cadangan batu bara di Xinjiang sangat kaya dan menduduki peringkat nomor satu di China, tambah laporan itu. Untuk kebutuhan energinya, China sangat bergantung pada batu bara. 65 persen listriknya dihasilkan dan 60 persen dari semua kebutuhan energi menggunakan bahan bakar batu bara.

Xinjiang memiliki lebih dari 25 persen cadangan gas alam dan minyak bumi China. Xinjiang adalah wilayah produksi minyak terbesar di China. Menurut laporan The New York Times, Xinjiang memiliki 21 miliar ton cadangan minyak pada 2014. Penemuan lebih lanjut mungkin akan semakin menambah angka tersebut.

Laporan Xinhua menyebutkan wilayah Xinjiang memiliki basis produksi terbesar di China untuk minyak berat berbasis naftenik berkualitas tinggi, bahan langka yang digunakan dalam produk seperti propelan roket.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar