www.zejournal.mobi
Selasa, 19 November 2024

Orang Kaya China Cemas Pasca Kongres PKC, Siap-siap Eksodus

Penulis : Publica News | Editor : Anty | Selasa, 15 November 2022 11:37

Semakin banyak orang kaya dan kelas menengah China berniat pergi menyusul kebijakan 'Nol Covid' yang ketat dan kembalinya kebijakan ekonomi terencana. Dua isu itu merupakan kredo Presiden Xi Jinping pasca terpilih untuk kali ketiga memimpin Negeri Tirai Bambu.

Mesin pencari Indeks WeChat pada Kamis (10/11) menunjukkan sekitar 38,3 juta orang mengklik kata kunci 'emigrasi'. Tagar #emigration juga trending di jejaring media sosial Weibo, semacam Twitter China.

Niat orang meninggalkan China sebetulnya telah muncul sejak Mei lalu, di Shanghai tercatat kueri untuk kata kunci 'emigrasi' mencapai 70 juta kali dan 130 juta pada bulan berikutnya. Kata kunci yang sama juga terjadi pada Toutiao Index, Google Trends, dan 360 Trends antara April hingga akhir Juni 2022.

Gao, seorang eksekutif keuangan yang berbasis di Shanghai, mengatakan telah menghubungi konsultan yang menawarkan 'kehidupan yang lebih baik di luar China'. Silakan pilih: Kanada, Amerika Serikat, Eropa, Vanuatu, Moldova --manapun, kecuali China.

Fenomena orang China hengkang itu menggunakan kode bahasa Inggris 'run'. Sebuah kanal YouTube tentang hidup di negeri orang banyak di-klik orang-orang kaya. "Saya sangat dan sangat mendorong semua orang untuk lari!" begitu kata seorang konsultan emigrasi pada sebuah video YouTube.

"Hari ini saya akan membagikan betapa mudahnya beremigrasi ke Amerika Serikat," ujarnya dalam video promosi tersebut. "Sangat mungkin setelah menonton video ini, Anda akan mulai membuat rencana ulang hidup Anda di masa depan," ia menambahkan.

Gao telah mencari tempat tinggal lain sejak sebulan lalu, persisnya setelah Kongres ke-20 Partai Komunis China (PKC) yang ia nilai memutar mundur jarum jam ke era Mao Zedong. "Situasi saat ini terlihat tidak sangat baik," katanya kepada Rado Free Asia (RFA), Minggu (13/11). "Sejak Kongres ke-20 PKC, semua orang kehilangan harapan untuk masa depan."

Menurut Gao, kebijakan 'Nol Covid' dan kembali ke ekonomi terencana atau ekonomi komando, dan penindasan terhadap perbedaan pendapat membuatnya sampai pada kesimpulan bahwa China sedang kembali ke masa lalu.

"Kita menghadapi keruntuhan ekonomi, tidak ada lagi yang layak untuk dipertahankan," ia menegaskan. "Semua orang menghindari mengambil risiko untuk masa depan mereka, dan risiko terbesar adalah tetap tinggal di sini."

Aktivis sosial China He Peirong, yang memiliki 40 ribu lebih pengikut di Twitter, baru saja pergi ke Jepang. Ia tidak memberi tahu siapa pun. Peirong meninggalkan rumah yang baru ia renovasi dengan biaya 10 ribu yuan, sekitar Rp 21,7 juta.

"China telah memicu gelombang imigrasi. Banyak orang keluar untuk tinggal di Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat," katanya, seraya menegaskan mungkin ia tidak akan kembali ke China.

He Peirong adalah pengkritik vokal PKC dan melaporkan kondisi Wuhan sesungguhnya lewat media sosial. Wuhan sering disebut-sebut sebagai asal-muasal pandemi Virus Corona.

Menurut RFA, daftar tunggu untuk orang China beremigrasi sangat panjang, membuat harga visa ke sejumlah negara Eropa, AS, dan Australia melonjak. Negara-negara Asia Tenggara dipandang terlalu berisiko, karena pengaruh China cukup kuat. Mereka bisa saja dideportasi atas permintaan Beijing.

Seorang karyawan perusahaan konsultan emigrasi menyarankan kleinnya di Shanghai untuk mendapatkan visa ke Vanuatu, di sana bisa menetap hingga 3 tahun. Dari negara kecil di Samudra Pasifik itu kemudian meloncat ke negara tujuan.

"Jika Anda perlu pergi dengan cepat, Anda bisa mendapatkan kartu hijau hanya dalam sepekan, dan paspor dalam sebulan," katanya. "Vanuatu mendukung kewarganegaraan ganda, sehingga Anda dapat mempertahankan kewarganegaraan China Anda jika Anda mau."

Gao merencanakan pergi ke Ukraina. Meskipun negara itu tengah dilanda perang, ia percaya tidak akan lama. Gao juga punya teman baik di sana. "Saya punya teman yang tinggal di bagian paling barat negara itu, di mana tidak ada pertempuran, dan mereka hidup dengan damai," katanya.

Ia diberitahu temannya untuk mengurus visa bisnis, lalu mendirikan perusahaan kecil di Ukraina. "Kemudian menetap di sana, sebelum mengejar pilihan pergi ke negara lain," ujar Gao.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar