PBB Prihatin KUHP Tidak Sesuai Prinsip HAM
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menilai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang disahkan DPR, Selasa (6/12), tidak seusai dengan prinsip hak asasi manusia (HAM).
Perwakilan PBB di Indonesia dalam rilisnya mengatakan KUHP baru tersebut berpoetsi melanggar hak masyarakat sipil dan bertentangan dengan hukum internasional tentang HAM. PBB menyatakan prihatin karena tidak mendasarkan pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
"Kami mendorong pemerintah untuk tetap terlibat dalam dialog konsultatif terbuka dengan masyarakat sipil yang lebih luas dan pemangku kepentingan untuk menangani keluhan dan memastikan bahwa proses reformasi sejalan dengan komitmen global Indonesia," bunyi pernyataan perwakilan PBB di Indonesia, Kamis (8/12).
PBB merujuk sejumlah pasal, misalnya soal kesetaraan dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. "Hak atas privasi serta hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan kebebasan berpendapat dan berekspresi," tulis rilis tersebut.
KHUP dinilai hanya akan mengekang kebebasan beragama dan melegitimasi kekerasan terhadap kaum minoritas gender dan minoritas agama. Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers.
"Orang lain akan mendiskriminasi, atau memiliki dampak diskriminatif pada perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan minoritas seksual, dan akan berisiko mempengaruhi berbagai hak kesehatan seksual dan reproduksi, hak privasi, dan memperburuk kekerasan berbasis gender, dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender," katanya.
Keberatan terhadap KUHP juga sempat dilontarkan langsung oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Yong Kim. Ia khawatir beleid baru itu akan merenggut HAM dan kebebasan masyarakat.
Sung Yong Kim mengatakan seharusnya Indonesia menggunakan proses reformasi itu untuk memastikan bahwa hukum nasional selaras dengan kewajiban HAM internasional.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengatakan KUHP lawas sudah berlaku sejak 1918 atau 104 tahun lalu. Kebutuhan hukum pidana di Indonesia menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP tersebut.
Beleid itu dinilai politikus PDIP tersebut sebagai sangat reformatif, progresif, dan responsif terhadap situasi bangsa. Jika ada yang keberatan, kata Yasonna, silakan gugat ke Mahkamah Konstitusi.
- Source : www.publica-news.com