Sapu Bersih Intoleransi Ala Menag
Gus Yaqut bergerak cepat. Dia mulai membenahi Kementerian Agama dengan semangat dan ruh toleransi. Pembenahan ini sesungguhnya meletakkan kembali gerbong Kementerian agama di rel yang benar. Gus Yaqut sebagai masinis tinggal membawa gerbong kementerian ini agar tidak kembali melenceng dari rel.
Masyarakat, khususnya kelompok minoritas mulai merasakan dampaknya. Wajah Kementerian Agama yang pada mulanya monolitik, hanya menitik beratkan perhatian kepada agama mayoritas perlahan namun pasti mulai menoleh perhatiannya pada agama serta kelompok minoritas.
Di awal pelantikan, Gus Yaqut sudah menggebrak dengan pernyataannya. Ia menegaskan untuk menghapus diskriminasi di lingkup Kementerian Agama, serta menjadikan agama sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Gus Yaqut meninginkan satu sama lain untuk saling menghormati, terutama di antara pemeluk agama yang berbeda keyakinan.
"Saya tidak ingin dari Kementerian ini muncul sikap-sikap, cara-cara diskriminatif satu sama lain, itu ada atau muncul dari Kemenag," kata Yaqut dalam pidato pisah sambut dengan Menteri Agama 2019-2020 Fachrul Razi di Kantor Kementerian Agama, di Jakarta, Rabu, 23 Desember 2020 seperti dilansir dari pikiran-rakyat.com.
Kerennya, Gus Yaqut mengutip kata-kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra yang mengatakan jika bukan saudara satu iman maka siapa pun adalah saudara dalam kemanusiaan.
Tapi, Gus Yaqut tidak berhenti di slogan. Langkah-langkah nyata ia lakukan. Lihat saja status instagram Kementerian Agama. Kini, Kemenag rajin mengucapkan selamat merayakan perayaan atau peringatan hari-hari besar agama lainnya, bukan agama mayoritas saja !
Mungkin kelihatannya kecil, namun ini adalah langkah besar. Seperti diungkap Gus Yaqut bahwa dirinya bukan menteri agama Islam saja, tetapi menteri untuk semua agama yang ada di negeri ini.
Gebrakan kedua yang dilakukan Gus Yaqut adalah perihal jaminan perlindungan kepada kelompok minoritas, yakni Syiah dan Ahmadiyah. Seperti diketahui, lebih dari satu dekade nasib kedua kelompok ini sangat termarjinalkan. Persekusi yang dilakukan ormas-ormas intoleran tidak pernah ditanggapi secara serius oleh negara. Negara seakan-akan tidak pernah hadir. Ironisnya, dalam beberapa kesempatan, negara melalui aparat sipilnya justru ikut-ikutan mendiskriminasi anggota kelompok Syiah dan Ahmadiyah.
Menteri Agama Yaqut C. Qoumas atau Gus Yaqut mengatakan, pemerintah akan mengafirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia. Yaqut tidak mau ada kelompok beragama minoritas yang terusir dari kampung halaman mereka karena perbedaan keyakinan.
"Mereka warga negara yang harus dilindungi," tegas Yaqut, dikutip dari Antara, Kamis (24/12/2020).
PR besar Kemenag di bawah Gus Yaqut memang banyak. Persoalan intoleransi, radikalisasi dan pemahaman agama yang sempit mencuat ke permukaan. Maka kemudian kita melihat kenyataan memprihatinkan, yakni tindakan serta aksi-aksi intoleransi yang berulang-ulang terjadi, sedangkan pemerintah daerah dan negara hanya menjadi penonton saja.
Tentu kita mempunyai lembaga kepolisian atau Densus 88 untuk menangani aksi-aksi terorisme. Tapi kita tidak bisa selalu memadamkan persoalan seperti “pemadam kebakaran.” Kita harus menyelidiki titik apinya, bagaimana ia bisa muncul dan membesar.
Nah, itu adalah sebagian tugas dari Kemenag. Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri mengatakan, intoleransi masih menjadi tantangan terkini yang terus berulang terjadi di Indonesia. Menurut dia, berbagai praktik intoleransi yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya cenderung memiliki pola yang sama.
Senada dengan Imparsial. Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo mengakui kasus intoleransi di Indonesia setiap waktunya mengalami peningkatan. Menurutnya salah satu yang mendominasi kasus intoleransi adalah pendirian rumah ibadah yang sangat sulit dan hak-hak minoritas.
"Intoleransi terus meningkat setiap waktunya, seperti pendirian tempat ibadah yang sulit, pemakaman dan hak-hak kaum minoritas", ucapnya saat menjadi narasumber dalam webinar dalam festival HAM tahun 2020 dengan tema Keberagaman, Toleransi dan Keindonesiaan.
Yang juga patut kita apresiasi adalah SKB 3 Menteri yang baru-baru ini diterbitkan oleh Menag Gus Yaqut, Mendikbud Nadiem Makarim dan Mendagri Tito Karnavian. Keluar atau terbitnya SKB 3 Menteri ini adalah jawaban tegas dan cepat dari mereka bertiga menyikapi kasus “pemaksaan” kepada siswi untuk memakai pakaian yang mencirikan atribut keagamaan tertentu. Menurut Nadiem, penerbitan SKB 3 Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Di dalam SKB 3 Menteri, Nadiem mengungkapkan ada enam keputusan utama penggunaan pakaian seragam di sekolah negeri.
"Bila tidak dipatuhi, maka akan ada beberapa sanksi yang akan diberikan," ucap Nadiem, seperti ditulis, Kamis (4/2/2021).
Berikut enam keputusan utama penggunaan pakaian seragam di sekolah negeri yang telah diputuskan oleh tiga menteri:
-
SKB 3 Menteri ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda).
-
Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama. Seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
-
Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut
-
Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak SKB 3 Menteri ini ditetapkan.
-
Jika terjadi pelanggaran terhadap SKB 3 Menteri ini, maka saksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar:
• Pemda bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan.
• Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan sanksi kepada gubernur.
• Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan sanksi kepada sekolah terkait bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.
Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan bisa memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentukan SKB 3 Menteri ini, sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.
SKB ini tentu saja bukan kerja seorang Gus Yaqut semata. Tapi hasil koordinasi dari 3 kementerian terkait. Intinya jika kita mau dan niat, pemerintah bisa mengikis habis paham radikalisme dan intoleransi di negeri ini. Tinggal kita kawal, apakah pemerintah serius atau tidak? Mari kita kawal kerja Gus Yaqut dan kementerian lainnya !
Referensi :
https://bpip.go.id/bpip/berita/1035/352/bpip-kasus-intoleransi-di-indonesia-selalu-meningkat.html
- Source : seword.com