www.zejournal.mobi
Jumat, 11 Oktober 2024

Moderasi Beragama Sebagai Solusi di Tengah Keberagamaan Indonesia

Penulis : Ach. Wahidi | Editor : Anty | Kamis, 02 Februari 2023 17:46

Indonesia negara multi agama, agama yang diakui terdiri dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Keberadaan enam agama menciptakan corak yang berbeda-beda, mulai dari kitab suci, tempat ibadah, hari besar hingga budayanya.

Namun adanya agama-agama tersebut tidak berjalan mulus hidup berdampingan satu dengan lainya, adanya perbedaan agama sering menimbulkan ketegangan bahkan konflik yang tidak bisa di hindari lagi. Konflik atas nama agama di Indonesia diantaranya: Konflik Poso pada tahun tahun 2000, Konflik Sunni Syiah di sampang pada tahun 2012, konflik antarumat beragama di Aceh pada tahun 2015, konflik antar umat beragama di Papua pada tahun 2015, dan konflik di Tanjung Balai pada tahun 2016.

Peristiwa di atas disebabkan rendahnya sikap toleransi antara pemeluk agama, mereka bersikukuh atas kebenaran agamanya sendiri, sikap fanatismenya tinggi dan pemahaman agamanya yang secara ekslusif.

Untuk mengantisipasi terjadinya konflik berkelanjutan atas nama agama, pada tahun 2019 ditetapkan sebagai “Tahun Moderasi Beragama” oleh Kementerian Agama. Moderasi beragama dijadikan sebagai jargon serta nafas dalam setiap program dan kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Agama. Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, institusi ini berupaya untuk menempatkan diri sebagai institusi penengah (moderasi) di tengah keragaman dan tekanan arus disrupsi yang berdampak pada aspek kehidupan keagamaan dan kebangsaan.

Moderasi beragama yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah membawa masyarakat dalam pemahaman yang moderat, tidak ekstrim dalam beragama, dan juga tidak mendewakan rasio yang berpikir bebas tanpa batas. Moderasi beragama didiskusikan, dilafalkan, diejewantahkan, dan digaungkan sebagai framing dalam mengelola kehidupan masyarakat Indonesia yang mutikultural.

Konsep Moderasi Beragama

Kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata 'moderation', yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute).

Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghidara kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah. Sedangkan kata “moderator” berarti orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya).

Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”, menjadi “moderasi beragama”, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama. Gabungan kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.

Sikap moderat adalah suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan, untuk menghindari kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian atau caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama adalah kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu.

Moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengem­bangkan suatu sikap keberagamaan di tengah pelbagai desakan ketegangan (constrains), seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama. Komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi ekstrimisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri, pada gilirannya, berimbas kepada persatuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ada beberapa konsep moderasi beragama, menurut Yusuf Al Qardhawi diantaranya. Pertama, perlindungan hak-hak agama minoritas, kewajiban mereka sama dengan apa yang yang dilakukan oleh orang lain, namun dalam hal agama ibadah harusnya adanya pemisahan tidak bercampur. Negara tidak diperkenankan untuk mempersempit ruang gerak aktifitas keagamaan minoritas seperti larangan makan babi dan minuman keras.

Kedua, nilai-nilai humanis dan sosial, nilai-nilai humanis dan sosial sesungguhnya merupakan khazanah otentik Islam. Perkembangan modern lebih mengidentifikasi hal tersebut sebagai nilai barat. Ia menjadi nilai yang pararel dengan konsep keadilan di tengah masyarakat dan pemerintah, kebebasan, kemulian dan hak asasi manusia.

Ketiga, persatuan dan royalitas. Semua komponen umat harus bisa berkerja sama dalam hal yang disepakati dan bertoleransi dalam perkara yang sudah disepakati semua orang.

Keempat, mengimani pluralitas. Keimanan akan pluralitas religi, pluralitas tradisional, pluralitas bahasa, pluralitas intelektualitas, pluralitas politis, pentingnya konsistensi antar berbagai peradapan.

Artinya konsep moderasi beragama yang ditawarkan Yusuf Al Qardhawi sebagai solusi demi kehidupan beragama yang baik, mengedepankan toleransi, rasa persaudaraan yang erat demi terciptanya hidup aman, damai dan tentram. Jadi tidak ada lagi ketengangan, pertikaian konflik bahkan sikap ketidak pedulian terhadap saudara sebangsa dan setanah air atas nama agama di negara kesatuan republik Indonesia.

Harmonisasi dalam Beragama

Dengan menjamurnya ekstremisme atau fanatisme beragama di Indonesia maka moderasi beragama sangat penting untuk dijadikan sebagai cara pandang dalam beragama. Semangat moderasi beragama adalah mencari titik tengah dua kutub ekstrem dalam beragama, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Pentingnya moderasi beragama karena keragaman dalam beragama itu niscaya, tidak dapat dihindarkan, dan tidak mungkin dihilangkan.

Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial. Orang yang ekstrem beragama tidak jarang terjebak dalam praktik membela pemahaman subjektif ajaran agama, seraya mengesampingkan aspek kemanusiaan.

Jika umat beragama di Indonesia mengimplemetasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan beragama maka harmonisasi dalam beragama akan terwujud. Karena harmonisasi beragama mencari persamaan tidak mempertajam perbedaan. Namun, untuk membumikan moderasi beragama di Indonesia butuh dukungan dari semua pihak diantaranya dari tokoh agama, tokoh masyarakat, dosen dan guru untuk memberikan pemahaman tentang moderasi beragama kepada masyarakat.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar