www.zejournal.mobi
Selasa, 31 Desember 2024

Pesantren Tempat Menimba Ilmu Agama, Tidak Membuat Santri Trauma

Penulis : Ach. Wahidi | Editor : Anty | Jumat, 27 Januari 2023 16:39

Beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan seksual yang terjadi di pesantren Indonesia semakin banyak terungkap. Para korban mulai berani bercerita (speak up) perihal kasus kekerasan seksual yang dialaminya ke publik. Sehingga kasus mengenai kekerasan seksual di pesantren ramai menjadi sorotan publik.

Dari berbagai kasus kekerasan seksual yang melibatkan pihak pengasuh, atau pemimpin, maupun pihak lain di lingkungan pondok pesantren akhir-akhir ini telah mencoreng institusi yang bergerak di bidang pendidikan keagamaan itu. Hal ini berakibat adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pondok-pondok pesantren yang ada.

Mulai dari Kasus Herry Wirawan, pemimpin Pondok Pesantren Tahfidz Madani di Bandung, Jawa Barat yang melakukan kekerasan seksual terhadap 13 santriwatinya, sempat membuat syok publik. Sebab, sebagai pemimpin dari sebuah institusi pendidikan keagamaan yang seharusnya menjadi panutan anak didiknya, justru tega 'memakan' anaknya sendiri. Akibatnya, ia pun dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Vonis ini lebih berat dibandingkan dengan hukuman seumur hidup yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Bandung.

Dilanjutkan kasus Mochammad Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi. Putra kiai dari Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang ini didakwa jaksa melakukan kekerasan seksual terhadap seorang santrinya. Kasus Bechi ini sendiri sempat memantik perhatian publik, lantaran kekerasan seksual yang didakwakan padanya disebut juga dilakukan di lingkungan pondok pesantren. Kasus ini sendiri masih berjalan persidangannya di Pengadilan Negeri Surabaya hingga saat ini.

Dilengkapi oleh Fahim Mawardi pengasuh Pondok pesantren Al Djalil 02 Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember yang diduga melakukan perselingkuhan dan pencabulan terhadap santrinya, sekarang ini masih menjalani pemeriksaan intensif di markas Polres Jember.

Dengan adanya fenomena tersebut korban menjadi takut, bahkan tidak ingin untuk Kembali lagi kepesantren. Dianggapnya pesantren tempat untuk mencari ilmu agama, ia menjadi trauma.

Peran Kiai Pesantren

Istilah pondok berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti asrama atau tempat tinggal santri. Istilah pondok biasa dikenal di daerah Madura, sedangkan di daerah Jawa istilah pondok dikenal dengan pesantren. Sementara di Aceh corak pendidikan seperti itu disebut dengan meunasah, dan di Sumatra Barat dikenal dengan istilah surau. Adapun istilah pesantren secara etimologis berasal dari kata “santri” mendapat awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.

Pondok pesantren merupakan sebuah organisasi pendidikan Islam non formal yang dikelola oleh seorang ulama atau kiai sebagai seorang pimpinan, ustad sebagai staf pengajar dan peserta didiknya disebut dengan santri. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abd. Halim Soebahar bahwa pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional, dimana para santri tinggal dan belajar bersama di bawah bimbingan seorang kiai.

Menurut Zamaksyari Dhofier ada beberapa peran kiai sebagai pimpinan pesantren, pertama Kiai sebagai guru ngaji diuraikan dalam bentuk lebih khusus dalam jabatan jabatan sebagai berikut: Mubaligh, Khotib shalat jum’at, Penasehat, Guru Diniyah atau Pengasuh dan Qori’ kitab salaf dalam sistem sorogan bandongan. Zamaksyari Dhofier mengemukakkan tugas kiai dalam sistem pengajaran ini secara panjang lebar, pada intinya, sistem pengajaran kiai dapat digolongkan kedalam tiga sistem yaitu; sorogan (individu). Kedua sebagai pembimbing atau pembina akhlak bagi para santri, Ketika santri sudah memiliki akhlak yang baik santri bisa mengaplikasikan akhlak tidak hanya dalam lingkungan pondok pesantren tetapi juga dalam lingkungan masyarakat. maka peran kiai sebagai pembina akhlak santri sudah berhasil dalam membina santri. Ketiga kiai mempunyai peranan yang sangat strategis di pondok pesantren. Ia sebagai orang tua kedua santri dapat mengendalikan perilaku dan dari cara Kiai tersebut maka terbentuklah karakter kejujuran, kesabaran dan keiklasan terhadap santri.

Secara umum, tujuan penyelenggaraan pendidikan Islam di pesantren adalah untuk menghasilkan perubahan tingkah laku baik berupa bertambahnya pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perubahan sikap dan perilaku.

Artinya pesantren tidak mengajarkan hal-hal yang dilarang oleh agama kepada santri dan elemen pesantren lainya, pesantren sistem pendidikannya lebih memprioritaskan kedekatan kepada sang ilahi. Untuk menjadi orang yang beradab atau bermoral demi kelangsungan hidup yang lebih baik.

Pesantren Sebagai Role Model

Dengan maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pimpinan pesantren yang telah terjadi di berbagai tempat di Indonesia, maka kemenag seharusnya membuat aturan dan pengawasan terhadap pesantren agar tidak terjadi lagi pelecehan atau kekerasan seksual di pesantren.

Adanya aturan dan pengawasan mungkin pimpinan pesantren tidak leluasa melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan Kemenag, ia merasa takut karena diawasi nantinya akan beresiko terhadap menurunya reputasi pesantren dan pembubaran pesantren.

Selain itu pimpinan pesantren dan staf pesantren menampilkan akhlak yang baik kepada santri tidak memanfaatkan kekuasaanya untuk mengelabuhi santri dengan hal yang tidak sesuai dengan aturan pesantren dan syariat islam.

Maka dari itu pesantren memberikan contoh yang baik khususnya kepada santri dan kepada masyarakat umum agar mereka percaya bahwa pesantren sebagai tempat menimba ilmu agama dengan bekal kehidupan didunia menuju kehidupan akhirat.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar