www.zejournal.mobi
Selasa, 24 Desember 2024

Corona Sadarkan Kita, Ternyata Mafia Obat dan Alkes Terjadi Sejak Lama

Penulis : Ferdinandus Diri Amajari | Editor : Indie | Minggu, 19 April 2020 10:35

Saya mungkin tidak menulis terlampau teknis soal mafia alat kesehatan. Saya mencoba membuat sebuah ulasan untuk memetakan, bagaimana klasifikasi para mafia alat kesehatan ini dalam empat kelompok besar.

Kita mulai dari pernyataan Menteri BUMN, Eric Thohir ini: “Mohon maaf kalau saya bicara ini, sangat menyedihkan kalau negara sebesar Indonesia ini, 90 persen bahan baku dari luar negeri untuk industri obat. Sama juga alat kesehatan, mayoritas dari luar negeri,” ujar Erick usai meninjau RS Pertamina Jaya, Kamis (16/4/2020).

Masih di hari yang sama, ia mengatakan lagi: "Jangan semua ini ujung-ujungnya duit terus, dagang terus. Akhirnya kita terjebak short term policy, didominasi oleh mafia-mafia dan trader tersebut. Kita harus lawan dan ini Bapak Presiden Joko Widodo punya keberpihakan tersebut," ujar Erick Thohir.

Kita mungkin akan cenderung membuat vonis bahwa yang disebut mafia alat kesehatan dan obat-obat yang dimaksud oleh Eric Thohir diatas, adalah hanya mereka yang sedang dan akan berpesta pora dengan triliunan dana penanganan Covid 19 ini. Saya justru cenderung flashback melihat jauh ke belakang, apa yang sesungguhnya terjadi hari ini adalah sebuah dampak dari pola dan sindikat yang telah beraksi selama sekian lama. Saya merasa bersyukur, ada manusia yang namanya Eric Thohir yang berani berbicara soal ini. Bayangkan jika orang ini tidak ada di jajaran menteri, akankan pernyataan yang cukup menghentak publik ini bisa terdengar?

90% bahan baku obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi di Indonesia, adalah kandungan impor. Kandungan lokal hanya 10%. Pernyataan ini tentu saja bukan untuk mengartikulasikan apa yang baru saja terjadi. Ini tentu sudah terjadi selama bertahun-tahun. Tidak cukup satu periode presiden, sekian lama hal ini sudah terjadi.

Nah, untuk pola operasi seperti ini, siapakah mereka? Tentu para pembuat obat-obat itu dan trader yang sekian lama membangun ketergantungan industri dalam negeri terhadap kandungan import itu dengan berbagai dalih. INI KELOMPOK PERTAMA.

Mari kita bicara tentang alat pelindung diri (APD). Ada sebuah fakta yang cukup membuat miris rasa nasionalisme kita. Adalah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang menemukan langsung kenyataan ini di lapangan. Ia menemukan label Made in Indonesia dalam aksara China pada kemasan APD yang konon datang dari China untuk digunakan oleh para petugas media yang menangani pasien covid 19.

Ganjar mengekspresikan kekagetannya. Tetapi buru-buru BPNB menjelaskan.

"Jadi jangan heran APD bantuan China atau beli di China tapi made in Indonesia," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo lewat Twitter, Agus mempersilakan detikcom mengutip penjelasan tersebut, Kamis (26/3).

Laiknya psikologi orang yang sedang berusaha meyakinkan publik akan apa yang dia kemukakan, Agus pun menghadirkan analogi. Ia menganalogikan APD itu dengan sepatu merek Onitsuka yang dia beli di Jepang, ternyata sepatu itu juga punya keterangan 'made in Indonesia'. Cara 'offshoring' seperti ini bukan hal baru di dunia industri, begitu juga dengan industri pembuatan APD. Pada titik ini, saya tertarik ketika seorang juru bicara BPNB mencoba menjelaskan tentang praktik-praktik industri yang tampaknya sungguh jauh dari domain dan tugas kesehariannya. Saya jadi teringat pada tulisan Roedy SW: Cara Komplotan Penjarah Anggaran Beraksi.

"Pabrik APD memang banyak berada di Indonesia. Tidak hanya APD, banyak produk terkenal, seperti pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain, yang pabriknya juga berada di Indonesia," kata Agus.

"Demikian juga dengan APD, semua bahan bakunya dikirim dari negara asal, seperti China, Korea, dan lain-lain. Sedangkan Indonesia hanya diminta menjahit dan merapikannya agar jadi APD yang siap pakai," kata Agus.

Saya pun bingung, sesungguhnya BPNB sedang berada di pihak mana? Jika ini menyangkut praktik yang lasim di dunia perindustrian atau perdagangan, mengapa bukan menterinya saja yang menjelaskan? Apakah seperti digambarkan oleh Roedy bahwa kanal masuknya APD buatan Indonesia dari China itu melalui BPNB sehingga buru-buru diklarifikasi?

Para pelaku industri membuat APD-APD itu, dan mungkin membayar biaya buruh dengan upah murah, lalu mengirimkannya ke China. Setelah itu, mereka pula atau minimal jaringan mereka, yang mungkin mengimpor lagi barang buatan Indonesia itu dari China ke Indonesia. Mereka ini juga yang semestinya dapat memproduksi APD itu di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi boleh jadi, jika mengimpor barang buatan sendiri, untungnya lebih banyak, mengapa harus produksi sendiri? INI MAFIA KELOMPOK KEDUA.

Saya tidak yakin, dan Anda juga mungkin setuju dengan saya. Jika, apa yang dilakukan oleh kedua pihak diatas, tidak diketahui oleh otoritas yang memiliki domain di area ini, selama ini. Catat ya, selama ini. Apakah mereka tidak kebagian dari praktik-praktik macam begini? INI KELOMPOK KETIGA


Berita Lainnya :

Dan yang terakhir adalah semua mereka yang sedang menari-nari diatas kepanikan, kesedihan, keperihan sesama manusia lain menghadapi wabah ini. Mereka saat ini, dalam bahasa Kakak Pembina, sebagai para penjarah uang bencana. Mereka, tidak hanya para petinggi negara berdasi, tetapi juga para saudagar mulai dari trader, hingga para penimpun masker dan berbagai APD lainnya. Tak lupa, masuk dalam kelompok ini adalah mereka yang menjual APD bodong melalui media online.

Mereka ini memanfaatkan berbagai variabel yang memang sangat mendukung praktik mereka pada situasi dan kondisi gawat darurat seperti ini. Variabel-variabel itu antara lain: 1. Siapa yang begitu peduli dengan praktik mark up harga alkes maupun obat-obatan yang diimpor dari luar? 2. Monopoli pengadaan yang terpusat pada komplotan tertentu sangat mungkin terjadi pada kondisi seperti ini. 3. Kondisi kepanikan massal yang membuat daya kritis orang menipis dan cenderung mudah percaya, atas nama dalil kemanusiaan yang sering mereka gunakan. 4. Penegakan hukum yang cenderung tidak seketat dalam kondisi normal.

Dan mungkin masih ada variabel lain yang mendukung para penjahat ini menjalankan praktik jahat mereka dalam kondisi seperti ini. NAH, INI ADALAH KELOMPOK KEEMPAT.

Bagaimana menurut Anda?

Sumber: https://headtopics.com/id/penjelasan-kapusdatinkom-bnpb-soal-tulisan-made-in-indonesia-pada-apd-asal-china-tribunnews-com-12046698 https://money.kompas.com/read/2020/04/18/110000326/erick-thohir-ada-mafia-besar-yang-buat-bangsa-kita-sibuk-impor-alkes https://money.kompas.com/read/2020/04/18/110000326/erick-thohir-ada-mafia-besar-yang-buat-bangsa-kita-sibuk-impor-alkes


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar