www.zejournal.mobi
Sabtu, 21 Desember 2024

45 Persen Anak Muda Jepang Punya Keinginan Bunuh Diri

Penulis : Oca - Publica News | Editor : Anty | Jumat, 12 Mei 2023 14:21

Tokyo - Jepang pernah geger oleh aksi Takahiro Shiraishi (29), 'fasilitator bunuh diri'. Ia mengajak anak-anak muda usia 15-26 tahun untuk mati bersama.

"Saya mencari seseorang untuk mati bersama saya," ia menciak lewat Twitter, diserta tagar #Suicide Recruitment atau pendaftaran bunuh diri.

Shiraishi dikenal sebagai 'serial pembunuh Twitter' karena delapan perempuan dan satu pria terbujuk untuk menerima tawaran mati bersama. Sembilan orang itu akhirnya mati sungguhan, sementara Shiraishi tidak --dialah sang pembunuh

Pengadilan Tokyo menghukum mati Shiraishi pada 2020, tiga tahun setelah ditangkap. Pengacaranya berargumen kliennya seharusnya cukup dipenjara karena para korbanlah yang menyatakan niat bunuh diri dan setuju untuk dibunuh. Tapi hakim menampik dalih tersebut.

Lepas dari kisah Shiraishi, fakta angka keinginan bunuh diri di Negeri Matahari Terbit terus meningkat secara mengkhawatirkan. Menurut survei Nippon Foundation, satu dari hampir dua orang muda Jepang memiliki pikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Dari 14.555 orang berusia 18-29 tahun yang disurvei, sebanyak 44,8 persen pernah terbesit keinginan bunuh diri saat menghadapi masalah. Dari jumlah tersebut, 40 persen diantaranya mengatakan pernah mencoba bunuh diri atau mengambil langkah untuk menyudahi hidupnya.

"Trauma, seperti pelecehan seksual dan intimidasi, memainkan peran besar, dan ketika ditambah masalah lain, maka meningkatkan kemungkinan pemikiran semacam itu," ujar survei tersebut, seperti ditulis laman News on Japan, Jumat (5/5) malam.

Nippon Foundation melakukan survei online tersebut pada 10 hingga 18 November 2022. Ada sebuah postingan di media sosial yang menyedihkan, bunyinya: 'Aku lelah. Aku butuh istirahat. Bantu aku. Aku ingin mati. Aku tidak punya tempat untuk pergi atau melarikan diri.'

Di Jepang, bunuh diri adalah penyebab utama kematian di kalangan anak muda, baik pria maupun wanita. Menurut Kementerian Kesehatan, pada 2019, 2020, dan 2021, berturut-turut angka bunuh diri kelompok usia tersebut adalah 2.117, 2.521, dan 2.611 orang.

Pada tahun 2022, sebanyak 2.483 orang kelompok usia tersebut menutup riwayat.

Kembali ke survei Nippon Foundation, satu dari tujuh orang yang ingin bunuh diri mengaku pernah mengalami kekerasan seksual.

Yayasan tersebut juga mengatakan bahwa transgender dan nonbiner (tidak maskulin dan bukan feminin) lebih mungkin mengalami kekerasan seksual dan keinginan mati sesat yang lebih besar.

Transgender dan nonbiner, dan mereka yang memilih untuk tidak mencantumkan jenis kelaminnya, merupakan 10 persen responden Yayasan Nippon. Sebanyak 52,4 persen responden dari kelompok ini pernah mengalami keinginan jisatsu, bunuh diri.

"Nippon Foundation menyoroti keengganan mereka yang ingin bunuh diri untuk membicarakannya kepada orang lain," ujar rilis lembaga tersebut. "Mereka tidak berpikir itu adalah sesuatu yang dapat mereka diskusikan."

Menurut Akiko Mura, anggota eksekutif Befrienders Worldwide Tokyo, ada tabu untuk berbicara tentang kematian dan bunuh diri. Akibatnya mereka sering curhat lewat media sosial karena bisa anonim, tanpa diketahui jati dirinya.

"Mudah untuk membicarakannya di media sosial," kata Akiko Mura kepada AFP.

'Sang Pembunuh Twitter' Shiraishi mengeksploitasi media sosial untuk mengincar korbannya, anak-anak muda putus asa yang mencari 'teman bunuh diri'. Mura mengingatkan bahwa orang yang depresi membutuhkan tempat mencurahkan perasaan.

"Orang-orang membutuhkan tempat di mana mereka didengar. Tanpa itu, saya khawatir jumlah kasus bunuh diri akan meningkat," ujarnya. 


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar