www.zejournal.mobi
Selasa, 19 November 2024

Apa Kabar UU Perlindungan Data Pribadi?

Penulis : Roedy S Widodo | Editor : Anty | Jumat, 24 Desember 2021 10:26

Sampai saat ini, pemerintah dan DPR telah menyelesaikan sebanyak 152 Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) dari 317 DIM," ujar Jubir Kominfo Dedy Permadi saat dihubungi detikINET, Rabu (22/12/2021).

Dengan banyaknya kebocoran data pribadi yang bahkan di jual belikan, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) sangatlah diperlukan sebagai payung hukum perlindungan data pribadi.

Tetapi ternyata walaupun RUU PDP sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021, sampai sekarang, Desember 2021 belum juga bisa disahkan oleh DPR.

Johnny Plate melalui Kominfo terus berusaha agar RUU PDP dapat cepat disahkan oleh DPR menjadi UU.

Apa yang diupayakan oleh bapak Johnny Plate sangatlah logis dan relevan. Di era yang serba digital seperti sekarang ini, yang namanya data pribadi sangatlah penting dilindungi karena dapat digunakan untuk maksud-maksud jahat oleh oknum yang tidak bertanggung-jawab

Kita memang punya masalah dengan kinerja DPR. Bukan berarti bahwa masalah pengesahan RUU menjadi UU harus ngebut, tentunya tetap harus diteliti masing masing pasal dan dan implikasinya bagi kehidupan bernegara, tetapi memang tidak ada ukuran yang baku untuk memgukur kinerja anggota DPR.

Anggota DPR yang adalah wakil rakyat dan digaji dari uang rakyat, sudah selayaknya diberikan ukuran kinerja mereka dan perlu ada reward dan punishment nya.

Tentunya ukurannya bukan hanya sekedar absen karena buat apa absen bagus tapi output kinerjanya minim . Mungkin hanya tidur dikala rapat.

Dari sejak awal terjadinya kebocoran data pribadi, Johnny Plate dan tim Kominfo sudah menyiapkan RUU PDP yang kemudian diserahkan kepada DPR untuk dibahas dan disahkan menjadi UU dan sudah dimasukkan dalam Prolegnas 2021.

Mungkin saja kalau mau dibahas cepat, perlu dorongan materiil sehingga para anggota DPR menjadi giat melakukan pembahasan.

Saat ini adalah masa reses anggota DPR sehingga tidak akan ada rapat pembahasan sampai januari 2022 nanti. Artinya pembahasan RUU PDP juga baru akan dilanjutkan pada 2022.

Apakah UU PDP akan jadi disahkan pada 2022 ? Kita hanya bisa berharap karena tidak ada kepastian.

Sebagai rakyat kita tentunya berharap bahwa partai-partai koalisi pemerintah bisa membantu pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, tapi hal ini sering tidak terlihat di Senayan. Para anggota DPR dari partai koalisi tidak mencerminkan komitmen koalisinya, padahal kalau dihitung, saat ini pemerintah dan partai koalisi menguasai mayoritas kursi di Senayan, tetapi mengapa ketika pemerintah butuh membuat UU, tetap saja butuh waktu yang sangat panjang. Atau mungkin ini sudah merk dagang (trademark) nya DPR yang lebih banyak bicara daripada kerja?

Ada beberapa RUU yang sangat penting sebagai perlindungan masyarakat, yang sampai saat ini belum disahkan oleh DPR.

RUU tentang kekerasan seksual misalnya, yang malah oleh beberapa politisi PKS disebut sebagai RUU kebebasan seksual. Mungkin ini hanya alasan PKS untuk melindungi anggota atau kadernya agar tidak terjerat hukum.

Kembali kepada RUU PDP. Sekedar mengingatkan peristiwa kebocoran data yang terjadi dalam dua tahun terakhir, agar kita semua sadar pentingnya UU PDP.

Pada september 2021 beredar Nomor Induk Kependudukan (NIK) para calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2019. Tidak hanya NIK Pak Jokowi dan KH Maaruf Amin, tetapi juga Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. NIK para calon presiden dan wakil presiden Pemilu 2019 itu ditampilkan dalam laman infopemilu2.kpu.

Pada Agustus 2021, data pengguna e-HAC Kementerian Kesehatan sebanyak 1,3 juta data diduga bocor. Ukuran data tersebut kurang lebih mencapai 2 GB.

Sebuah situs pengulas perangkat lunak VPN, vpnMentor, mempublikasikan temuan kebocoran pada bank data (database) e-HAC yang pertama kali diketahui pada 15 Juli 2021.

VpnMentor mengklaim telah berusaha menginformasikan kepada Kemenkes pada 21 dan 26 Juli 2021, tetapi tidak ditanggapi.

Tindak lanjut dan penanggulangan kebocoran data yang dimaksud baru dilakukan sebulan setelahnya, yakni pada 24 Agustus 2021, ketika vpnMentor menginformasikan temuan itu ke Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Pada Juli 2021 sebanyak 2 juta data nasabah perusahaan asuransi BRI Life juga diduga bocor, bahkan diperjualbelikan di dunia maya.

Bocornya data nasabah BRI Life pertama kali diungkap oleh akun Twitter @UnderTheBreach pada 27 Juli 2021. Akun tersebut mengatakan bahwa data nasabah yang bocor bersifat sensitif.

Akun tersebut juga mengatakan bahwa sekitar 463.000 dokumen berhasil diambil oleh peretas. 

Selain itu, akun tersebut juga menyebut bahwa peretas memiliki video demonstrasi berdurasi 30 menit, yang berisi tentang sejumlah besar data sekitar 250 GB yang mereka peroleh.

Pada Mei 2021, data ratusan juta anggota BPJS Kesehatan diduga diretas dan dijual di forum Raidforums dengan harga sekitar Rp 84 juta.

April 2021, data pribadi sekitar 130.000 penggunan Facebook di Indonesia diduga bocor dan disebarluaskan di sebuah situs peretas amatir.

Pada September 2020, data pribadi sekitar 5,8 juta pengguna aplikasi RedDoorz di Indonesia diduga dijual.

Data sekitar 890.000 nasabah perusahaan teknologi finansial Kreditplus diduga bocor dan dijual di forum Raidforums pada Agustus 2020.

Pada Mei 2020, 2,3 juta data pribadi warga Indonesia dari daftar Pemilu 2014 diduga berhasil dipanen dari situs Komisi Pemilihan Umum.

Sebanyak 1,2 juta data penggunan Bhineka.com diduga bocor dan diperjualbelikan di Dark Web.

Sebanyak 91 juta data pengguna dan 7 juta penjual di Tokopedia diduga bocor pada Mei 2020.

Pada Maret 2019 peretas Gnosticplayes mengeklaim menjual 13 juta data akun pengguna dari Bukalapak. Pihak Bukalapak menyatakan peretas gagal menembus sistem keamanan mereka.

Dengan melihat Fakta kebocoran data pribadi yang begitu banyak maka sekalian para pemilik situs memperkuat pertahanan situsnya, UU PDP sangatlah diperlukan sebagai payung hukumnya.

Memang ada masalah tarik menarik tentang Komisi Perlindungan Data Pribadi.

Kominfo berharap bahwa komisi ini ada dibawah Kominfo sementara DPR berharap komisi ini dipilih oleh DPR sebagaimana komisi lainnya.

Menurut saya , sangat tidak layak kalau komisi PDP berada dibawah Kominfo, kemungkinan besar hanya akan menjadi komisi boneka yang akan menuruti kekuasaan saja, tetapi dilain pihak komisi yang dipilih oleh DPR juga harus diberikan ketentuan khusus.

Jangan sampai seperti BPK, yang dikuasai politisi dan terlihat digunakan untuk tujuan politik tertentu dalam kasus-kasus tertentu.

Jadi menurut saya, Komisi PDP yang salah satu wewenangnya adalah menyatakan salah atau tidaknya suatu institusi, haruslah dipilih oleh DPR dengan persyaratan, calon harus steril dari politik artinya Politisi , keluarga politisi atau yang punya kekerabatan dengan politisi dilarang untuk menjadi anggota komisi ini.

Sebagai rakyat, kita hanya bisa berharap DPR bisa segera membahas tuntas RUU yang sudah diajukan oleh Johnny Plate agar segera dapat ditetapkan sebagai Undang Undang Perlindungan Data Pribadi.

Sumber :

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/03/18445501/deretan-kasus-kebocoran-data-pribadi-dalam-dua-tahun-terakhir

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/03/18445501/deretan-kasus-kebocoran-data-pribadi-dalam-dua-tahun-terakhir

https://inet.detik.com/law-and-policy/d-5121133/menyoal-pentingnya-uu-perlindungan-data-pribadi/2


Berita Lainnya :


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar