Terungkap! Izin Usaha Kontraktor Fiktif (PT BPN) Diberikan Pemprov DKI 2018!
Lagi-lagi kejanggalan PT Bahana Prima Nusantara sebagai pemenang tender proyek revitalisasi Monas terungkap. Setelah alamat fiktif, lalu menumpang di percetakan (sewa 6 juta/tahun) untuk lokasi meeting. Kini ditemukan kader Gerindra sebagai kuasa hukum perusahaan tersebut. Tak tanggung-tanggung, bau kongkalingkong semakin tercium setelah beredar surat ijin usaha yang dikeluarkan Pemprov DKI tahun 2018 dan sudah kadaluarsa lama!
Anies Baswedan beserta anak buahnya harus bertanggung jawab atas kerusakan di Monas. Dia sengaja menunjuk PT Bahana Prima karena ada bau Gerindra di sana sebagai partai pengusungnya. Kalau ini dikatakan sebagai balas jasa Anies. Apakah kerusakan di Monas nantinya akan ditanggung Pemprov DKI?
Untuk surat ijin usaha PT Bahana Prima Nusantara sendiri sebagai berikut:
Mengejutkan sekali PT Bahana Prima Nusantara yang baru mendapat ijin tahun 2018, langsung mendapat proyek 71 milyar dari Pemprov akhir 2019 saat berlakunya ijin usaha sudah kadaluarsa. Seakan-akan ada pemaksaan legalitas di sana. Artinya tidak mungkin Pemprov DKI, kontraktor yang ditunjuk dan Anies sebagai kepala daerah tidak tahu sama tahu. Luar biasa kejahatan kerah merah.
Makanya tak heran kalau Gerindra menjadi partai pembela Anies di DPRD. Bahkan dengan tololnya mempelopori pendukung Anies untuk menggugat Jokowi soal banjir di Jakarta. Bagaimana Gerindra tak getol membelanya kalau akhirnya ikut mencicipi manisnya uang puluhan milyar hanya dengan modal menebangi ratusan pohon?
Kembali lagi ke PT Bahana Prima Nusantara, berikut susunan penanggung jawab beserta alamat yang beredar di media sosial:
Sedang Abu Bakar J Lamatopo selaku kuasa hukum sendiri merupakan caleg Gerindra:
Selain PSI, Ketua DPRD DKI Jakarta juga ikut buka suara terkait kejanggalan proyek revitalisasi Monas. Prasetio Edi Marsudi menilai bahwa penebangan pohon itu bersifat mubazir dan tidak tepat sasaran.
"Cukup aneh bagi saya karena di saat dunia sedang berlomba-lomba melakukan penghijauan ini kok malah melakukan penebangan. Kalau alasannya untuk penghijauan, ini tidak menambah luas RTH baru kok, malah mubazir," kata Prasetio Marsudi kepada CNNIndonesia.com, Senin (20/1).
Rencananya Prasetio akan meminta Komisi D memanggil dinas terkait meminta penjelasan pemerintah terkait revitalisasi Monas yang warnai penebangan pohon. Hal ini dilakukan karena anggaran revitalisasi Monas yang tercatat hanya untuk penyelenggaraan Formula E.
"Bukan untuk tebang-tebang pohon begitu. Gimana pengaspalan, pengalihan sejumlah ruas jalan untuk trek yang akan menjadi perlintasan," tutup dia.
Anies memang cocok dijuluki gunernur terbodoh. Maksud hati ingin melakukan gelaran Formula E sekaligus bagi-bagi proyek ke Gerindra. Tahu-tahunya malah ditipu kontraktor fiktif. Bahkan PT Bahana Prima tercatat melakukan korupsi sewaktu mendapat proyek di Riau.
Seperti dilansir riaumandiri.id, penyidikan dugaan korupsi dalam proyek permukiman kawasan transmigrasi di Desa Tanjung Melayu, Kecamatan Kuala Indragiri, Indragiri Hilir (Inhil) belum rampung. Masih ada kekurangan yang harus dilengkapi penyidik.
Itu diketahui dari hasil penelaahan berkas yang dilakukan Jaksa Peneliti beberapa waktu lalu. Adapun yang diteliti terkait kelengkapan syarat formil dan materil perkara yang ditangani penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.
"Berkasnya telah dikembalikan ke penyidik disertai petunjuk yang harus dilengkapi," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Muspidauan, Selasa (19/11/2019).
Menurut dia, P-19 itu disampaikan pada pekan lalu. Saat ini, kata dia, penyidik tengah melengkapi berkas perkara tersebut.
"Kini berkas perkara itu di penyidik. Mereka masih melengkapi petunjuk yang kita berikan," pungkas Muspidauan.
Ada empat orang tersangka dalam perkara tersebut. Mereka masing-masing berinisial J selaku Kuasa Pengguna Anggara (KPA), dan D selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau. Lalu, MS selaku rekanan dari PT Bahana Prima Nusantara (BPN), serta MSH selaku konsultan pengawasan dari CV Saidina Consultant.
Diketahui, perkara tersebut terjadi pada waktu Juli hingga Desember 2016 lalu. Dimana, dalam SPDP yang diterima pihak Kejaksaan, tempat kejadian perkara berada di Desa Tanjung Melayu, Kecamatan Kuala Indragiri, Inhil.
Berdasarkan data yang dihimpun, pengerjaan proyek itu menggunakan dana yang bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2016. Adapun organisasi perangkat daerah (OPD) yang mengerjakan proyek itu adalah, Disnakertrans Provinsi Riau.
Program Pengembangan Wilayah Transmigrasi masing-masing sebesar Rp24.018.503.200 dan Rp19.315.574.036 atau 80,41 persen realisasi tesebut di antaranya digunakan untuk pekerjaan pembangunan pemukiman penduduk sebanyak 146 unit dengan nilai sebesar Rp15.683.315.000.
Pengerjaan itu dituangkan dalam surat perjanjian (kontrak) antara KPA selaku PPK dengan PT Bahana Prima Nusantara Nomor 305/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 16 Agustus 2016. Nilai kontraknya, Rp16.229.895.000. Jangka waktu penyelesaiannya selama 120 hari kelender dan pada 25 Desember 2016 harus sudah selesai.
Namun, dalam proses pelaksaan pekerjaan, kontrak tersebut diubah. Dari Adendum I Nomor 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 3 November 2016, yaitu mengatur pengurangan pekerjaan sebesar Rp141.000.000 dan penambahan pekerjaan sebesar Rp1.710.342.000.
Sehingga mengubah nilai kontrak menjadi Rp17.799.201.000. Jangka waktu pelaksanaannya 150 hari kelender atau berakhir 13 Januari 2017. Kemudian pada Adendum II Nomor 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 22 Desember 2016, yaitu mengatur pengurangan volume pekerjaan dengan mengubah nilai kontrak menjadi sebesar Rp15.683.315.000. Pengurangan itu di antaranya adalah penyiapan lahan dari 368 hektare menjadi 160 hektare.
Pembangunan jalan desa sepanjang 2 kilometer dan jalan poros sepanjang 5 kilometer tidak jadi dilaksanakan sesuai dengan kontrak awal. Pengawas pekerjaan tersebut adalah CV Saidina Consultant. Nilainya sebesar Rp343.750.000. Proyek itu dinyatakan selesai sesuai dengan kontrak Adendum Nomor 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 3 November 2016.
Bahkan, telah diterima melalui serahterima pertama hasil pekerjaan (PHO) Nomor BA.455/DISNAKER TRANSDUK-PHO/2016 tanggal 19 Desember 2016. Tak hanya itu, pekerjaan telah dibayar sebesar Rp15.679.721.000 dengan tiga kali pembayaran pada 29 Desember 2016.
Berita tersebut mirip dengan proyek revitalisasi Monas saat ini. Dari waktu pengerjaan yang molor dan melibatkan Pemda terkait. Semoga nanti Anies Baswedan bisa ikut terjerat. Dia tak bisa cuci tangan menyalahkan anak buah karena proyek tersebut merupakan ambisinya untuk Formula E.
Anies Baswedan memang sangat loyal pada pendukungnya. Dana hibah 1 triliunan lebih digelontorkan untuk menjadi tim sorak yang mana tak mendapat apa-apa di jaman Ahok. Semoga saja kini bagi-bagi kuenya bisa menjerat Anies. Bukan hanya Formula E yang mangkrak tapi akhirnya proyek ini berujung penjara. Inilah saatnya karma Gerindra dan Anies datang setelah menjungkalkan Ahok beberapa tahun silam.
Referensi:
- Source : seword.com