Ulama Besar Suriah: Ketika Politik Mencampuri Agama, Agama Berubah Menjadi Sebuah Alat
Suriah telah dilanda konflik internal selama beberapa tahun belakangan. Bahkan perang yang terjadi di negara ini diklaim telah merenggut nyawa putra sang ulama. Kendati demikian, sang ulama masih yakin, konflik yang didasari oleh perbedaan agama ini masih dapat diselesaikan di masa depan.
Ulama Besar Suriah yang bernama Ahmad Badreddin Hassoun berpikir bagaimana umat Muslim yang memiliki satu Tuhan, nabi dan kitab dapat terpisah-pisah ke dalam puluhan aliran yang anehnya anti terhadap satu sama lain.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Ahmad Badreddin mencoba menjelaskan fenomena ini dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Sputnik Arab.
“Ketika politik mencampuri agama, agama menjadi sebuah alat politik. Masalahnya di sini, para ulama menawarkan keuntungan yang dapat mereka berikan hingga akhirnya mereka mulai “berdagang”,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ahmad Badreddin mengatakan kerja sama antara para ulama dan politikus inilah yang kerap memicu terciptanya 1.000 aliran agama, meski menurutnya tidak ada yang namanya aliran “Islam Qatari ataupun Islam Suriah.”
Ahmad Badreddin tetap yakin hanya ada satu Islam.
Saat berbicara mengenai kekayaan yang dimiliki institusi agama modern, Ahmad Badreddin mengungkapkan dirinya lebih memilih untuk menjual seluruh lampu gantung kristal, segala benda mahal dan emas yang ia temui di berbagai masjid dan menggunakan uang hasil penjualannya untuk membantu keluarga tak mampu, tuna wisma dan para janda.
“Saya yakin, hal semacam ini jauh lebih baik ketimbang kita terus menghiasi dan mempercantik tempat ibadah,” tambahnya.
Memerangi Islam Radikal
Mengomentari tindakan apa saja yang telah dilakukan untuk memerangi Islam radikal, Ahmad mengatakan semua hanyalah omomh kosong yang tak memberikan hasil apapun.
Dia yakin, alasan dibalik ini semua adalah kurangnya kebersamaan di antara para ulama serta keengganan mereka untuk mengurangi perpecahan antar umat.
“Ketika para ulama mampu berpikir secara dewasa. Ketika mereka memiliki filosofi dan pesan yang harus disampaikan pada umat, bukan hanya sekedar jabatan, saat itulah kita mampu memberikan solusi atas masalah (Islam radikal) ini,” Ahmad mengatakan.
Sebagai informasi, Ahmad Badreddin Hassoun telah kehilangan putranya dalam konflik internal yang melanda Suriah sejak tahun 2011 silam.
Waktu itu, tepatnya tanggal 10 Oktober 2011, sekelompok militan bersenjata menembak putra Ahmad Badreddin dan seorang profesor Aleppo University.
- Source : sputniknews.com