www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

Dubes Arab Menghargai UIN Jogja Soal Larangan Cadar, Mengapa Masih Ada Yang Ribut?

Penulis : Saefudin Achmad | Editor : Indie | Senin, 12 Maret 2018 14:07

Islam melarang umatnya untuk berlebih-lebihan, bahkan dalam hal beribadah. Nabi Muhammad tidak suka ketika melihat orang yang shalat sunnah hingga ribuan raka’at sampai kepayahan. Nabi juga tidak suka dengan orang yang berpuasa terus-menerus tanpa berbuka. Nabi tidak suka terhadap sesuatu yang berlebih-lebihan. Ajaran ini nampaknya pas untuk menggambarkan sebagian kelompok umat Islam yang berlebihan dalam beragama sampai tidak paham mana yang ajaran Islam, mana yang budaya Arab. Apa yang datang dari Arab seolah-olah ajaran agama. Begitu anggapan kelompok yang berlebihan dalam beragama.

Soal cadar, bisa diakatakan juga termasuk berlebihan dalam hal agama. Aurat wanita menurut ajaran Islam adalah wajah dan telapak tangan dihadapan yang bukan mahram. Saya rasa ini aturan yang jelas. Lalu mengapa kemudian sebagian muslimah justru menutupi wajah dan hanya terlihat matanya? Bukankah ini berlebihan?

Perdebatan soal cadar sebenarnya sudah selesai. Pada intinya silahkan yang mau memakau cadar apa tidak. Boleh-boleh saja. Tapi kebebasan itu terbatas. Kebebasan memakai cadar maupun tidak memakai cadar akan dibatasi oleh aturan-aturan yang mungkin saja ditetapkan oleh sebuah lembaga pendidikan.

Sebuah lembaga pendidikan yang mewajibkan siswinya memakai cadar, maka yang sebelumnya tidak bercadar menjadi wajib bercadar jika dia ingin masuk ke lembaga pendidikan tersebut. Aturan di lembaga pendidikan tersebut bukan berarti mewajibkan apa yang tidak diwajibkan oleh agama. Bukan! Ini hanya aturan yang sifatnya lokal dan temporal yang hanya berlaku untuk siswi di lembaga pendidikan tersebut. Jika ada wanita yang tidak mau memakai cadar di sekolah tersebut, silahkan tidak usah mendaftar di sekolah tersebut. Saya rasa ini enak.

Sebaliknya, jika ada lembaga pendidikan yang melarang siswi atau mahasiswinya memakai cadar, maka yang sebelumnya memakai cadar halus melepas cadarnya jika memang ingin belajar di lembaga pendidikan tersebut. Aturan larangan cadar yang ditetapkan di lembaga pendidikan tersebut bukan berarti melarang perintah agama. Bukan sama sekali. Apalagi cadar juga bukan perintah agama, namun hanya budaya. Bagi siswi atau mahasiswi yang tidak mau melepas cadar, silahkan tidak perlu masuk ke lembaga pendidikan tersebut. Saya rasa ini sikap yang baik.

Maka dari itu, seharusnya tidak perlu ribut-ribut dengan kebijakan laranangan memakai cadar yang diterapkan di UIN Jogja. Komnas HAM, MUI, Ormas, atau siapapun tak perlu ribut-ribut. Itu urusan internal kampus.

Senada dengan KH. Said Aqil, Dubes Arab yang notabene sudah biasa bertemu dengan wanita-wanita bercadar pun menghargai keputusan UIN Jogja.

Kerajaan Arab Saudi menyatakan menghormati aturan penggunaan cadar yang ada di Indonesia terutama terkait adanya larangan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dikatakan Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia, Osama Mohammed Al-Shuibi, usai memberikan kuliah umum di Universitas Airlangga Surabaya, jika benar ada aturan itu tentu merupakan hak dan kebijakan internal dari Indonesia.

Bahkan menurutnya, jika aturan tersebut diterapkan Pemerintah Indonesia pada warga asing, tentu harus mengikuti aturan. Namun dia menekankan, Indonesia merupakan teladan yang baik dalam penerapan dan pengamalan ajaran Islam.

Saya rasa sekarang semakin jelas duduk perkaranya. Dubes Arab bahkan menegaskan jika ada mahasisiwi asing yang memakai cadar pun wajib mematuhi aturan tersebut jika memang ingin belajar di UIN Jogja. Dubes Arab yang notabene berasal dari wilayah asal muasal budaya cadar juga tidak tersinggung bahkan menghargai kebijakan di UIN Jogja. Lalu mengapa masih saja ada sebagian kelompok umat Islam yang meributkan ini?

Bagi saya ini adalah kelompok yang berlebihan dalam beragama. Saking berlebihannya, mereka menganggap apa yang datang dari Arab adalah ajaran Islam. Bagi mereka cadar adalah ajaran Islam. Padahal, bagi warga Arab sendiri, cadar bukanlah ajaran Islam, melainkan budaya. Oleh sebab itu, Dubes Arab menghargai kebijakan UIN Jogja, toh kebijakan tersebut tidak melangar perintah agama.

Selain berlebihan dalam beragama, penolakan sebagian kelompok Islam adalah bentuk upaya mempertahankan eksistensi diri. Cadar membuat eksistensi mereka diakui. Mereka ingin mengidentikan diri sebagai wanita-wanita muslimah yang ghirah beragamanya sangat tinggi. Sayangnya, pemahaman yang sempit membuat mereka memaknai kesalehan seorang muslimah hanya dilihat dari simbol, yaitu jilbab besar dan cadar.


Berita Lainnya :

Sumber:

https://www.merdeka.com/peristiwa/soal-aturan-bercadar-di-kampus-uin-yogya-ini-kata-dubes-arab-saudi.html?utm_source=Homepage&utm_medium=Kolom%20Tengah&utm_campaign=Homepage%20Choice&utm_content=Artikel-4&utm_term=tag-priority:%20Larangan%20Bercadar


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar