Tuhan dan teknologi: Adanya internet mengurangi fundalisme keagamaan?
Jika kamu pernah bertanya-tanya bagaimana penggunan internet secara terus menerus dapat mempengaruhi komitmen seseorang terhadap kepercayaan agamanya, ini dia jawabannya.
Dalam sebuah perdebatan yang saat ini diperbincangkan, orang-orang berargumen apakah semua hal digital ini telah mengubah prinsip masyarakat kita, atau jika semua perubahannya murni sebagai pemanis. Sebuah studi baru yang dilakukan oleh Paul K. McClure dari Universitas Baylor memberikan pandangan menarik mengenai penggunaan internet dengan cara mempelajari bagaimana penggunaan ini mempengaruhi kepercayaan agama seseorang.
Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Study of Religion, McClure melaporkan sebuah survey yang dilakukan diseluruh negeri, di AS, yang melibatkan 1.174 responden dewasa. Dalam survey tersebut, McClure menanyakan beberapa orang mengenai penggunaan internet dan kepercayaan mereka terkait agama.
“Dalam hidup saya sendiri, Saya memperhatikan adanya dampak drastic bahwa teknologi dalam 20 tahun terakhir telah mengambil kehidupan sosial kita, membuat saya mulai bertanya-tanya, bagaimana penggunaan internet ini mampu mempengaruhi kepercayaan, praktek dan berbagai institusi keagaam?” McClure mengatakan.
“Kita tahu, sebagai contoh, bahwa teknologi internet telah merubah politik, bisnis, hubungan dan perhatian, namun hanya segelintir orang yang menulis mengenai dampak internet terhadap agama.”
Hasilnya bahwa penggunaan internet yang berlebihan tidak membuat orang menjadi kurang religius, jika kita membicarakan mengenai seluruh aktivitas keagamaan. Mereka yang sebelumnya terlibat dalam berbagai aktivitas keagamaan, terus terlibat dalam segala aktivitasnya sampai sekarang. Bisa dibilang, itu karena seluruh aktivitas keagamaan itu lebih cenderung menjadi bagian budaya, tradisi dan kebiasaan seseorang, dibanding agama sebagai kepercayaan.
Namun jika kita berbicara mengenai agama sebagai alat pembelajaran atau dogma, maka kepercayaan akan agama yang sementara mulai menghilang dengan jelas.
“Saya berpendapat bahwa penggunaan internet mendorong adanya sikap tertentu yang membuat suatu individu merasa bahwa mereka tak lagi terikat pada institusi atau dogma agama.” McClure mengatakan dalam sebuah wawancara untuk PsyPost.
Semakin tidak terindoktrinasi erat kaitannya dengan semakin sedikitnya “eksklusivitas keagamaan” yang membuat orang-orang berpikir bahwa mereka tak lagi menjadi bagian dari suatu agama yang dianggapnya benar tapi juga menghilangkan anggapan kalau agama lainnya itu salah,
“Saya juga menemukan bahwa para individu yang banyak menghabiskan waktunya online, nampak menjadi tidak terlalu fanatik terhadap suatu agama, atau dalam kata lain mereka berpikir kalau tak hanya ada satu agama yang benar di luar sana,” McClure menjelaskan.
Ketersediaan informasi yang semua ada pada ujung jari Anda membuat masyarakat belajar lebih banyak tentang berbagai agama sebelum memutuskan jika mereka mau memeluk suatu agama, studi tersebut mengatakan.
“Dewasa ini, mungkin karena sebagian besar dari kita menghabiskan waktunya untuk online, kita jadi lebih memahami partisipasi kita dalam hal keagamaan sebagai agen bebas yang dapat berpikir dengan berbagai gagasan keagamaan, bahkan agama yang berbeda dan bertentangan sebelum kita memutuskan bagaimana cara kita menjalani hidup,” McClure menjelaskan.
Menariknya, penggunaan televise memiliki dampak sebaliknya: meskipun nampaknya afiliasi keagamaan tidak membahayakan masyarakat, para keterlibatan responden dalam segala aktivitas keagamaan menjadi berkurang (mungkin karena mereka tidak ingin kelewatan episode baru dalam acara favoritnya dan siapa juga yang bisa menyalahkan mereka?)
“Harapan saya adalah artikel saya dapat membantu kita untuk mulai berpikir tentang bagaimana teknologi dapat mengubah kita,” McClure menjelaskan. “Kita biasanya berpikir tentang apa yang dapat kita lakukan dengan adanya teknologi untuk mengembangkan hidup kita, yang mana taka da yang salah dengan hal tersebut, namun saya berharap kalau artikel ini bisa menunjukkan bahwa internet juga bisa bekerja di balik layar dan secara perlahan mempengaruhi cara kita melihat dunia dan memahami agama.”
Sayangnya, studi ini didasari pada data di tahun 2010 yang saat ini bisa dibilang tak berlaku lagi, dan McClure menyadari fakta tersebut. Di tahun 2014, ketika dia memulai studinya, data dari tahun 2010 dinilai relatif masih baru, namun internet secara alami telah mengalami perubahan besar sejak saat pertama kali dia memulai studinya, dan hasil dari studinya sebaiknya dipahami sebagai indikasi kecenderungan umum.
“Nampaknya teknologi bergerak lebih cepat dibanding ilmu pengetahuan,” McClure mengatakan.
- Source : sputniknews.com