www.zejournal.mobi
Selasa, 31 Desember 2024

ISIS adalah dalih untuk kembali merampok Libya

Penulis : Moon of Alabama | Editor : Samus | Rabu, 23 Maret 2016 17:23

Saat ini ada dua pemerintahan di Libya. Pemerintahan “moderat Islam” di Tripoli dan yang satunya di timur, Tobruk. Pemerintahan timur ini diakui secara internasional dan bersifat “sekuler”, namun juga didukung oleh beberapa kelompok Salafi. Kedua pemerintahan ini memiliki parlemen mereka sendiri dan berbagai milisi pendukung. Di sepanjang perbatasan antara barat dan timur ini ISIS yang dipimpin oleh beberapa kader dari Irak dan Suriah telah mengambil pijakan di Sirte. ISIS sedang merekrut pengikut dari wilayah Afrika utara dan bergerak untuk mengambil alih ladang minyak di dekatnya untuk membiayai ekspansinya lebih jauh.

Pihak “barat” khawatir mengenai perkembangan ini dan ingin campur tangan dengan menggunakan kekuatan militer. Pasukan khusus dari beberapa negara sudah berada di lapangan. Tapi kedua pemerintahan dan perlemen mereka tidak menginginkan adanya intervensi asing tersebut.

PBB atau seseorang mencetuskan sebuah ide untuk membentuk pemerintahan ketiga yang seharusnya menggantikan kedua pemerintahan yang sudah ada. Tugas dari pemerintahan ketiga ini adalah untuk “mengundang” pasukan-pasukan asing dan menyetujui apapun yang akan mereka lakukan. Pemerintah ketiga ini kini didirikan di Tunisia dan tidak memiliki kekuatan apapun di tanah Libya:

Tidak ada jaminan bahwa faksi-faksi lain akan mundur. Jadi apa artinya perang antara dua pemerintah yang saling bersaing dan didukung oleh para milisi yang beresiko menjadi peperangna antara tiga pemerintah yang bersaing, tidak ada yang mengakui satu sama lain.

Tentu saja pihak Libya membenci ide untuk memberlakukan sebuah pemerintahan oleh pihak asing. Mereka mungkin akan melawan setiap kekuatan ketiga yang mencoba untuk merebut kedaulatan mereka. Dengan dihadapkan dengan sebuah pemerintah bentukan pihak asing dan pasukan militer asing, lebih banyak orang-orang Libya akan bergabung dengan ISIS untuk melawan para penyusup. Kepicikan dari PBB dan pemerintah Barat mengenai masalah ini sangat mengkhawatirkan.

Namun masih banyak yang dapat menghasilkan uang di Libya dan terutama pemerintah Perancis dan Inggris yang tetap ingin merampok negara tersbut. Rencana mereka memerlukan kekuatan militer di lapangan. “Otak” dan pendana utama di balik semua ini tampaknya menjadi salah satu tokoh yang sudah dikenal.

Sebuah artikel dalam Times of Malta menjelaskan beberapa hubungan politik-bisnis yang menkjubkan di balik layar:

Sebuah operasi militer besar gabungan dari pasukan-pasukan asing sedang berupaya untuk mengatasi ISIS dan menginstal sebuah pemerintah yang didukung PBB, namun dengan cara yang lusuh yang dipakai untuk menjalankan operasi ini telah bersama-sama membawa resiko bahwa ini akan menjadi bumerang kepada semua pihak.

Pertama-tama, ada situasi yang aneh dimana dubes Inggris di Libya, Peter Millett menerima perintah dari utusan Inggris untuk Libya, Jonathan Powell, seorang kontraktor FCO. Ya, orang yang sama yang, bersama dengan mantan perdana menteri Tony Blair menengahi kesepakatan dengan Muammar Ghaddafi untuk mengakhiri isolasi kediktatorannya satu dekade lalu – dan memicu Blair berkonsultasi dengan tiran yang sama setelah perdana menteri tersebut tidak lagi menjabat.

Di antara penerima manfaat lain dari pembukaan baru dari kediktatoran Ghaddafi ini adalah sebuah kontrak pengembangan properti besar yang diberikan oleh tidak lain selain saudara Powell sendiri, Lord Charles Powell, yang juga terkait dengan beberapa jutawan Arab yang berbasis di London. Yang membuatnya lebih dari seorang kerabat dekat dari pihak yang berkepentingan.

Libya dibanjiri oleh persenjataan dan amunisi dai semua jenis dan diperjual belikan di pasar terbuka. Dengan uang yang cukup seseorang dapat membeli sebuah senjata-senjata anti-tank atau senjata anti-pesawat yang siap dipasangkan pada kendaraan-kendaraan pick-up Toyota yang berada di mana-mana. Namun Inggris juga ingin menjual, bukan membeli persenjataan:

Millett mengungkapkan bahwa ia ingin menjual lebih banyak senjata di Libya – tetapi hanya terhadap milisi yang “tepat”, yaitu orang-orang yang mendukung pemerintah baru dukungan PBB atas kemauan nasional (GNA).

GNA ini, dirangcang untuk menggantikan dua pemerintah yang berperang di Libya, di Tripoli dan Tobruk, adalah landasan dari kebijakan pihak Barat di Libya, yang dirancang untuk menyatukan negara dan melawan ISIS. Oleh karena itu persenjataan harus disebarkan lebih banyak.

Millett menegaskan bahwa persenjataan hanya akan diberikan kepada milisi yang “tepat”, sebuah pengulangan perkataan dari sebuah pernyataan Barat mengenai dukungan bagi teroris “yang tepat” di Suriah dalam perang melawan ISIS.

Sekarang telah datang bagian bisnis yang nyata dengan bagian-bagian yang paling berharga, aset-aset Otoritas Investasi Libya yang bernilai $65 milyar. Kekayaan ini dimiliki oleh rakyat Libya tetapi siapapun yang mengendalikannya dapat menyedot banyak uang:

Banyak konsekuensi buruk dari langkah yang gegabah untuk menciptakan pemerintah ketiga bagi Libya akan terasa di Malta, di mana pertempuran komersial antara kedua pemerintah Libya saat ini atas kontrol dari perusaahn yang berkantor pusat di sini – dan juga dalam waktu dekat akan memiliki sebuah pemerintah persatuan yang juga akan memperebutkan kekuasaan tersebut.

Pertempuran pengadilan Valleta atas perusahaan telekomunikasi publik LPTIC menyoroti perpecahan yang rumit dan sebuah pergumulan baru sedang berlangsung untuk menguasai Libyan Investment Authority (LIA), kantor yang ditunjuk oleh pemerintah Tobruk yang terletak di Malta.

For now, pertempuran LIA ini berlangsung di London namun dengan lika-liku yang aneh kasus ini pekan lalu secara kontroversial dihentikan atas saran dari Kantor Menteri Luar Negeri Inggris.

Hakim yang membuat putusannya, yang mencegah agar kedua pemeirntahan Libya saat ini tidak dapat mendapatkan aset senilai $65 milyar, tidak lain adalah William Blair, kakak dari Tony Blair.

Tidak usah ditanyakan lagi apakah Tony Blair mengupayakan LIA ini pada tahun-tahun terakhir Ghaddafi.

Konflik kepentingan?

Nah, Anda dapat memikirkannya sendiri. Namun bagi saya ini tampak seperti sebuah kudeta yang sedang direncanakan, kali ini dengan memperkenalkan pemerintah ketiga yang akan benar-benar akan dikuasai oleh pihak asing. Semua ini bukanlah untuk “memerangi ISIS” tetapi agar Tony Blair dan pihak-pihak lainnya mengendalikan dan merampok aset apapun yang ada di Libya. (Bagaimana, apakah Clinton Foundation terlibat dalam hal ini?)

Saya tidak dapat membayangkan satu hasil positif pun dari perampokan yang diupayakan dengan kedok untuk memerangi ISIS bagi rakyat Libya. Atau bagi rakyat dari negara-negara yang para kaum elitnya sedang bergerang untuk berperang di Libya.


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar