www.zejournal.mobi
Selasa, 24 Desember 2024

Mengapa Rusia menginvasi Ukraina dan apa yang diinginkan Putin dengan 'operasi militer khusus'?

Penulis : Paul Kirby | Editor : Anty | Jumat, 25 Februari 2022 12:50

Selama berbulan-bulan Presiden Rusia , Vladimir Putin, membantah berencana menyerang Ukraina. Namun, pada Kamis (24/02), Putin mengumumkan peluncuran "operasi militer khusus" di wilayah Donbas, Ukraina bagian timur.

Pengumuman yang disiarkan secara langsung melalui siaran televisi itu disusul oleh berbagai laporan mengenai sejumlah ledakan di Ibu Kota Ukraina, Kiev, dan daerah-daerah lainnya di negara tersebut.

Aksi Putin mengemuka beberapa hari setelah dia menyingkirkan kesepakatan damai dan memerintahkan pasukannya ke dua wilayah separatis di Ukraina guna "mempertahankan perdamaian".

 

Rusia telah mengerahkan sedikitnya 200.000 prajurit dekat perbatasan Ukraina selama beberapa bulan terakhir.

SUMBER GAMBAR,BBC

Di mana pasukan Rusia dikirim?

Beragam laporan menyebutkan iring-iringan pasukan dan tank telah memasuki Ukraina dari semua penjuru. Salah satu konvoi bahkan melintasi Belarus di utara, mengarah ke Ibu Kota Ukraina, Kiev.

Pasukan penjaga perbatasan Ukraina (DPSU) telah merilis sejumlah foto yang menunjukkan pergerakan konvoi militer Rusia ke bagian selatan Ukraina dari Semenanjung Krimea yang dicaplok Moskow pada 2014 lalu.

DPSU mengatakan pasukan Rusia melepaskan tembakan-tembakan artileri yang disusul dengan pengerahan berbagai kendaraan militer.

Ukraina juga melaporkan pasukan Rusia telah bergerak dari bagian timur. Foto-foto satelit memperlihatkan pasukan Rusia ditempatkan di wilayah Donetsk yang dikuasai kubu separatis.

Apa masalah Putin dengan Ukraina?

Rusia telah lama menolak kedekatan Ukraina dengan institusi-institusi Eropa, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), serta Uni Eropa.

Baru-baru ini, Putin mengeklaim Ukraina adalah boneka Barat dan tidak pernah menjadi sebuah negara yang layak.

Dia mendesak Barat memberi jaminan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, militer Ukraina dilucuti, dan Ukraina menjadi negara netral.

Sebagai bekas negara anggota Uni Soviet, Ukraina punya jalinan sosial dan budaya yang erat dengan Rusia. Bahasa Rusia pun banyak digunakan di Ukraina. Namun, sejak Rusia menginvasi pada 2014 lalu, hubungan kedua negara menjadi regang.

 

Bagaimana dengan dua wilayah separatis?

Pada 2014, wilayah Donetsk dan Luhansk dikuasai kubu separatis pro-Rusia. Namun, baru-baru ini Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan dekrit berisi pengakuan terhadap Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka.

Konsekuensinya, pasukan Rusia bisa ditempatkan secara resmi di sana dan pemerintah Rusia bisa membangun pangkalan militer.

Dengan menempatkan pasukan Rusia di kedua wilayah itu, risiko terjadinya perang terbuka semakin tinggi.

Apalagi Rusia telah menuduh Ukraina melakukan "genosida" di bagian timur serta memberikan lebih dari 700.000 paspor di kawasan Donetsk dan Luhansk. Sehingga aksi menyerang Ukraina akan dianggap dibenarkan demi melindungi rakyat.

Seberapa jauh langkah Rusia?

Secara teori, Rusia bisa saja menyapu Ukraina dari timur, utara, dan selatan guna menyingkirkan pemerintah Ukraina yang terpilih secara demokratis.

Rusia juga bisa mengerahkan pasukan dari Krimea, Belarus, dan perbatasan di bagian timur.

Namun, Ukraina telah membangun Angkatan Bersenjata mereka selama beberapa tahun terakhir. Militer Ukraina juga sudah merekrut ratusan ribu orang untuk bergabung dengan pasukan cadangan.

Pejabat militer Amerika Serikat, Mark Milley, menilai besaran pasukan Rusia akan membuat konflik di kawasan padat permukiman "mengerikan".

Pasukan Rusia ditempatkan di lapangan udara dekat perbatasan Belarus-Ukraina

Putin juga punya pilihan lain: menerapkan larangan terbang atau memblokade pelabuhan-pelabuhan Ukraina, atau menempatkan senjata nuklir di Belarus, tetangga Ukraina.

Dia pun bisa melancarkan serangan siber. Laman-laman resmi pemerintah Ukraina tidak berfungsi pada Januari dan bank-bank terbesar Ukraina mengalami serangan siber pada pertengahan Februari.

Apa yang diinginkan Putin?

Rusia membuat tonggak sejarah ketika mengultimatum NATO dan menuntut agar tiga permintaan dipenuhi.

Pertama, Rusia ingin ada jaminan hukum bahwa NATO tidak akan menerima keanggotaan lagi.

"Bagi kami, benar-benar harus ada kewajiban untuk memastikan Ukraina tidak akan pernah menjadi anggota NATO," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov.

Putin menegaskan bahwa Rusia "tidak akan mundur ke mana-mana - apa mereka pikir kami hanya duduk diam?"

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berada di garis depan.

Pada 1994, Rusia menandatangani kesepakatan untuk menghormati kemerdekaan serta kedaulatan Ukraina.

Akan tetapi, tahun lalu Putin merilis tulisan panjang yang menyebut bangsa Rusia dan Ukraina adalah "satu bangsa". Dia juga mengeklaim negara modern Ukraina diciptakan seutuhnya oleh komunis Rusia.

Dia memandang kolapsnya Uni Soviet pada Desember 1991 sebagai "disintegrasi Rusia yang sarat sejarah".

Putin menekankan bahwa jika Ukraina bergabung dengan NATO, pakta pertahanan tersebut akan mencoba balik menduduki Krimea.

Tuntutan Putin lainnya adalah NATO tidak akan menempatkan "senjata penyerang dekat perbatasan Rusia". Kemudian NATO harus melucuti semua infrastruktur dan pasukan dari negara-negara yang bergabung dengan pakta pertahanan sejak 1997.

Negara-negara tersebut mencakup negara di kawasan Eropa Tengah, Eropa Timur, dan Balkan. Intinya, Rusia ingin NATO kembali ke perbatasan sebelum 1997.

Apa kata NATO?

NATO adalah pakta pertahanan yang punya kebijakan pintu terbuka bagi anggota baru. Seluruh 30 negara anggota NATO juga berkeras kebijakan itu tidak akan berubah.

Presiden Ukraina telah meminta "kerangka waktu yang jelas dan terukur" untuk bergabung dengan NATO. Tapi perlu waktu yang sangat lama untuk mewujudkan hal itu, sebagaimana ditegaskan kanselir Jerman.

Tuntutan Rusia bahwa harus ada anggota NATO yang melepaskan keanggotaannya jelas tidak mungkin terjadi.

Namun, dari sudut pandang Putin, Barat telah mengingkari janji pada 1990 bahwa NATO tidak akan bergerak "seinci pun ke Timur".

Janji itu dibuat sebelum Uni Soviet kolaps, sehingga janji kepada Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev saat itu merujuk ke Jerman Timur dalam konteks reunifikasi Jerman.

Belakangan Gorbachev mengatakan "topik ekspansi NATO tidak pernah didiskusikan" kala itu.


Berita Lainnya :


- Source : www.bbc.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar