www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

Prajurit Ukraina Itu Teriak 'Slava Ukraini!' Sebelum Dieksekusi Brutal Rusia

Penulis : Ian - Publica News | Editor : Anty | Sabtu, 11 Maret 2023 11:12

Kiev - Prajurit itu berdiri di atas parit perlindungan di Bakhmut, Ukraina timur. Di mulutnya terselip rokok. Dia kemudian berteriak 'Slava Ukraini!' Jayalah Ukraina.

Seketika peluru dari senapan serbu memberondongnya. Tubuh sang prajurit langsung melorot ke tanah. Ia tewas. Sebuah suara dalam bahasa Rusia terdengar mengumpat, "Sdokhni suka". Artinya, maaf, "Matilah kau jalang".

Video 12 detik eksekusi tentara Rusia terhadap prajurit Ukraina itu mengundang kemarahan dunia. "Kami akan menemukan para pembunuhnya," Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan, seperti dikutip Reuters, Selasa (7/3) malam.

Tagar #GolryToUkraine dengan cepat menjadi trending topic Twitter dunia, berdampingan dengan #HeroyamSlava atau Kemuliaan bagi Pahlawan.

Prajurit pemberani itu adalah Tymofiy Mykolayovych Shadura dari Brigade Mekanik Terpisah ke-30 yang bertugas di garis depan front Bakhmut. Ia dikabarkan menjadi tawanan Rusia sejak 3 Februari lalu, di tengah pertempuran sengit dalam beberapa bulan terakhir.

Ukraina menuntut Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki rekaman mengerikan tersebut.

“Video mengerikan dari tawanan perang Ukraina yang tidak bersenjata yang dieksekusi oleh pasukan Rusia hanya karena mengatakan 'Kemuliaan bagi Ukraina'. Ini bukti lain bahwa perang ini adalah genosida," Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menciak lewat akun @DmytroKuleba.

Kuleba menegaskan bahwa membunuh tawanan perang (POW-Prisoner of War) adalah kejahatan perang. "Mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan semacam itu akan menghadapi hukuman," ia menegaskan.

Ukrina belum bisa mengambil jenazah Tymofiy Shadura karena perang masih berkecamuk hebat di Bakhmut.

Tidak dijelaskan kapan eksekusi terhadap Shadura berlangsung. Kementerian Pertahanan Rusia tidak menjawab permintaan komentar media-media.

Jaksa Agung Ukraina Andriy Kostin mengatakan bahwa Dinas Keamanan telah mendaftarkan penembakan itu sebagai kasus kriminal di bawah hukum perang. "Bahkan perang memiliki hukumnya sendiri," ia mengingatkan.

Menurutnya, Kremlin telah mengabaikan secara sistematis hukum internasional. "Pembunuhan ini adalah bagian dari kebijakan teror yang disengaja oleh Rusia," kata Kostin.

Tentara Rusia sering digambarkan menyiksa, memperkosa penduduk, dan membunuh tawanan perang tanpa ampun. Juli 2022 lalu, misalnya, beredar video seorang tentara Ukraina yang ditangkap sedang dikebiri oleh pasukan Rusia di wilayah Donbas yang diduduki.

Teror tersebut tak menyurutkan nyali Ukraina untuk melawan invasi Rusia. Kepada BBC, adik perempuan Shadura mengatakan bangga atas keberanian sang kakak.

"Dia tidak pernah menyembunyikan kebenaran dalam hidupnya dan tentu saja tidak akan melakukannya di depan musuh," ujarnya. 


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar