Oknum MPR Bertingkah, Percepat Sita Aset Para Obligor
Seperti diduga, sebagian pengemplang BLBI akan melakukan aksi perlawanan ketika pemerintah menuntut mereka membayar atau mengembalikan hak rakyat itu. Dana yang besarnya Rp 100 triliun lebih itu memang murni uang rakyat dari penerimaan pajak. Dan harus dikembalikan.
Para pengemplang yang tidak bermaksud baik, dapat terlihat dari tidak adanya upaya mereka untuk membayar. Padahal sudah belasan tahun, sejak dana itu mereka terima pada 1998 silam. Mereka memang diuntungkan oleh pemerintahan pasca-reformasi yang hanya beberapa tahun lamanya, sehingga tidak bisa konsentrasi penuh menagih uang rakyat itu.
Tapi SBY yang mantap berkuasa selama 10 tahun (2004 - 2014), mestinya leluasa menagih piutang tersebut. Andaikata saja dulu SBY punya strategi dan perencanaan yang brilian sebagaimana lazimnya seorang jenderal TNI, bisa saja dia melakukan apa yang saat ini dimainkan oleh Presiden Jokowi.
Pada periode pertamanya, Jokowi mengamati dan memetakan masalah-masalah yang akan dia pecahkan. Pada periode kedua, karena merasa tidak memilik beban lagi untuk pilpres, dia benar-benar bergerak. Di antaranya, dia dengan dingin menggebuk ormas-ormas intoleran radikalis yang cuma menjadi bencana bagi kemanusiaan (bangsa Indonesia).
Sayang sekali. Andaikata Jokowi bisa menjabat tiga periode, maka pada periode "terakhir" ini dia akan fokus membungkam oknum-oknum penceramah agama radikal. Sebab pada dasarnya sosok dan mulut merekalah yang menjadi sumber malapetaka. Dengan giatnya para oknum ini menghasut pendengarnya, menyebarkan berita-berita dusta, fitnah hoaks, sambil memutar balik ayat-ayat agama.
Soeharto sendiri selama 32 tahun telah melakukannya. Karena dia sadar bahwa jika oknum-oknum penjaja agama itu dibiarkan bebas bergentayangan, NKRI hanya sejarah: terpecah menjadi beberapa negara, seperti terjadi pada Yugoslavia yang kini menjadi beberapa negara semacam Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Makedonia, Slovenia, Serbia, dll.
Maka pemerintah yang akan datang harus sadar bahwa tugasnya di masa depan sangat berat, yakni meneruskan dan menuntaskan pekerjaan-pekerjaan Jokowi yang terasa mustahil dilakukan presiden-presiden pasca- Soeharto. Dengan kata lain, Pilpres 2024 menjadi pertaruhan besar bagi bangsa ini. Apakah ingin melaju menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa terkemuka lainnnya, atau malah terjerembap seperti Afghanistan?
Masalah kedua yang sedang dituntaskan Jokowi adalah mengembalikan uang negara yang sempat dikucurkan ke sejumlah pengusaha dan bankir. Sialnya, ada beberapa di antara mereka yang menganggap itu "hibah" pemerintah? Enak saja. Bodoh silakan, tetapi uang yang kau pinjam itu bukan sedikit. Dan yang namanya hutang harus dibayar.
Berbagai cara dilakukan para debitor/obligor curang tersebut supaya uang rakyat yang mereka umpetin itu aman bersama mereka selamanya. Pertama mereka ingin supaya pemerintah Jokowi tumbang atau tidak bernyali. Maka diduga ada oknum debitor yang aktif mendompleng aksi-aksi demo besar, dengan menitip pesan "Jokowi mundur".
Tentang aksi-aksi demo yang tujuan utamanya menyasar Jokowi ini sudah bukan rahasia umum lagi. Otak yang ada di baliknya pastilah para donatur yang sekarang terkenal dengan istilah "bohir".
Para bohir ini tidak nyaman dengan pemerintah ini, karena mungkin bisnis tipu-tipu mereka tidak kondusif. Maka belajar dari situasi saat ini, mereka kini hendak memajukan sosok yang hanya sekelas bebek lumpuh untuk jadi capres. Persetan dengan nasionalisme yang ternyata selama ini cuma retorika saja.
Dan kini sepertinya ada trend baru, yakni dengan memanfaatkan status sebagai anggauta MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)?
Dugaan ini karena Fadel Muhammad, anggota MPR fraksi utusan daerah (kelompok DPD) tiba-tiba saja menyerang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Fadel mendesak Presiden Jokowi memberhentikan Sri Mulyani. Penyebabnya karena anggaran untuk MPR dikurangi.
Padahal alasan menkeu menempuh kebijakan ini sangat jelas dan teramat masuk akal, sebab kondisi keuangan negara sedang "tipis" karena terkuras penanganan covid-19.
Awalnya kita sebagai rakyat kaget juga ketika MPR mengeluhkan soal anggaran yang dipotong ini. Anggota MPR, yang sehari-hari berstatus DPR dan DPD, padahal diguyur uang yang jumlahnya sangat menggiurkan. Apalagi rata-rata para anggota legislatif itu memiliki sumber lain, seperti artis, pengusaha dll.
Maka apapun rumusnya, tidak akan ada anggota MPR yang jatuh miskin apabila anggaran dipotong oleh negara. Apalagi pemotongan itu untuk sesuatu yang jauh lebih urgen, yakni disalurkan untuk kepentingan ratusan juta rakyat Indonesia, khususnya di masa pandemi ini. Maka sangat memuakkan ketika oknum yang juga salah satu pimpinan MPR itu menuntut Menkeu Srimul dipecat gara-gara memotong anggaran MPR.
Sri Mulyani memang bukan sembarangan menkeu. Bukan omong-kosong jika dia dinobatkan jadi menkeu terbaik sedunia. Sosok bermutu tinggi hanya bisa bermanfaat di pemerintahan yang berkualitas pula. Di pemerintahan kaleng-kaleng semacam SBY, Srimul justru terdepak.
Di atmosfer pemerintahan Presiden Jokowi, Sri Mulyani bisa dengan leluasa membuktikan dirinya, termasuk dengan berani menagih uang rakyat yang dulu dikucurkan Soeharto lewat BLBI. Tidak heran jika kini banyak oknum yang gerah dengan Srimul. Belum lama ini dia dtuntut pecat oleh Fadel Muhammad, yang ternyata juga masuk blok BLBI. Kabarnya doi memiliki kewajiban sebesar Rp 136 miliar pada negara?
Ketika aksi-aksi demo yang dikelola para bohir mentok, bukan tidak mungkin para oknum pengemplang itu melirik cara baru? Seperti kini ada selentingan oknum MPR yang juga pengemplang BLBI itu mengancam menggerakkan lembaganya itu untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa jika presiden tidak memecat menteri yang lancang memotong anggaran bagi mereka itu?
Sepertinya memang kondusif mengingat pucuk pimpinan lembaga tertinggi itu kini jadi "jongos" si Gabener di Formula E?
Maka, pemerintah sebaiknya menjadikan momen seperti ini untuk semakin cepat dan tegas menarik uang itu dari pengutang nakal. Sebab jika memperhatikan gelagat yang ditunjukkan oknum-oknum, sepertinya memang tidak ada niat baik untuk mengembalikan uang rakyat itu. Mereka tampaknya hanya menunggu pemerintah berganti supaya uang itu abadi di kantong mereka.
- Source : seword.com