www.zejournal.mobi
Selasa, 19 November 2024

Diterpa Isu Kudeta, Bukti Internal Partai Demokrat Makin Ngenes, dan AHY Malah Baperan

Penulis : Fery Padli | Editor : Anty | Kamis, 04 Februari 2021 10:42

Partai Demokrat merupakan salah satu Parpol yang pernah berkuasa. Kader sekaligus pendiri partai ini, SBY pernah dua kali jadi presiden.

Sementara Partai Demokrat sendiri, pada Pemilu 2009 lalu memperoleh suara yang cukup tinggi, yakni 20,4 persen dari total suara nasional. Serta memperoleh 26,4 persen kursi di DPR atau 150 kursi.

Artinya apa? Partai ini dulunya pernah begitu berjaya. Sehingga mampu menyalip dominasi partai lainnya, PDIP dan Golkar.

Tapi ternyata, Partai Demokrat tidak ubahnya seperti Sinta dan Jojo, Norman Kamaru dan Caisar YKS. Cepat terkenal cepat pula tenggelam.

Di Pemilu berikutnya (2014), partai ini hanya memperoleh suara sebesar 10,19 persen.

Dan di Pemilu 2019, ini yang lebih ngenes lagi. Hanya berada di posisi ke-7 dari 9 partai yang lolos ke senayan.

Artinya, kalau tidak melakukan perubahan yang radikal, bisa-bisa di Pemilu 2024 mendatang, partai berlambang bintang Mercy itu tidak memenuhi ambang batas parliamentary threshold.

Lantas, apa yang menjadi penyebab perolehan suara Partai Demokrat begitu cepat berlalu?

Salah satunya adalah karena ulah kadernya sendiri.

Mentang-mentang jadi partai penguasa, korupsi gila-gilaan.

Sebut saja Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, Hartati Murdaya, Jero Wacik, Sutan Bhatoegana, M Nazaruddin, Angelina Sondakh, Amin Santoso, Amrun Daulay, Sarjan Taher, As’ad Syam, Agusrin M Najamudin, Djufri, Murman Effendi dan Abdul Fattah.

Itu semua kader Partai Demokrat yang berada di pusaran korupsi.

Padahal waktu itu kampanyenya menggunakan tagline 'Katakan Tidak Pada Korupsi'.

Lantaran banyak kader yang bermasalah dengan hukum inilah membuat citra partai Demokrat termasuk juga SBY turun di mata publik.

Untuk menyelamatkan partai ini cuma ada satu pilihan, yakni ketua partainya mesti orang yang kuat dan berkarakter serta punya rekam jejak yang baik.

Kura-kura seperti Kemensos gitu, yang sebelumnya menterinya korupsi. Kemudian digantikan oleh Risma yang sarat akan prestasi serta pernah menjadi walikota terbaik dunia.

Sekarang, orang perlahan tapi pasti tidak ingat lagi dengan Juliari Batubara. Tapi sudah terfokus kepada langkah Risma. Dengan keyakinan mantan Walikota Surabaya itu bisa membenahi instansi yang mengurusi masalah sosial tersebut.

Tapi entah kenapa, yang dipilih jadi ketua partai justru AHY.

AHY kan cuma berpengalaman di politik jadi Cagub DKI. Dan itu pun kalah.

Akibatnya, citra Partai Demokrat semakin jatuh ke bawah dan semakin ngenes.

Pertama, orang akan beranggapan kalau itu adalah partai keluarga. Ketua umumnya dari bapak turun ke anak. Termasuk putra SBY yang lain, Ibas juga jadi Wakil Ketua Umum Partai Demokrat.

Kedua, berpotensi menimbulkan kecemburuan Ibas dan pendukungnya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa putra SBY yang duluan terjun ke politik itu adalah Ibas. Ia pernah menjadi anggota dan ketua fraksi, pernah jadi Sekjen partai dan tentunya berpengalaman di parlemen.

Kok malah yang nggak berpengalaman dipilih jadi ketua umum partai?

Apakah hal ini tidak menimbulkan rasa gimana gitu di hati bintang iklan bilik disinfektan tersebut?

Di samping itu juga ternyata, menurut pengakuan salah seroang kader Darmizal, Ibas lebih disukai di internal Partai Demokrat dibandingkan AHY.

Padahal sudah sangat jelas, sukses atau tidaknya seorang pemimpin itu tergantung bagaimana dia disukai atau tidak oleh bawahan.

Karena kalau ia tidak disenangi atau bahkan dibenci oleh bawahan, bagaimana bawahan mau nurut?

Belum lagi ditambah dengan isu partai itu diterpa kudeta.

Yang mana hal ini disampaikan langsung oleh AHY sendiri.

Sebagaimana dikatakan oleh pensiunan tentara itu, ada 5 orang yang ingin mendongkelnya dari kursi ketua umum partai, yakni Moeldoko, Marzuki Alie, M Nazaruddin, Jhoni Allen dan Darmizal

Tidak pelak, karena pernyataannya itu tanpa bukti dan terkesan hanya opini, AHY pun langsung di-skakmat rame-rame.

"Saran saya ya, menjadi seorang pemimpin adalah seorang pemimpin yang kuat, jangan mudah baperan, jangan mudah terombang-ambing dan seterusnya. Ya kalau anak buahnya gak boleh kemana-mana, diborgol aja", ujar Moeldoko dengan nada kesal.

"Kalau ada istilah kudeta itu ya kudeta dari dalem, masa kudeta dari luar," lanjutnya lagi.

Betul juga sih, kudeta itu dilakukan oleh internal atau anggota, seperti yang terjadi di Myanmar.


Berita Lainnya :

Sedangkan kalau ada pihak dari luar yang ingin merebut kekuasaan, itu namanya invasi.

Tidak bisa Moeldoko disebut mengkudeta AHY, karena dia bukan kader Partai Demokrat.

Begitupun dengan Marzuki Alie. Ia bahkan mengancam akan membongkar kejelekan AHY jika namanya terus disinggung soal isu kudeta itu.

"Kalau dia nyinggung saya. Nanti saya beneran gitu. Gampang kok tahu semua boroknya di dalem. Apa, saya data lengkap kok. Janganlah singgung-singgung saya. Semua yang jelek saya nggak buka di muka publik," ujar mantan Ketua DPR tersebut.

Jadi fiks, partainya sudah di ujung tanduk, ketua umumnya malah baperan.

Semestinya AHY belajar dari Presiden Jokowi yang berkali-kali mau dilengserkan oleh Kadrun. Gak tuh curhat kemana-mana.

Yang terjadi malah Kadrun lengser sendiri.

Jangan belajar sama SBY. Karena dia kan juga baperan orangnya.

Minta dikasihani melulu. Hehehe


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar