Seribu Jurus Israel Pikat Indonesia
Seiring Israel bergegas membangun hubungan diplomatik dengan mantan musuh-musuh Arab-nya di kawasan Teluk, sektor bisnis negara Yahudi itu tidak tinggal diam menunggu Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, untuk turut bergabung, The Times of Israel melaporkan.
Pada 3 Januari 2021, Israel-Asia Center yang berbasis di Yerusalem akan memulai program Israel-Indonesia Futures dalam kemitraan dengan Start-Up Nation Central. Kolaborasi online yang bertujuan untuk menghubungkan para pemimpin masa depan kedua negara itu berfokus pada 5 tantangan spesifik yang telah diajukan oleh berbagai perusahaan multinasional, perusahaan startup, maupun sosial Israel dan Indonesia:
- Memperluas dukungan untuk inovator sosial di 4 kota yang terletak di pulau-pulau selain Jawa yang padat penduduk dan dihuni 56 persen penduduk Indonesia.
- Menggunakan teknologi digital dan ponsel pintar untuk membantu memantau sindrom metabolik, salah satu masalah perawatan kesehatan kronis paling mendesak di Indonesia.
- Mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan inovasi di atas lahan seluas 5 hektar di Pulau Bali untuk melayani Indonesia dan Asia Tenggara.
- Mengembangkan model wanatani (agroforestry) untuk meningkatkan produksi kopi di Indonesia, produsen kopi terbesar keempat di dunia tetapi hanya memproduksi hasil-per-hektar sepertiga dari Brasil.
- Melawan penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia, yang pada penghitungan terakhir melaporkan hampir 665 ribu kasus infeksi hingga saat ini dan sedikit di bawah 20 ribu kematian.
“Kami telah merekrut tim yang terdiri dari para pemimpin Israel dan Indonesia yang telah mapan maupun masih baru untuk setiap tantangan, menyatukan kombinasi yang tepat dari pengalaman, pengetahuan, dan jaringan untuk bekerja sama mengembangkan solusi untuk tantangan yang ditugaskan kepada mereka,” tutur Rebecca Zeffert, salah satu pendiri dan direktur eksekutif Israel-Asia Center.
BANGSA YANG BESAR
Tidak mengherankan jika orang-orang Israel sangat ingin berbisnis dengan rekannya di Indonesia. Berpenduduk hampir 275 juta jiwa, Indonesia jauh lebih padat daripada populasi gabungan keenam negara Arab, yaitu Bahrain, Mesir, Yordania, Maroko, Sudan dan Uni Emirat Arab yang telah menandatangani atau mengumumkan perjanjian damai dengan Israel.
Tersebar di lebih dari 17.500 pulau, Indonesia juga merupakan negara dengan populasi terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dalam 10 tahun, negeri ini akan menduduki peringkat kelima ekonomi terpenting di dunia.
Perdagangan bilateral sudah mencapai US$500 juta setahun, sebagian besar melalui negara ketiga. Selain itu, Kamar Dagang Israel-Indonesia telah aktif sejak 2009, menurut wakil ketua kamar Emanuel Shahaf, yang begitu sering bepergian ke ibu kota Jakarta untuk urusan bisnis sehingga sudah lupa berapa kali tepatnya berkunjung.
“Indonesia mewakili potensi besar yang belum terwujud di bidang pertanian, kedokteran, dan banyak bidang lain yang benar-benar kami kuasai,” tegas Shahaf. “Kedua negara memiliki ekonomi yang sangat saling melengkapi, dalam arti bahwa semua yang kami miliki benar-benar mereka butuhkan. Mereka akan mendapat banyak manfaat dari hubungan terbuka.”
Ternyata, itu bukanlah ide radikal di Indonesia yang 88 persen penduduknya beragama Islam.
MINAT YANG BERTUMBUH DIAM-DIAM UNTUK JALIN HUBUNGAN DENGAN ISRAEL
The Times of Israel mencatat, menurut jajak pendapat online oleh politisi berpengaruh Diaz Hendropriyono, ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) tentang apakah Indonesia harus menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, 51 persen responden mengatakan ya, sementara 49 persen sisanya menolak.
Namun, para pemimpin Indonesia telah lama secara resmi menolak gagasan tersebut, sehingga memungkinkan mereka untuk menghindari konfrontasi dengan gerakan ekstremis Islam radikal di dalam negeri.
Tak lama setelah The Jerusalem Post, Israel Army Radio, dan media berita lainnya menyatakan bahwa Indonesia mungkin menjadi negara berikutnya yang membuka hubungan dengan Israel, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menolak gagasan tersebut dan mengatakan kepada The Jakarta Post pada 15 Desember 2020 bahwa Indonesia “ tidak berniat untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel” dan “akan terus memberikan dukungan untuk kemerdekaan Palestina berdasarkan solusi dua negara”.
Meski demikian, para pejabat Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko sama-sama menyangkal adanya negosiasi rahasia dengan Israel hingga kesepakatan masing-masing dengan negara Yahudi itu dipublikasikan. Perhitungan yang sama bisa terjadi di Indonesia juga, terutama jika Gedung Putih mendorong para pejabat Indonesia untuk mengakui Israel, seperti yang terjadi dengan negara lain, selama beberapa minggu sebelum Joe Biden menggantikan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.
Shahaf menegaskan bahwa sejak penandatanganan Abraham Accords antara Israel dan negara-negara Teluk Persia di Bahrain dan UEA, ia melihat lonjakan minat dari perusahaan-perusahaan Indonesia terkait kerja sama dengan Israel.
“Tampaknya ada tekanan dari pemerintah AS agar negara-negara Muslim ikut serta,” ujar Shahaf. Ia mencatat bahwa “Maroko memiliki satu hal yang sangat mereka inginkan, yakni pengakuan AS atas Sahara Spanyol. Selalu ada sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Meskipun dengan mempertimbangkan semua hal, Indonesia bukanlah negara yang tidak mungkin menyerah pada tekanan seperti itu kecuali berada di titik lemah, yang mungkin sekarang disebabkan oleh pandemi COVID-19.”
HUBUNGAN EKONOMI, BUKAN POLITIK?
Salah satu perkembangan yang benar-benar bisa mendorong Indonesia untuk membuka diri terhadap Israel adalah pengakuan diplomatik negara Israel itu oleh pemerintah Arab Saudi, menurut laporan The Times of Israel.
“Dengan pengumuman normalisasi hubungan antara UEA dan Israel, kami di Israel-Asia Center melihat pergeseran keterbukaan yang hampir langsung dari Indonesia,” tandas Zeffert. “Jika Arab Saudi menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, itu akan sepenuhnya mengubah percakapan di Indonesia.”
Meski begitu, Zeffert tidak mengharapkan peresmian Kedutaan Besar Israel di Jakarta dalam waktu dekat. Menurutnya, hal lain yang lebih mungkin adalah perbaikan hubungan secara bertahap dari waktu ke waktu dan lebih banyak keterbukaan oleh Indonesia terhadap ikatan bisnis.
Gilad Majerowicz adalah mitra di firma hukum terbesar Israel Herzog Fox & Neeman. Sebagai salah satu kepala praktik HFN Asia, ia melihat “peluang besar” bagi perusahaan Israel di Indonesia setelah terjalinnya hubungan bilateral, khususnya di bidang agroteknologi, perawatan kesehatan, dan keamanan siber.
“Saya telah bertemu dengan para pengacara Indonesia di berbagai konferensi. Setidaknya satu firma telah menghubungi saya baru-baru ini. Telah ada bisnis antara kedua negara selama bertahun-tahun hingga kini di bawah radar, hal yang sama terjadi dengan UEA. Dalam hal itu, normalisasi akan membuat hubungan tersebut lebih sah dan tidak lagi rahasia.”
Selain itu, partisipasi Indonesia dalam Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) baru yang ditandatangani pada 15 November “akan menjadikan Indonesia zona perdagangan yang sangat menguntungkan bagi perusahaan Israel yang ingin memperluas pasar mereka, membuka peluang yang tidak mungkin terjadi beberapa tahun lalu,” tegas Majerowicz.
INVESTASI BAGI PARA PEMIMPIN ASIA DI MASA DEPAN
RCEP adalah perjanjian perdagangan bebas besar-besaran yang menghubungkan ekonomi lima mitra regional yaitu Australia, China, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan dengan 10 anggota ASEAN: Indonesia, Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
“Fakta bahwa Indonesia memiliki populasi yang begitu muda juga merupakan keuntungan besar,” tutur Majerowicz, dikutip dari The Times of Israel. “Kami harus berpikir strategis. Lebih banyak orang memiliki akses ke teknologi dan multimedia. Orang-orang tersebut memiliki lebih sedikit persepsi tentang dunia lama, di mana Israel dianggap sebagai sosok jahat.”
Israel-Asia Center menyatakan bahwa para alumninya telah mendapatkan setidaknya investasi US$200 juta dalam ekonomi Israel sejak didirikan, sebagian besar dari jumlah itu dalam tiga tahun terakhir saja. Sejak 2011, organisasi nirlaba itu telah melatih para pemimpin muda dari Israel dan seluruh Asia untuk menjadi pemimpin melalui Israel-Asia Leaders Fellowship. Para lulusannya telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi hubungan Israel dan kawasan Asia.
Saat ini Israel-Indonesia Futures 100 persen bekerja secara online. Program itu terdiri dari seminar dan lokakarya interaktif, dengan para pembicara tamu terkenal dari kedua negara yang akan saling mengeksplorasi ekonomi dan budaya satu sama lain. Para peserta juga akan mengeksplorasi perdagangan bilateral yang telah ada, yang merupakan pasar yang bergeser dan potensi pertumbuhan dalam perdagangan dan investasi, selain pemikiran kreatif dan inovatif serta kepemimpinan di saat krisis dan bagaimana mengenali hikmahnya.
“Fakta bahwa mereka menarik begitu banyak minat dari Indonesia sangatlah fantastis,” tandas Majerowicz. Ia mencatat bahwa Israel-Asia Center telah melatih hampir 100 pemimpin muda dari 14 negara termasuk Indonesia dan Malaysia, tidak ada satu pun yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Para peserta juga berasal dari China, Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, India, Mongolia, Nepal, dan Filipina.
“Orang-orang muda itu kembali ke negaranya sebagai duta besar untuk Israel, karena mereka telah terpapar sisi baik negara ini,” pungkas Majerowicz, dilansir dari The Times of Israel. “Mereka terus mengirimkan pesan yang benar karena mereka telah tinggal di sini.”
- Source : www.matamatapolitik.com