Middle Income Trap
Setiap tanggal 1 Juli setiap tahunnya, Word Bank selalu memperbaharui status negara-negara di dunia berdasarkan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita. Word Bank mengelompokkan kategori tersebut menjadi 4 (empat), yaitu Low Income, Low Middle Income, Upper Middle Income dan terahkir High Income.
Low Income atau kategori negara berpendapatan rendah yaitu negara dengan PNB per kapita dibawah 1.035 Dollar AS. Low Middle Income adalah negara dengan pendapatan menengah ke bawah dengan PNB per kapita antara 1.036 Dollar AS sampai dengan 4.045 Dollar AS.
Upper Middle Income negara berpendapatan menengah ke atas dengan capaian PNB per kapita antara 4.046 Dollar AS sampai dengan 12.535 Dollar AS. Sedangkan High Income meliputi negara yang berpenghasilan tinggi mencapai 12.535 Dollas AS keatas dari PNB per kapita penduduknya.
Tahun ini, atau tepatnya Rabu 1 Juli 2020 kemarin, Word Bank menaikkan status Negara Indonesia dari Low Middle Income menjadi Upper Middle Income atau dari negara berpenghasilan menengah ke bawah menjadi negara dengan penghasilan menengah atas. Penilaian ini didasarkan dari pencapaian Indonesia di Tahun 2019 atas PNB per kapita Indonesia dari 3.840 Dollar AS menjadi 4.050 Dollar AS.
Banyak media yang kurang detail dalam menjelaskan hal tersebut, sehingga masyarakat juga turut salah dalam menangkap presepsi dari pengumuman Word Bank tersebut. Masyarakat awan menganggap bahwa dengan status tersebut, Indonesia menjadi negara maju. Pun banyak media yang menulis atau membuat istilah atau judul dengan kata “Indonesia menjadi Negara Maju” atas status dari Word Bank tersebut. Sampai muncul diskusi-diskusi public yang membahas status tersebut, lengkap dengan kontraversinya.
Padahal dengan status baru tersebut (Upper Middle Income), bukan kemudian Indonesia dianggap sebagai negara maju. Justru menjadi tantangan tersendiri atau bisa dikatakan ancaman perekonomian bagi sebuah negara, bila dalam pelaksanaan kebijakannya tidak segera mampu menuju status High Income.
Menurut Sri Mulyani, banyak negara terjebak dalam status Upper Middle Income dalam waktu sangat lama, bahkan selama lebih dari 30 tahun. Hanya ada 2 negara di dunia ini yang mampu melewati level Upper Middle Income menuju High Income dalam waktu yang cepat, yaitu Singapura dan Korea Selatan.
Jebakan status Upper Middle Income yang stagnan atau flat yang tak kunjung berubah menjadi High Income itulah yang disebut Middle Income Trap. Atau bisa dikatakan fenomena ekonomi sebuah negara yang tumbuh pesat tapi mengalami stagnasi dan gagal untuk beralih ke level High Income.
Mengapa Indonesia harus menghindari jebakan tersebut? Atau mengapa Indonesia harus mempercepat keadaan status Upper Middle Income untuk segera menuju status High Income? Apa kerugian dan dampak bagi masyarakat bila kita mengalami Middle Income Trap tersebut?
Pergeseran level sebuah negara menjadi Upper Middle Income, membuat jumlah permintaan dan penawaran akan produk barang dan jasa meningkat pesat. Pada titik tertentu, produk-produk dari sebuah negara dengan status tersebut kemudian menjadi kurang kompetitif di sektor industri yang mempunyai nilai tambah, seperti di sektor manufaktur. Salah satu sebab kurang kompetitif nya sektor industri manufaktur adalah upah buruh yang terlalu tinggi. Akibatnya investor atau pemilik pabrik-pabrik besar memindahkan operasional nya ke negara lain, yang mempunyai aturan kerja yang pasti dan upah yang wajar. Bersamaan dengan itu, otomatis akan menghambat investor lain yang akan berinvestasi.
Demikian juga dengan daya saing akan produk-produk barang dan jasa. Negara dengan upah buruh yang tinggi akan kesulitan bersaing dengan produk-produk hasil dari negara dengan upah buruh yang wajar. Akan lebih kesulitan lagi bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh negara berteknologi tinggi.
Di sektor manufaktur ini, biasanya terbentuk kelompok-kelompok kuat, yang terganggu kepentingannya dan mencoba untuk menghalangi reformasi kebijakan yang lebih memihak kepada rakyat. Dari pihak serikat pekerja sendiripun, akan ada penolakan-penolakan mengatasnamakan kesejahteraan, tanpa mau menelaah lebih jauh.
Faktor-faktor lain yang membuat suatu negara mengalami Middle Income Trap yaitu SDM dan infrastruktur yang lemah, subsidi yang tidak produktif, kemandirian dan ketahanan pangan yang tergantung dari negara lain, rendahnya jaminan perlindungan sosial, birokrasi yang tumpang tindih, maupun ketidak tegasan dalam penegakan hukum.
Visioner Dalam Kesabaran
Setelah sedikit memahami Middle Income Trap tersebut (bagi pembaca yang belum tahu), sekarang kita menjadi lebih memahami apa yang dilakukan seorang Jokowi mulai dari periode pertama dulu. Kejadian atau keputusan-keputusan besar yang diambil Jokowi, sedikit mulai terkuak maksud dan tujuannya.
Kerangka besar yang diambil Jokowi dalam keputusan-keputusan yang kokoh adalah pencabutan subsidi BBM dan pembanggunan infrastruktur yang masif dan merata. Ternyata hal tersebut adalah pondasi dan kerangka besar Jokowi dalam membawa Indonesia menuju kemajuan. Faktor-faktor agar Indonesia terhindar dari Middle Income Trap telah dirancang Jokowi jauh sebelum pemikiran kita menuju kesana. Dan singkatnya, pondasi itu kini telah digelar kokoh untuk menyambut tahapan Indonesia menuju negara maju, tanpa terjebak kedalam fenomena Middle Income Trap.
Kini tahapan itu terus diupayakan Jokowi dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Undang-undang inilah yang menjembatani atau senjata Jokowi untuk cepat menuju status High Income tanpa mengalami stagnansi terlalu lama di level Upper Middle Income. Sebab bila suatu negara terjebak dalam Middle Income Trap terlalu lama, biaya untuk menyejahterakan rakyatnya malah terlalu mahal dan juga ongkos politik yang ditanggung terlalu beresiko bagi kelangsungan sebuah negara.
Dalam UU Cipta Kerja beberapa poin penting dari ratusan pasal adalah kepastian hukum investasi dan aturan-aturan ketenagakerjaan yang saling menguntungkan secara teori ekonomi. Saya sebut secara teori ekonomi karena bagi sebagian buruh dan provokator, UU tersebut tidak menguntungkan karena kiblat mereka adalah upah yang tinggi tanpa mau menelaah. Jika minta upah tinggi tetapi tidak ada investor atau pemilik modal yang mempekerjakan mereka, terus cari pekerjaan dimana? Belum lagi tentang aturan-aturan buruh yang menyertainya.
Tetapi Jokowi seorang yang kopig. Seorang visioner yang selalu kokoh dengan pendiriannya, meski difitnah, dihinakan dan direndahkan begitu rupa oleh sebagian rakyatnya sendiri, Beliau tetap nekad dengan pendiriannya. Jokowi menganggap para demois adalah anak mereka, yang belum tahu maksud dan tujuannya. Bila mereka memahami dan tidak ter provokasi lagi, Jokowi yakin mereka akan menjadi anak yang baik.
Tulisan ini menjawab dua artikel di Seword yang ‘neg dengan para pejabat tinggi yang kurang bisa mengkomunikasikan atau menjelaskan ke publik tentang UU Cipta Kerja, sehingga gelombang protes datang dan berakhir dengan kerusuhan. Ongkos yang mahal dan tentu bisa di minimal kan jika orang-orang pemerintah bisa menjelaskan UU Cipta Kerja dengan bahasa yang sederhana yang mudah dipahami masyarakat.
Referensi :
https://investor.id/business/bank-dunia-indonesia-negara-berpendapatan-menengah-ke-atas
- Source : seword.com