Kode Keras Jokowi/Mahfud MD, Sudah Endus Permainan Obat Pakai Dana Covid-19?
Di awal-awal munculnya wabah Covid-19, kita sempat kena kehebohan pemakaian masker dan vitamin atau bahan makanan yang bisa menambah daya tahan tubuh. Tiba-tiba saja harga masker, harga vitamin dan harga jahe melambung tinggi. Tiga komoditas ini sempat langka di pasar.
Di pasar online, harganya menggila. Ini semua ulah berbagai pihak yang ingin mendapatkan keuntungan dari ketakutan massal terhadap wabah Covid-19. Licik iya, jahat iya juga. Namun, seiring waktu harga ketiganya pelan-pelan turun dan mulai kembali ke harga normal. Pasokan pun sudah kembali banyak dan gampang dicari.
Para pedagang yang licik dan jahat itu pun tidak bisa lagi mendapatkan keuntungan selangit,. Karena ketiga komoditas ini bergerak sesuai prinsip pasar. Yang menjual pun tidak punya kontrol penuh atas pasokannya. Mereka hanya bisa memanfaatkan emosi konsumen sesaat.
Beda lagi sifatnya dengan obat buat Covid-19, yang biaya pembeliannya ditanggung pemerintah. Dengan dana begitu besar, ratusan triliun dan komitmen untuk menyembuhkan rakyat yang terinfeksi Covid-19, pemerintah pasti akan membeli obat tersebut. Mau di harga berapa pun. Tidak ada mekanisme pasar. Yang ada hanya kesepakatan. Kesepakatan itu ada 2, yang wajar dan yang tidak wajar.
Pernyataan dari UNAIR bahwa mereka telah menemukan 5 kombinasi obat untuk mengobati Covid-19 awalnya terdengar wajar. Namun, terungkap banyak hal lain yang menimbulkan kecurigaan. Pertama, katanya sudah memproduksi ratusan ribu obat. Kedua, mereka sudah berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 agar obat-obat itu diberikan ke rumah sakit yang membutuhkan. Ketiga, padahal uji klinisnya masih akan dilakukan di akhir Juni. Yang sudah dilakukan tim UNAIR “hanyalah” uji toksisitas dan kombinasi efektivitas terhadap sel. Lalu yang sudah diperoleh adalah sertifikasi uji layak etik. Seorang pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr Nafrialdi, PhD, SpPD, kepada kompas.com menanggapi hal ini.
“Mestinya ada publikasi di jurnal ilmiah dulu, biar diperiksa metodenya, hasil penelitiannya, dan penarikan kesimpulannya. Baru publikasi umum,” kata Nafrialdi. “Layak etik, artinya boleh maju ke uji klinis. Efektivitas pada pasien baru bisa dibuktikan berdasarkan uji klinis dengan metodologi yang baik,” sambung Nafrialdi menjelaskan hubungan sertifikasi uji layak etik dan uji klinis Sumber Sumber.
Jijik juga saya akhirnya, sesudah membaca artikel dari mas Alif dan sumber-sumber di atas itu. Dalam situasi darurat menghadapi wabah Covid-19 saat ini, kok ya masih ada saja oknum-oknum yang hendak memanfaatkan situasi buat kepentingan pribadi. Dan apa kepentingannya? Ada 2, politik dalam arti kekuasaan dan uang. Untuk soal politik, sudah sering saya membahasnya. Memang tidak berhubungan langsung dengan dana Covid-19 dari pemerintah. Yang bikin jijik ya kalau kepentingannya berhubungan dengan uang. Seperti soal dugaan permainan obat Covid-19 di atas.
Pertanyaan yang ada di benak saya adalah, apakah pemerintah buta sama sekali dengan model permainan uang macam itu? Saya yakin enggak. Apalagi Presiden Jokowi. Beliau kan latar belakangnya adalah seorang pengusaha. Pasti paham akan adanya modus-modus macam itu. Dan ternyata Presiden Jokowi sudah memberikan kode keras peringatan terhadap pihak-pihak yang mau mendapatkan keuntungan pribadi dari dana besar Covid-19. Bukan hanya Presiden Jokowi, Menko Polhukam, Mahfud MD ternyata memberikan kode yang sama. Artinya permainan itu sebenarnya sudah terendus. Apalagi kita tahu bahwa Presiden Jokowi selalu mengikuti perkembangan Covid-19 dengan lengkap dan teliti.
Hari Senin kemarin Presiden Jokowi membuka Rakornas Pengawasan Intern Pemerintaah Tahun 2020. Tentu saja rapat ini dilakukan secara virtual ya. Kode keras disampaikan Presiden Jokowi dalam pidatonya. Presiden Jokowi meminta seluruh lembaga pengawas dan aparat penegak hukum untuk mengawasi dengan ketat penggunaan anggaran penanganan dan pemulihan dampak dari wabah COVID-19, yang besarnya mencapai Rp 677,2 triliun.
"Angka ini Rp 677,2 triliun adalah jumlah yang sangat besar. Oleh sebab itu tata kelolanya harus baik, sasarannya harus tepat, prosedur harus sederhana dan tidak berbelit-belit. Output dan outcome-nya harus maksimal bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia… Kalau ada potensi masalah segera ingatkan… Perkuat tata kelola yang baik, yang transparan, yang akuntabel… Saya ingin tegaskan bahwa pemerintah tidak main-main dalam hal akuntabilitas… kalau ada yang masih bandel, kalau ada niat untuk korupsi, maka silakan bapak ibu digigit dengan keras. Uang negara harus diselamatkan. Kepercayaan rakyat harus terus kita jaga…,” demikian antara lain yang disampaikan oleh Presiden Jokowi Sumber.
Sementara di momen yang sama, Mahfud MD memberikan kode yang lebih keras lagi. "Saya ingatkan, menurut UU Tindak Pidana Korupsi, diancam dengan paling tinggi seumur hidup atau 20 tahun penjara. Namun, dalam keadaan bencana seperti saat Covid-19 ini, maka ancaman hukuman mati ini diberlakukan berdasarkan UU yang berlaku," kata Mahfud MD Sumber.
Pernyataan mereka berdua seakan disampaikan langsung ke hadapan para oknum yang punya niat maupun sudah mulai bermain dengan anggaran Covid-19. Tidak perlu jadi profesor untuk memahami permainan uang dalam anggaran Covid-2019. Apalagi Presiden Jokowi dan Menteri Mahfud MD termasuk pejabat senior di pemerintahan. Sudah tahu cara-cara kadal ngadalin.
Oleh sebab itu, pada mereka yang masih punya hati nurani, yang ditugaskan dalam Gugus Tugas maupun di lembaga-lembaga terkait. Saya sampaikan, kalau anda mengetahui, walaupun sedikit saja, akan adanya kongkalikong, main-main suplai dan dana, jangan ragu untuk bersuara. Pimpinan negeri ini sudah memberikan kode keras. Menterinya pun siap menerapkan hukuman mati.
- Source : seword.com