Pertarungan Terakhir Presiden Jokowi
Presiden mengumumkan pandemi covid-19 berakhir pada bulan Juni 2020 dan masyarakat dapat beraktifikas seperti biasa pada bulan Juli 2020. Pernyataan beliau sebagai seorang presiden boleh dikatakan sebuah pertarungan terakhirnya.
Mengapa ini merupakan pertarungan terakhirnya, karena Jokowi sedang dikepung oleh banyak pihak dari luar negeri maupun dalam negeri.Ibarat sebuah game ini stage terakhir mengalahkan raja musuh.
Dari luar ada WHO, yang sebelumnya mencoba menakut nakuti Indonesia dengan mengatakan Indonesia akan menjadi epicentrum baru pandemi Covid-19 selanjutnya sehingga bisa jadi kepanikan sendiri ditengah rakyat. Selain dari luar negeri seperti WHO ada juga dalam negeri seperti beberapa waktu Lalu IDI menyatakan korban kematian akibat Covid-19 lebih dari 1000 orang.
Pernyataan Kedua lembaga kesehatan tersebutlah, yang disebut oleh PKS menjadi dasar kritikannya kepada pemerintah bahwa Vietnam lebih baik daripada Indonesia dalam penanganan covid-19. Kedua lembaga kesehatan yang sangat terpandang tersebut mulai dijadikan pijakan narasi para oposisi untuk menggoyang pemerintah serta mulai membangun rasa ketidakpercayaan di rakyat kepada pemerintah.
Maka, tidaklah heran Jika Jokowi begitu marah. Belum pernah ada ceritanya sebuah lembaga non Pemerintah seperti IDI yang disorot oleh presiden secara langsung. IDI telah mengambil attensi presiden sehingga presiden siap berhadap hadapan langsung dengan IDI untuk pembuktian ucapan IDI yang menyatakan ada lebih dari 1000 kematian karena covid-19. Data yang sangat kontra karena pemerintah menyajikan data kematian pasien covid-19 tidak sebanyak itu sehingga pamor dan kredibilitas pemerintah terlecehkan yang membuat Jokowi begitu marah.
Jokowi pun tahu legitimasinya serta kredibilitasnya sedang diruntuhkan.Hal ini seakan akan ada semacam satu narasi yang dipimpin oleh dirigen /konduktor sebuah ochestra yang berada entah dimana untuk meruntuhkan pamor serta kredibilitas presiden Jokowi dengan membangun narasi besar yaitu pemerintah menyembunyikan data karena tak berhasil menangangi wabah covid-19 seperti negara lain yaitu vietnam.
Kita ingat sebelum sebelumnya, Anies Baswedan dengan jurus bergetarnya menyatakan data kematian warga DKI yang menggunakan protab Covid-19 ada 283 orang dimana saat itu data pemerintah hanya puluhan orang. Kemudian para Receh recehan oposisi seperti Ravio juga mencoba membuat narasi dengan tujuan yang sama yaitu agar pamor dan kredibilitas Pemerintah jatuh dengan menggaungkan bahwa pemerintah yaitu BNPB melakukan penyesatan data jumlah pasien covid-19.
Jika di telusuri satu persatu, seperti IDI yang di ladenin oleh seorang Jokowi untuk buka bukaan data jika tidak ingin di sebut tukang memperkeruh suasana, Atau pihak manapun terkait data yang dikeluarkan pemerintah, tidak ada satupun yang mengeluarkan data tandingan yang menyatakan data pemerintah salah atau menyesatkan mereka mereka yang kontra pemerintah sampai saat ini hanya bernarasi semata tanpa mengeluarkan data tandingan.
Meskipun begitu, Jokowi akhirnya paham bahwa ada pihak pihak yang tidak senang terhadap keberhasilan dari apa yang dilakukan pemerintah saat ini. Dengan keluarnya kritikan dari PKS semua skenario seolah olah terbaca jelas oleh Jokowi. Mereka yang mengkritik penanganan covid-19 tapi dilain pihak tidak ingin berada dalam satu komando presiden Jokowi. Hal ini terbaca yaitu mereka ingin lockdown atau karantina wilayah tapi menolak darurat sipil, seakan akan mereka ingin bebas mengatur wilayah beserta sumber dayanya melalui kepala daerah yang pro ke mereka tanpa adanya keterikatan atau komando pemerintah pusat.
Cara permainan para oposisi telah terbaca oleh kejeniusan presiden. Presiden tahu jika wilayah wilayah rusuh semuanya akan berbalik menjadi "Salawi" semua salah Jokowi. Presiden paham benar akan skenario yang akan dimainkan selanjutnya. Krisis ekonomi yang membuat rakyat tidak lagi peduli terhadap apapun kecuali makan maka akan mudah terprovokasi dan ikut ikutan terbakar emosi untuk menjadi kaum "SaLaWi" akan menjadi hal terburuk berikutnya.
Akhirnya Jokowi pun bersiap diri, beliau memerintahkan panglima perangnya Jendral Doni Monardo untuk melakukan serangan akhir yang membuat ini menjadi pertarungan terakhir seorang Jokowi di stage ini. Di dahului pernyataan Presiden bahwa Indonesia akan keluar dari wabah Covid-19 di bulan Juni 2020 lalu pernyataan ini, dikuatkan oleh sang Jendral Doni Monardo bahwa Jakarta mengalami perlambatan pasien yang terkena covid-19.
Kedua pernyataan tersebut sangat tegas bermakna ajakan perang terbuka. Jokowi seakan akan mengajak siapa yang berani membantah ayo kesini buka datanya, kalo salah data dan bikin rusuh tak antemi sampeyan. Begitupun Jendral Doni yang diketahui telah memakai pakaian dinas TNI nya sehingga banyak yang memprediksi dia bersama pasukan tempurnya siap menghantam siapapun yang buat rusuh.
Sebagaimana diketahui bersama, Jakarta merupakan daerah yang korban wabah covid-19 terbesar di Indonesia, tapi meskipun begitu Gubernur DKI seakan akan tidak puas dengan jumlahnya, ingin lebih besar lagi dengan menggunakan jurus bergetar maupun efek kejut. Maka berikutnya adalah berhadap hadapan langsung dengan Jendral Doni yang sudah siap siaga menabuh genderang perang jika jurus getar maupun efek kejut dilakukan kembali.
Pertarungan terakhir seorang Jokowi ini mempunyai resiko sangat besar karena jika dia meleset, sehingga bulan Juni 2020 malah semakin meningkat korban karena wabah covid-19 maka narasi narasi presiden tukang ngibul akan semakin menggema di seantero negeri, dan dirinya berada di ujung tanduk.
Bukan tidak mungkin, Juni-Juli pertarungan terakhirnya kalah karena sesuatu hal maka ketidakpercayaan rakyat kepada Jokowi membuka jalan kejatuhan seorang Jokowi dari Kursi Presiden.
Sumber :
- Source : seword.com