Dibayar Empat Puluh Ribu untuk Berbuat Onar di Negeri Sendiri. Kok Mau Sih?
Pagi ini di salah satu televisi swasta nasional, saya menonton berita seputar demonstrasi pelajar dan mahasiswa yang terjadi pada Senin (30/9/19) kemarin di Jakarta. Demo yang seperti kita tahu diwarnai kericuhan dan aksi anarkisme tersebut, diketahui melibatkan pula para pelajar yang digerakkan tak hanya dari Jakarta, tetapi dari daerah-daerah lain di sekitarnya.
Tak semua dari mereka murni pelajar dan mahasiswa. Setidaknya itulah yang diungkap oleh berita tadi, yang jelas mendapati bahwa sebagian dari mereka adalah para oknum yang menyamar sebagai pelajar. Itulah yang diungkap oleh kepolisian setelah menangkap dan menginterogasi oknum yang mengaku sebagai pelajar samaran itu.
Salah seorang di antaranya bahkan mengaku sebagai sekuriti, dengan bayaran Rp. 40.000 untuk aksi yang sedianya akan dia ikuti, sebelum akhirnya terciduk dan diamankan oleh aparat yang berwajib.
Fakta bahwa sebagian perusuh (saya lebih suka menyebut demikian daripada demonstran) dan dibayar dengan sangat murah sungguh memiriskan hati. BAGAIMANA MUNGKIN ORANG INI MAU DIBAYAR (APALAGI DENGAN SEMURAH ITU) UNTUK BERBUAT ONAR DI NEGERI SENDIRI?
Saya tak berkata bahwa jika bayarannya mahal, misalkan sampai 1 juta per gundul, maka silakan saja berdemonstrasi dan merusak fasilitas umum. Tidak! Tidak begitu! Mau dibayar berapa pun, seharusnya seorang warga negara yang baik dan bertanggung jawab menjaga nama baik negerinya, akan menolak untuk melakukan tindakan yang merugikan, berbuat onar dan rusuh, dan berpotensi membuat bangsa ini terpecah belah!
Namun, sekali lagi fakta bahwa orang dengan mentalitas seperti oknum sekuriti tadi masih cukup banyak di negeri ini, bikin kita mengurut dada dan geleng-geleng kepala. Semurah itukah harga negeri ini di mata kalian? Hah?
Okelah! Jika untuk memperjuangkan sesuatu yang prinsip dan menyangkut soal keselamatan nyawa (pribadi maupun keluarga), silakan suarakan pendapat, bahkan silakan berjuang sampai titik darah penghabisan. Namun, kalau untuk urusan demonstrasi yang BELUM TENTU KALIAN PAHAMI alasannya ... apa yang kalian lakukan itu sungguh memalukan!
Sadarkah bahwa kalian hanya menjadi pion-pion dari para oknum yang dengan otak jahatnya tidak ingin melihat negeri ini aman, tenteram, maju, dan berkembang? Sudikah kalian "menjual negeri ini" hanya dengan Rp. 40.000 rupiah ditambah terlampiaskannya amarah, yang belum tentu karena kalian benar-benar dirugikan oleh negara ini?
(Oya, saya tak yakin ini cuma soal urusan perut, tapi soal mentalitas dan nasionalisme yang perlu untuk di-upgrade. Hari gini duit Rp. 40.000 bisa untuk makan berapa kali sih, setelah itu jadi ampas dan dibuang ke jamban. Betul?)
Presiden Jokowi telah berkata bahwa aspirasi masyarakat, termasuk yang baru saja disuarakan oleh para demonstran beberapa hari terakhir, tidak hanya didengar, tetapi sangat didengar oleh beliau. Namun sayangnya, ketika Presiden Jokowi berniat mengundang sebagian perwakilan kalian ke Istana Negara untuk berdialog dan mendengar langsung, eh malah dengan arogan kalian tolak.
Momen yang seharusnya menjadi jalan untuk tersampaikannya aspirasi secara langsung, dimana ada kemungkinan suara dan tuntutan akan ditampung, diakomodir, dan dicarikan jalan keluarnya bersama-sama, eh belum-belum sudah ditolak. Pakai mengatasnamakan rakyat lagi. Semprul tenan!
Ah, entah kapan negeri ini bebas dari orang-orang yang mau dibayar sangat murah untuk berbuat onar di negeri sendiri dan mencoreng citra negeri ini di dunia internasional. Jika kondisi ini tidak terpecahkan, atau minimal dapat dikurangi dengan drastis, jangan salahkan jika lantas ada oknum asing misalnya yang ingin membuat negeri ini bergolak, lantas berpikir begini:
"Ah, kasih saja uang lima puluh ribu per orang, lalu buat aksi massa ... pasti mau tuh!"
Kalau saya sih, sampai kapan pun saya pastikan AKAN MENOLAK jika ada orang meminta berbuat onar untuk negeri ini. Dibayar berapa pun saya tidak akan mau! Bukankah begitu seharusnya yang ditanamkan di dalam benak kita sebagai warga negara Indonesia yang baik dan bertanggung jawab.
Kiranya dengan aksi massa belakangan ini semakin membuka mata kita bahwa revolusi mental memang masih harus terus digalakkan, bahkan dengan lebih serius lagi. Tambahkan dengan pelajaran akan bela negara dan cara menjadi warga negara yang baik, yang siap membela kehormatan dan kepentingan bangsa dengan berkorban jiwa dan raga. Bukannya malah dibayar empat puluh ribu untuk bikin onar!
- Source : seword.com