Rizieq Diangkat Jadi Imam Besar, Hanya NU yang Berani Menolak
Saya pikir Indonesia beruntung memiliki NU. Hanya NU sebagai ormas yang begitu gigih dan terang-terangan membela pemerintah siapapun presidennya. Hanya NU yang berani bertarung melawan serbuan ormas radikal yang ingin mengobrak-abrik NKRI. Hanya NU yang siap dicaci-maki karena suka menjaga gereja dan tembat ibadah umat agama lain.
Jika tidak ada NU di Indonesia, entah sudah jadi apa umat Islam di Indonesia. Tidak ada yang mengcounter gerakan-gerakan yang mengatasnamakan agama padahal sebenarnya ingin menghancurkan keutuhan NKRI. Jika tidak ada NU, siapa yang mau berkawan dengan umat no-muslim di Indonesia?
Fatwa “hubbul wathon minal iman” dari Mbah Hasyim Asy’ari benar-benar NU implementasikan. KH. Said Aqil Shiradj bahkan berkata untuk kondisi Indonesia, “ukhuwah wathoniyah” harus lebih didahulukan dibanding “ukhuwah islamiyah”.
Ketika umat Islam sedang diprovokasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik, hanya NU yang berani berbeda dan menentang keras mereka. Ketika Rizieq dan sekutu-sekutunya memprovokasi umat Islam di seluruh Indonesia untuk ikut aksi berjilid-jilid, hanya NU yang terang-terangan menolak dan tidak mengizinkan anggotanya ikut aksi tersebut.
Penolakan NU terhadap aksi-aksi berjilid-jilid sebenarnya bisa menjadi konfirmasi bahwa aksi-aksi yang mereka lakukan bukanlah aksi membela agama, namun murni politik. Sebagai ormas terbesar, NU memiliki ribuan ulama yang sudah tidak diragukan lagi keilmuannya sejak era Mbah Hasyim sampai era sekarang.
Seperti biasa, ketika alumni 212 ingin mengadakan acara reuni akbar 212, nyaris hanya NU sebagai ormas yang berani terang-terangan tidak setuju dengan acara tersebut. KH. Ma’ruf Amin selaku ketua MUI memang ikut mengecam aksi tersebut, namun beliau adalah Ro’is Am NU. Darah dan jiwanya adalah NU sejati. Jika ketua MUI bukan orang NU, mungkin tidak akan berani mengecam acara reuni akbar 212.
Kekonyolan demi kekonyolan serta pembodohan terus diperlihatkan oleh FPI, alumni 212, dan sekutu-sekutunya. Tidak cukup membuat kekonyolan dengan aksi-aksi tak jelas, mereka mengangkat Rizieq Syihab sebagai Imam Besar umat Islam. Sepetrti biasa, umat Islam yang lain hanya bungkam melihat kekonyolan-kekonyolan serta pembodohan yang sedang terjadi di sebagian umat Islam. Hanya NU yang berani terang-terangan protes dengan gelar Imam Besar tersebut.
PBNU menanggapi pengangkatan Habib Rizieq Syihab menjadi Imam Besar Umat Indonesia berdasarkan kongres 212. Menurutnya, kongres tersebut tak merepresentasikan umat Islam di Indonesia.
"Kalau untuk imam, ya cukup imam di jemaahnya saja. Kalau ada yang mengangkat imam, yang mengangkat imam jemaah sendiri, yang pasti kuorum tak merepresentasikan umat Islam di Indonesia," ujar Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU, Robikin Emhas saat dihubungi, Sabtu (2/12/2017).
"Mereka hanya sebagian kecil di antara umat Islam yang ada, sehingga tak perlu ada klaim dengan menisbatkan seseorang menjadi imam," lanjutnya.
PBNU tak mempersoalkan jika alumni aksi 212 melakukan kongres. Namun, ia meminta kongres mencampuradukkan agama dengan politik
"Betapa rendah kedudukan agama bila dijadikan aspirasi politik hanya untuk menangguk keuntungan politik elektoral. Apalagi sekadar dikonversi dengan perolehan suara dalam politik elektoral lima tahunan," terangnya.
Tidak hanya PBNU, GP Anshar juga mengeluarkan protes dengan gelar Imam Besar untuk Rizieq. Kongres 212 sepakat mengangkat Habib Rizieq Syihab menjadi Imam Besar Umat Indonesia. Ketum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menganggap konsep imam besar mengada-ada.
"Umat yang mana? Kalau yang dimaksud umat Islam Indonesia, saya ini dan seluruh kader Ansor juga Islam, tapi tidak merasa dan tidak mau diimami oleh Rizieq Syihab. Lagian, imam besar ini sejenis apa? Mana ada konsepsi Islam yang menyebut imam besar? Nggak perlu mengada-adalah," ujar Yaqut saat dimintai konfirmasi, Sabtu (2/12/2017).
"Apalagi jika penyebutan imam besar ini ditujukan untuk menekan aparat negara menghentikan kasus hukum Rizieq Syihab. Hemat saya, kalau mau kasus hukumnya selesai, ya dihadapi saja. Apalagi nggak merasa bersalah kan? Nggak perlu bikin sebutan neko-neko, malah malu sendiri nanti," jelas Yaqut.
Pernyataan dari PBNU dan GP Anshar ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa hanya NU yang berani melawan arus kebodohan. Ketika sebagian umat Islam begitu mudah diprovokasi untuk membela ulama dan agama padahal sebetulnya bertujuan politis, hanya NU yang berani bicara.
Counter dari NU terhadap gelar Imam Besar umat Islam merupakan upaya pencegahan yang dilakukan NU untuk umat Islam dari pembodohan-pemdodohan yang sedang dilakukan oleh sekelompok oknum yang memiliki kepentingan yang sama.
Jika tidak ada NU, bisa dibayangkan umat Islam tak kuasa membantah terhadap gelar Imam Besar untuk Rizieq Syihab. Umat Islam hanya diam dan pasrah, tak mampu mencounter, apalagi dengan ditakut-takuti ancaman neraka serta diming-imingi bidadari surga. Betapa berharga NU untuk Indonesia. Bravo NU...!!!
- Source : seword.com