Poros Maritim Dunia & Regulasi Tumpang Tindih
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan sudah mengindentifikasi beberapa masalah untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini diungkapkan Luhut dalam kunjungannya ke Makassar, Sulawesi Selatan, (25/8/2016).
“Sebenarnya persoalan utamanya bukan masalah infrastrukturnya, tetapi pada regulasi kita yang tumpang tindih,” ujar Luhut dikutip dari keterangan resminya, Kamis (25/8/2016).
Dalam kunjungannya ini, Menko Kemaritiman mengadakan rangkaian pertemuan dengan PT Pelindo IV, PT Industri Kapal Indonesia (Persero), PT Angkasa Pura I, PT Bogatama Marinusa, PT PLN (Persero), PT KIMA, PT Perikanan Nusantara, dan PT Semen Nusantara.
Konektivitas antar wilayah dan tingginya biaya pengangkutan kapal juga menjadi masalah. Luhut mengatakan Makassar diproyeksikan menjadi pelabuhan hub atau pengumpul untuk wilayah Timur Indonesia. Nantinya, barang komoditi yang hendak dikapalkan tidak tidak lagi melalui Surabaya dan Tanjung Priok.
“Selama ini barang-barang dari Bitung yang akan diekspor ke Nagoya harus ke Surabaya lebih dulu, padahal jarak Bitung-Nagoya lebih dekat daripada jarak Bitung-Surabaya, ini membuat waktu tempuh yang kapal muat menjadi 41 hari,” ujar Luhut.
Proses sertifikasi ekspor kayu dari Papua yang harus dilakukan di Surabaya juga membuat biaya angkut barang menjadi lebih mahal.
Direktur Utama PT Pelindo IV Doso Agung menyampaikan, saat ini memang terjadi tumpang tindih kewenangan pengelolaan pelabuhan. “Yang dikelola oleh PT Pelindo adalah 112 pelabuhan komersial, sementara yang dikelola Kementerian Perhubungan ada sekitar 900 pelabuhan nonkomersial, dan tidak ada konektivitas antar keduanya”, ujar Doso Agung yang juga hadir pada acara tersebut.
Luhut berencana untuk memanggil Menteri Perhubungan Budi Karya untuk membicarakan persoalan ini. Luhut berpendapat, seluruh masalah kepelabuhanan diserahkan ke Pelindo, dan Kementerian Perhubungan cukup menangani regulasi dan infrastruktur saja, sehingga birokrasi lebih sederhana dan terjadi efisiensi biaya.
Dalam kunjungannya, Luhut juga meninjau pembangunan Makassar New Port dan aktivitas di Terminal Peti Kemas. Dia melihat ada kemajuan dan efisiensi yang telah dicapai dengan meningkatnya jumlah peti kemas yang dapat dilayani setiap jamnya.
Dari yang kapasitasnya 77 per jam, hingga kini telah sampai pada kapasitas 350 per jam. Waktu dwelling time juga bisa dikurangi karena aturan yang tumpang tindih bisa dirasionalisasikan.
- Source : jakartagreater.com