Jokowi Berikan Kemudahan Masyarakat Punya Rumah Murah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman pada 25 Mei 2016.
Lingkup Peraturan pemerintah ini meliputi: a. Penyelenggaraan perumahan; b. Penyelenggaraan kawasan permukiman; c. Keterpaduan prasarana, sarana, utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; d. Pemeliharaan dan perbaikan; e. Pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh; f. Konsolidasi tanah; dan g. Sanksi administrasi.
Menurut PP ini, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman bertujuan untuk: a. Mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, b. Memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman; dan c. Mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
"Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan, dan dilaksanakan dengan prinsip penyelenggaraan kawasan permukiman sebagai dasar penyelenggaraan perumahan," bunyi Pasal 4 ayat (1,2) PP ini, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, Senin (13/6/2016).
PP ini menegaskan, bahwa pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan.
Selain itu, dilaksanakan melalui upaya penataan pola dan struktur ruang pembangunan rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum yang terpadu dengan penataan lingkungan sekitar.
"Badan Hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan Hunian Berimbang, yang dalam satu hamparan, kecuali untuk Badan Hukum Perumahan yang seluruhnya pemenuhan rumah umum," bunyi Pasal 21 ayat (1,2,3) PP No. 14 Tahun 2016.
Dalam hal pembangunan perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan, menurut PP ini, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta dalam satu provinsi.
"Badan Hukum yang melakukan pembangunan perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan wajib menyediakan akses dari rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja," tegas Pasal 21 ayat 5 PP ini.
Kewajiban Pemerintah
Menurut PP ini, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
"Kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud dapat berupa: a. subsidi perolehan rumah; b. stimulan rumah swadaya; c. insentif perpajakan; perizinan; asuransi dan penjaminan; penyediaan tanah; sertifikasi tanah; dan/atau prasarana, sarana, dan utilitas umum," bunyi Pasal 37 ayat (1,2,3) PP No. 14 Tahun 2016 itu.
Bantuan pembangunan rumah bagi MBR itu, menurut PP ini, dapat diberikan dalam bentuk: a. dana; b. bahan bangunan rumah; dan/atau c. prasarana, sarana, dan utilitas umum, yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Bantuan pembangunan rumah bagi MBR dapat diperoleh dari Badan Hukum melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 40 PP ini.
Pemasaran
PP ini juga menegaskan, bahwa rumah tinggal dan/atau rumah deret yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: a. status pemilikan tanah; b. hal yang diperjanjikan; c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk; d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas Umum; dan e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20%.
"Badan Hukum yang melakukan pembangunan rumah tinggal dan/atau rumah deret, tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud," bunyi Pasal 22 ayat (5) PP ini.
Mengenai pemanfaatan, PP ini menegaskan bahwa rumah dimaksud dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian. Selain itu, pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian juga harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu tanggal 27 Mei 2016, sesuai pengundangan yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
- Source : finance.detik.com