Mengapa Rusia dan China sibuk membeli emas batangan
Mata uang Rusia dan China bergerak menjadi “sebaik emas”, catat F. William Engdahl, menjelaskan mengapa kedua negara tersebut membeli emas dengan stabil.
Sejak Presiden Nixon secara sepihak mencabut Perjanjian Bretton Woods 1944 pada tahun 1971, dolar AS tidak lagi didukung oleh emas; Namun, emas masih tetap menjadi alat penyimpan nilai yang tidak dapat disaingi oleh uang kertas.
“Dalam masa krisis keuangan dunia seperti pada tahun 1930-an, emas lebih dipilih oleh bank-bank sentral dan warga negara biasa sebagai alat penyimpan nilai ketika uang kertas kehilangan nilainya. Kita sedang menuju saat-saat di mana hutang uang kertas yang terakumulasi dari sistem dolar merendahkan nilai dolar kertas. Apa yang sangat signifikan dalam hal ini adalah untuk dapat mengetahui bank sentral mana yang dapat membeli semua emas yang dapat mereka beli,” seorang peneliti dari AS, penulis dan konsultan resiko strategis F. William Engdahl menulis dalam artikelnya untuk New Eastern Outlook.
Hebatnya, Bank Sentral Rusia menjadi pembeli emas terkemuka di dunia, karena telah membeli 356.000 ons logam mulia ini pada bulan Februari 2016, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Secara umum, Rusia meningkatkan cadangan emas moneter mereka menjadi 208,4 metrik ton ada tahun 2015 dan terus membeli logam mulia ini dalam kecepatan yang terus meningkat.
China berada setelah Rusia, dengan sekitar 320.000 ons emas yang dibeli pada tahun 2016, menurut Bank Sentral China.
Yang cukup menarik, sejak awal tahun 2016, logam kuning ini telah menjadi “aset utama yang terbaik” tahun ini, naik hampir 16%.
“Pada bulan Januari 2016, Bank Sentral Rusia membeli lagi 22 ton emas, mencapai $800 juta dengan kurs saat ini, di tengah-tengah sanksi yang diberlakukan oleh AS dan harga minyak yang rendah... Rusia kini memiliki 1.437 ton emas dalam cadangannya, keenam terbesar di dunia menurut World Gold Council di London. Hanya bank sentral AS, Jerman, Italia, Perancis dan China memiliki tonase cadangan emas yang lebih besar,” Engdahl menguraikan.
Emas berfungsi sebagai “penyangga” terhadap resiko ekonomi eksternal dan jelas bahwa Rusia menempatkan logam mulia ini sebelum dolar AS. Dalam konteks pergolakan yang akan datang dalam perekonomian global, diperkirakan oleh Lord Jacob Rothschild pada akhir Desember 2015, langkah Rusia tampak semakin bijaksana.
“Terutama juga, bank sentral Rusia telah menjual kepemilikan hutang Bendahara AS untuk membeli emas, memberlakukan ‘de-dolarisasi’, sebuah langkah yang masuk akal karena dolar melancarkan perang mata uang terhadap mata uang rubel,” tekan peneliti tersebut.
Selanjutnya, Rusia secara bersamaan mengurangi hutang luar negerinya. Menurut data dari Bank Sentral Rusia, hutang luar negeri negara tersebut menyusut sebesar $83,8 milyat (14%) pada tahun 2015.
China juga menganggap emas sebagai aset yang sangat berharga. Dari bulan Agustus 2015 sampai Januari 2016, Beijing telah membeli 101 ton emas dan berencana untuk membeli 215 ton tambahan secara total tahun ini.
“Para pengamat pasar percaya bahkan jumlah emas di brangkas bank sentral China secara politis sangat dikecilkan jumlahnya, agar tidak terlalu membuat khawatir pihak Washington dan London,” Engdahl menyatakan.
Sementara itu, sekutu Eurasia Rusia – Kazakhstan dan Belarus – juga meningkatkan cadangan emas mereka.
Ini berarti bahwa negara-negara tersebut, yang keduanya anggota dari Uni Ekonomi Eurasia dan peserta dari proyek One Belt, One Road yang dimpimpin oleh China sedang melihat emas sebagai dasar bagi perekonomian Eurasia.
“Mata uang Rusia, China dan negara-negara Eurasia lainnya bergerak menjadi ‘sebaik seperti emas’, sebuah istilah yang digunakan bagi dolar AS sekitar enam dekade lalu. Fakta bahwa Rusia juga memiliki rasio hutang terhadap PDB yang rendah sekitar 18% dan AS 103%, dan negara-negara dalam zona euro Uni Eropa 94%, Jepang lebih dari 200%,” Engdahl menyimpulkan, menekankan bahwa Rusia saat ini lebih sehat dibandingkan dengan negara-negara Barat yang maju.
- Source : sputniknews.com