www.zejournal.mobi
Minggu, 22 Desember 2024

50 juta kekuatan Sunni Indonesia baru saja meluncurkan kampanye anti-ekstrimisme global

Penulis : Krithika Varagur | Editor : Admin | Kamis, 10 Desember 2015 14:15

Setiap kali ISIS, al-Qaeda atau kelompok teroris lainnya melakukan kekerasan atas nama Islam, sebuah pertanyan muncul: Apa yang dilakukan dunia Muslim atas masalah ini?

Faktanya, ada banyak upaya-upaya anti-ekstrimisme dalam komunitas Muslim global: para pemimpin dan cendekiawan Muslim telah mengecam kelompok ISIS, Liga Pemuda Muslim di Inggris telah menyatakan “perang suci ideologi” melawan ekstrimisme, dan YouTube bahkan telah mencoba untuk merekrut rakyat Muslim di AS untuk melawan elemen-elemen ekstrimis.

Dan di Indonesia, rumah bagi penduduk Muslim terbesar di dunia, sebuah gerakan anti-ekstrimisme besar sedang berlangsung.

Nahdlatul Ulama atau NU, adalah sebuah organisasi Islam independen terbesar di dunia yang memiliki 50 juta anggota. Sebagian merupakan badan Islam Sunni, partai politik dan bagian untuk beramal, didirikan hampir 90 tahun yang lalu pada tahun 1926, sebagai respon terhadap gerakan Sunni lain, Wahhabisme.

Wahhabisme adalah gerakan reformasi ultra-konservatif yang berbasisi di Arab Saudi yang menganjurkan hukum fanatik asal-usul Islam. Gerakan ini menolak gagasan modern bahwa “agama adalah sebagai aktivitas atau kepercayaan individu masing-masing” dan pemisahan antara gereja dan negara. ISIS sangat berkomitmen atas prinsip-prinsip Wahhabi, menggunakan buku-buku pelajaran agama dan merangkul tradisi garis keras untuk membunuh semua orang kafir.

Tujuan NU yang telah dinyatakan adalah untuk “menyebar pesan-pesan mengenai Islam yang toleran di negara masing-masing untuk mengekang radikalisme, ekstremisme dan terorisme,” yang dinyatakan, “sering muncul dari pengartian yang salah dari ajaran Islam.” NU meluncurkan inisiatif anti-ekstrimisme global pada tahun 2014.

Upaya-upaya NU baru-baru ini diperkuat setelah adanya serangan teror di Paris. Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla, yang juga menjabat dalam Dewan Penasihat NU mengutuk serangan teror tersebut dalam konferensi tiga hari pekan lalu di Malang. Konferensi ini diadakan oleh Konferensi Internasional Ulama Islam, sebuah organisasi anti-radikalisme Indonesia lainnya yang dimulai oleh Kementerian Luar Negeri pada tahun 2002 setelah serangan 11 September di AS. Jusuf Kalla mengatakan, “Tidak ada sifat religius mengenai serangan tersebut karena Islam tidak pernah membenarkan tindakan seperti itu.”

NU telah menetapkan pandangannya secara global. Pada bulan Desember 2014, NU telah mendirikan sebuah nirlaba AS yang disebut Bayt ar-Rahmah di Winston-Salem, North Carolina, untuk menjadi sebagai markas untuk kegiatan-kegiatan internasional nya. Bayt ar-Rahmah merencanakan “sebuah konferensi internasional dan acara-acara kebudayaan di Washington DC” pada musim semi 2016, Sekjen NU Yahya Cholil Staquf mengatakan kepada Huffington Post.

NU juga mendirikan sebuah “pusat pencegahan” untuk melatih para siswa berbahasa Arab untuk memerangi retorika ekstremisme bersama dengan para cendekiawan NU. Organisasi ini juga telah menciptakan sebuah program dengan Universitas Vienna di Austria yang dinamankan VORTEX (Vienna Observatory for Applied Research on Radicalism and Extremism). Proyek tersebut, yang didanai oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri berupaya untuk “menghasilkan kontra-narasi terhadap ide-ide yang radikal dan menyebarkannya secara global,” kata Staquf. Ia mengatakan bahwa NU juga bekerja pada proyek-proyek masa depan dengan pemerintah Swedia dan Inggris.

Ada kekhawatiran lokal mengenai ambisi global NU, karena masih ada kebutuhan untuk melawan ekstrimisme di dalam Indonesia. Negara ini telah menghadapi sejumlah serangan teroris mematikan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di resor-resor pantai dan hotel-hotel mewah. Namun NU mengatakan bahwa kampanye anti-ekstrimisme nya juga berlaku di Indonesia, menurut New York Times. Dan NU juga menunjukkan perbedaan-perbedaan yang spesifik dalam agama Islam di Indonesia, yang dipercaya lebih moderat dan toleran jika dibandingkan dengan Timur Tengah. “Ketika kita sadar bahwa ancaman radikalisme ini sudah dalam tahap global, kita perlu mengkonsolidasikannya secara global untuk melawannya,” kata Staquf kepada Huffpost.

Indonesia adalah negara bagi salah satu populasi Muslim yang paling liberal di dunia. Pada tanggal 14 November, Majelis Ulama Indonesia mengumumkan sebuah rencana untuk memobilisasikan 50.000 pengkhotbah untuk menyebarkan moderat atau “Wasathiyah” Islam di dalam Indonesia.

Seperti yang ditunjukkan dalam sebuah artikel 2012 dalam jurnal kebijakan Indonesia mengenai Ulasan Strategis, pluralisme mungkin adalah sebuah “ide besar” yang dapat dibawa oleh masyrakat Islam Indonesia ke panggung dunia. Meskipun Muslim di Indonesia adalah mayoritas, mereka tinggal bersama dengan orang-orang beragama Hindu dan Budha yang mendahului umat Muslim di negara ini, dan mereka berbagi serta menyatukan tradisi-trasisi spiritual. Moto nasional Indonesia adalah bhineka tunggal ika, atau “kesatuan dalam keragaman,” dan etos tersebut merupakan pusat dari tradisi Muslim di Indonesia. Moto ini adalah latar belakang dari sekolah Islam Nusantara, atau “Islam of the Archipelago”, cabang Sunni yang telah berada selama 500 tahun yang menekankan prinsip-prinsip Hindu-Budha seperti antikekerasan dan toleransi beragama.

Dalam film berdurasi 90 menit yang dirilis oleh NU dengan judul “The Divine Grace of Islam Nusantara,” para ulama Islam secara sistematis mengkritik dan mencela interpretasi ISIS terhadap Alquran dan Hadis.

Film ini menggarisbawahi ambisi dari lingkup anti-ekstrimisme NU. “Pada tingkat yang lebih tinggi, ini adalah tugas dari para ulama untuk memerangi tunas terorisme, sementara di tingkat yang lebih rendah, ini adalah tugas dari lembaga-lembaga penegak hukum untuk melakukannya,” kata Muzadi yang juga menjabat sebagai Sekjen ICIS.


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar