www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

Selamat datang di peperangan kesepakatan perdagangan

Penulis : Pepe Escobar | Editor : Admin | Selasa, 08 September 2015 03:44

Cina terus bertumbuh dengan baik di angka 7%. Namun, karena devaluasi dari yuan dan penurunan tajam di pasar saham, disebagian di pasar saham, di sebagian besar ibukota Barat ekonomi beralih kearah yang lebih buruk turun karena satu model ekonomi yang telah dihasilkan – selama bertahun-tahun Cina mengalami pertumbuhan enam kali lipat pada Produk Domestik Bruto (PDB).

Sedikit yang menyadari bahwa Beijing, secara bersamaan terlibat dalam sebuah tugas besar sebanyak tiga kali; menggeserkan vektor pertumbuhan dari ekspor dan investasi besar-besaran dalam pelayanannya, mengatasi peran negatif dan atau kepuasan diri atas perusahaan milik negara dan mengempiskan setidaknya tiga gelembung hutang, spekulasi real estate dan pasar saham – dalam konteks ekonomi global tersendat yang sebenarnya.

Semua ini terjadi sementara hampir tidak ada liputan Barat mengenai dorongan integrasi perdagangan Cina yang dipimpin oleh Eurasia, yang akan pada akhirnya akan membantu mengkonsolidasikan Dunia Tengah sebagai ekonomi terbesar di dunia.

Dan hal tersebut membawa kita kepada subplot penting dalam Gambaran Yang Besar: Asia Tenggara.

Empat bulan dari sekarang, 10 anggota dari Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) terikat untuk disatukan, melalui Ekonomi ASEAN (AEC).

AEC bukanlah suatu yang kecil. Kita berbicara tentang integrasi ekonomi dari pasar gabungan dari 620 juta orang dan PDB kolektif sebesar $2,5 triliun.

Tentu saja, ini masih sebagai ASEAN yang terbagi-bagi. Kira-kira, daratan Asia Tenggara lebih dekat ke Cina sementara perbatasan maritim nya lebih konfrontatif – paling tidak karena campur tangan AS yang memicu konfrontasi tersebut. Akan memakan waktu lama sebelum ada kode Etik di Laut Cina Selatan yang ditandatangi oleh semua peserta.

Namun bahkan jika wilayah daratan dan maritim Asia Tenggara menyediakan pandangan yang cukup berbeda, dan gabungan dari mereka mengartikan lebih kepada sebuah retorika daripada kenyataan – setidaknya dalam jangka pendek – Beijing tampaknya tidak keberatan dengan permainan yang akan berlangsung lama. Bagaimanapun juga, Cina terkait erat dengan daratan Asia Tenggara.

Mari kita lihat Kamboja, Laos, Myanmar dan Thailand. Ini adalah pasar gabungan dari 150 juta orang dan dengan PDB sebesar $500 miliar. Gabungkan empat negara ini kedalam wilayah pinggiran Greater Mekong, yang meliputi provinsi Cina selatan Guangxi dan Yunnan, dan ini memiliki pasar 350 juta orang dengan PDB sebesar lebih dari $1 triliun. Kesimpulannya, seperti yang terlihat dari Beijing, ini tidak bisa dihindari; daratan Asia Tenggara adalah halaman belakang Cina Selatan.

Trans-Pacific Partnership (TPP) VS. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

TPP yang dipimpin oleh AS diakui secara luas dibeberapa keleluasaan ASEAN sebagai komponen kunci dari “berputar ke Asia”.

Jika ASEAN sendiri terbagi, TPP ditambahkan kedalam divisi terseut. Hanya ada empat negara ASEAN – Brunei, Malaysia, Singapura dan Vietnam – yang terlibat dalam negosiasi TPP. Enam lainnya lebih memilih Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP).

RCEP adalah sebuah ide ambisius yang bertujuan menjadi perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia; 46% dari total populasi secara global, dengan PDB gabungan sebesar $17 triliun dan 40% perdagangan dunia. RCEP mencakup 10 negara ASEAN yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, india, Australia dan Selandia Baru. Tidak seperti TPP yang dipimpin oleh AS, RCEP ini dipimpin oleh Cina.

Bahkan jika ada keinginan politik yang besar, mustahil bagi 16 negara tersebut untuk menyelesaikan  negosiasi mereka dalam empat bulan kedepan – dan dengan demikian mengumumumkan RCEP yang akan dimulai di AEC. Hal ini akan menjadi dorongan besar bagi gagasan bersama tentang “sentralitas” ASEAN.

Masalah ada dimana-mana. Sebagai permulaan, pertikaian serius Cina-Jepang atas pulau-pulau Diayou/Senkaku. Dan pergumulan antara Cina-Vietnam-Filipina yang terus berkembang di Laut Cina Selatan. Ketidakpercayaan dan persaingan adalah temanya dan suatu hal yang wajar. Banyak dari negara-negara ini melihat Australia sebagai kuda Trojan. Alhasil konsensus atau persetujuan tidak akan tercapai sebelum 2017.

Ide mendirikan RCEP lahir pada bulan November 2012 di KTT ASEAN di Kamboja. Ada sembilan putaran negosiasi sejauh ini. Anehnya, ide awal datang dari Jepang – sebagai mekanisme untuk menggabungkan kebanyakan penawaran bilateral yang telah dibuat oleh ASEAN dengan rekan-rekannya. Namun sekarang Cina lah yang memimpin.

Dan jika kompetisi dari TPP vs RCEP belum cukup, masih ada Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP). Yang diperkenalkan pada pertemuan APEC akhir tahun lalu oleh – tentu saja – Cina yang merayu negara-negara dimana para pedagang puncaknya memiliki Cina sebagai hambatan terakhir untuk bergabung di TPP.

Joseph Purigannan dari Foreign Policy in Focus telah secara tepat meringkas semua kegilaan ini; “Jika kita menghubungkan semua perkembangan dari “mega-FTA” ini, apa yang kita lihat sebenarnya adalah intensifikasi dari apa yang bisa kita sebutkan sebagai wilayah-wilayah peperangan antara para pemain besar.” Jadi, sekali lagi ini adalah peperangan antara Cina dan AS.

Aturan Pharma besar

TPP berpusat di Amerika Serikat dan bertujuan untuk menetapkan standar umum bagi hampir setengah perekonomian dunia.

Namun TPP – yang dinegosiasikan dalam kerahasiaan oleh lobi-lobi perusahaan besar dan kuat dengan tidak ada pengawasan publik sama sekali – pada dasarnya adalah NATO dalam perdagangan (dan rekan dekat dari TTIP yang ditargetkan oleh Uni Eropa). TTP telah dikembangkan sebagai perpanjangan tangan ekonomi/perdagangan dari langkah “berputar ke Asia” – dengan dua impian; meniadakan Cina dan menipiskan pengaruh Jepang. Dan kebanyakan dari semua, TTP bertujuan mencegah sebagian Asia dan negara-negara ASEAN mencapai kesepakatan yang tidak melibatkan AS.

Cina bereaksi secara halus, tidak frontal. Beijing bertaruh bahkan dalam melipatgandakan perjanjian-perjanjian – dari RCEP ke FTAA. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi hegemoni dari dolar AS (jangan lupa, TPP menggunakan dolar).

Bahkan setelah mendapatkan persetujuan Kongres AS bulan lalu untuk jalur cepat yang mengarah kepada kesepakatan, Presiden Obama dan semua bisnis TPP mengalami kesulitan untuk meyakinkan 12 rekan TPP.

Pada obat-obatan biologis generasi berikutnya, misalnya, TPP memberikan hak khusus kepada farmasi-farmasi besar seperti Pfizer dan Takeda yang dimiliki Jepang. TPP bertentangan dengan BUMN (sangat penting dalam perekonomian Singapura, Malaysia dan Vietnam) untuk kepentingan pesaing-pesaing asing yang berjuang untuk mendapatkan kontrak dari pemerintah.

TPP ingin menyingkirkan perlakuan istimewa Malaysia terhadap kaum etnis dalam perbisnisan, perumahan, pendidikan dan kontrak-kontrak pemerintah – komponen kokoh dari model pembangunan Malaysia.

Dengan dalih pemotongan tarif pada pakaian yang “sensitif”, perusahaan-perusahaan tekstil besar US seperti UNIFIL bertujuan untuk menghentikan Vietnam untuk menjual pakaian murah buatan Cina di pasar AS.

Dan Amerika Serikat dan Jepang tetap berselisih serius pada pertanian dan industri otomotif, dan masih dalam perdebatannya, sebagai contoh, ketika sebuah kendaraan memiliki konten lokal yang cukup untuk memenuhi sayarat duty-free.

Perdana Menteri Jendral Prayut Chan-ocha yakin bahwa TPP dapat membuat atau mengacaukan Thailand – dengan “rusak” sebagai kata penekanannya. Itulah yang ia katakan kepada kelompok yang memaksa ketika mereka mengunjungi Dewan Bisnis AS-ASEAN.

Bangkok takut bahwa hukumnya pada obat-obatan paten – seperti dalam hak untuk memproduksi obat generik – akan digantikan oleh hukum-hukum yang sangat dibatasi dan didikte oleh pihak yang sudah kita duga sebelumnya: Big Pharma.

Satu Jalur, satu Jalan, satu bank

Pada akhirnya, itu semua kembali kepada I Tai I lu (“Satu Jalur, Satu Jalan”) miliki Presiden Cina Xi Jinping; atau yang berarti strategi Jalan Sutra yang baru, dimana salah satu komponen kuncinya adalah mengekspor segala macam teknologi konektivitas milik Cina ke negara-negara ASEAN lainnya.

Ini dimulai dengan Pendanaan Jalan Sutra sebesar $40 miliar akhir tahun lalu. Namun jalur investasi lain untuk jaringan infrastruktur seperti jalan-jalan, jalur kereta dan pelabuhan harus datang melalui Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB).

Jadi AIIB juga dapat dikatakan sebagai contoh perluasan ekspor Cina. Perbedaannya adalah bahwa daripada mengekspor barang dan jasa, Cina akan mengekspor keahlian infrastruktur, serta kapasitas produksi dalam negeri yang berlebihan.

Salah satu proyek tersebut adalah jalur kereta dari provinsi Yunnan melalui Malaysia dan Singapura – dengan Indonesia Salah satu proyek tersebut adalah jalur kereta dari provinsi Yunnan melalui Malaysia dan Singapura – dengan Indonesia yang tidak begitu jauh (dimana Cina sudah berjuang melawan Jepang bagi sebuah kontrak  pembangunan rel kereta berkecepatan tinggi sepanjang 160 Km pertama di Indonesia antara Jakarta dan Bandung). Cina telah membangun tidak kurang 17.000 Km rel untuk kereta berkecepatan tinggi – 55% dari total dunia – hanya dalam 12 tahun.

Washington tidak menyoroti dari dekat dan lebih dekat hubungan Beijing-Bangkok. Cina, untuk bagiannya, ingin hubungannya dengan Thailand sebagai contoh daru hubungannya dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Dengan demikian, semangat usaha Cina untuk berinvestasi di ASEAN menggunakan Thailand sebagai pusat daerah investasi mereka. Itu semua tentang berinvestasi di negara-negara dengan potensi yang sangat baik untuk menjadi basis-basis produksi Cina.

Gabungan ekonomi yang riil dalam waktu dekat ini tidak bisa dihindari di daratan Asia Tenggara. Sudah memungkinkan untuk mengambil jalan dari Myanmar ke Vietnam. Dan segera melalui jalur kereta dari Cina Selatan melalui Laos ke Teluk Thailand dan melalui Myanmar menuju Samudera India.

Pasar tendaga kerja semakin terintegrasikan. Ada lima juta orang dari Myanmar, Kamboja dan Laos yang sudah bekerja di Thailand – kebanyakan mereka sah secara hukum untuk bekerja disana. Perdagangan di perbatasan sedang booming – dan “perbatasan-perbatasan” yang dilembagakan tidak berarti banyak di daratan Asia Tenggara (contohnya seperti perbatasan antara Afghanistan dan Pakistan).

Bagaimanapun juga ini adalah sebuah pertandingan yang masih sangat terbuka. Ini semua tentang relasi dan hubungan. Ini tentang rantai produksi global. Ini tentang aturan harmonis dalam perdagangan. Namun kebanyakan dari itu semua adalah pertaruhan kekuasaan yang beresiko tinggi; dimana antara AS atau Cina pada akhirnya akan menetapkan peraturan global pada perdagangan dan investasi.


- Source : atimes.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar