Korupsi di Kominfo 10 T, Bagaimana Faktanya?
Baru-baru ini ramai berita tentang korupsi yang ada di Kominfo dengan nilai yang luar biasa yaitu 10 T. Hal ini berhubungan dengan pengadaan BTS. Bahkan ada dua sahabat penulis Seword yang sudah mengangkat kasus tersebut bahkan mengaitkan dengan dukungan Nasdem terhadap Anies Baswedan.
Mungkin, dengan menulis artikel ini, ada yang akan menganggap saya sebagai buzzer Kominfo, atau bahkan simpatisan Nasdem, tapi ya nggak apa apa, karena itu memang sebuah resiko dari pendapat yang saya utarakan dengan niat untuk mengajak teman-teman semua melihat masalah dengan lebih jeli dan adil.
Ada beberapa lubang yang menurut saya perlu diluruskan dalam kaitannya yang disampaikan oleh para sahabat tersebut. Dugaan saya karena para sahabat tersebut mengambil sumber dari media yang belum bisa divalidasi kevalidannya.
Mari kita coba telisik dan berpikir dengan kepala dingin sehingga apa yang terjadi dapat kita pahami secara baik dan tidak sembarangan menuduh pihak tertentu.
BAKTI (BADAN Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) adalah BLU (Badan Layanan Umum) dibawah Kominfo yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pembiayaan Kewajiban Pelayanan Universal dan penyediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi dan informatika.
BAKTI secara rutin mengelola dana USO (Universal Service Obligation).
Dana USO dihimpun dari pendapatan kotor operator sebesar 1,25%. Kemudian, perolehan dana tersebut dikelola untuk membangun akses telekomunikasi, terutama di wilayah-wilayah terpencil, terluar, dan terdepan (3T) yang tidak digarap operator karena tidak memiliki skala ekonomi dan bisnis yang menguntungkan. Sektor-sektor yang mendapatkan akses pelayanan dari sarana telekomunikasi yang dibangun terdiri atas pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan pos lintas batas negara, serta sentra-sentra usaha kecil dan menengah (UKM).
Jelasnya dana USO ini adalah semacam CSR (Corporate Social Responsibility) yang dikelola oleh BAKTI untuk membangun sarana komunikasi didaerah 3T ataupun daerah yang secara bisnis tidak menguntungkan, sehingga akses telekomunikasi Indonesia bisa merata.
Status BAKTI sebagai BLU untuk lebih jelasnya saya akan analogikan sebagai berikut.
RS Jantung Harapan Kita dan banyak RS lainnya adalah BLU yang berinduk kepada Kementrian Kesehatan.
Jadi kalau misalnya RS Jantung Harapan Kita punya masalah dengan supliernya (pihak ketiga), apakah itu berarti kesalahan Menteri Kesehatan?
Mengenai angka 10T yang disebutkan oleh pejabat Kejagung, kita seharusnya kritis juga. Sejak kasus Jiwasraya, Asabri dan Terakhir Duta Palma, Kejagung selalu memberikan angka kerugian yang "ajaib".
Pada kasus Jiwasraya dan Asabri, saham yang secara fakta masih punya harga, walaupun turun, dihitung tidak ada harganya lagi, alias nol. Pada kasus Duta Palma, kita juga masih menunggu bagaimana penghitungan angka kerugian yang sudah disebutkan oleh kejagung.
Bukan tidak mungkin, kasus yang disebutkan dugaan korupsi di Kominfo (BAKTI tepatnya), penghitungan kerugiannya juga ajaib. Pendapatan BAKTI dari USO itu rata rata dibawah 3 T per tahunnya, jadi kalau proyek 10 T tentunya merupakan proyek multi years sampai 4 tahun, kecuali ada suntikan anggaran dari pos lain.
Kemudian disinggung juga soal sinyal internet. Lhah ini makin nggak nyambung bok . Sinyal internet kan urusannya operator telekomunikasi.
Dinamika politik yang terjadi saat ini memang bisa membuat kita melakukan penilaian yang tidak obyektif terhadap tokoh tertentu karena partainya atau juga karena afiliasinya, tetapi sebagai masyarakat yang menghargai dan mendorong kemajuan literasi, sudah seharusnya kita waras dan meletakkan permasalahan pada porsinya.
Kita semua tentunya mendukung pemberantasan korupsi oleh siapapun. Tetapi tentunya kita berharap hukum dapat ditegakkan dengan adil tanpa tendensi karena intervensi kepentingan lain. Sebagai masyarakat yang waras, kita juga harus meletakkan semua masalah pada proporsinya.
Bagaimana menurut teman-teman?
Sumber :
- Source : seword.com