Jeje, Bonge, Kurma, Fashion, dan Gelimang Uang di Sekitaran Halte Dukuh Atas
Sekarang itu sedang ramai diperbincangkan tentang anak-anak dari daerah penyangga Jakarta seperti Bojong, Cibinong, Cilebut, Nambo, dan sebagainya yang sering nongkrong di sekitaran wilayah Sudirman, Jakarta Pusat. Tempat mereka nongkrong ini sungguh strategis memang. Bukan karena ada di sekitar wilayah elite bisnis Jakarta, tapi karena di situ akses transportasinya sungguh mudah. Yang naik KRL tinggal turun Stasiun Sudirman, yang naik MRT tinggal berhenti di Halte Dukuh Atas BNI, yang naik kereta bandara tinggal stop di Stasiun BNI City. Mungkin andai halte Trans Jakarta Tosari sedang tidak direvitalisasi maka akan lebih banyak lagi anak yang mengakses daerah ini.
Saya dari dulu selalu bilang kalau weekdays maka daerah ini adalah wujud hiruk pikuk mereka yang tinggal di kawasan penyangga maupun Jakarta pinggiran yang harus mengadu nasib di tengah kota. Dari jam 5 pagi saja, sudah banyak orang yang keluar dari stasiun Sudirman menuju tempat kerja masing-masing. Tak sedikit yang masih harus menyambung moda transportasi lain. Kalau sore pun begitu, orang berjalan cepat, rebutan keluar dari MRT dan antre masuk stasiun Sudirman. Kadang kalau Jumat sore apalagi jika hujan maka antreannya sungguh panjang.
Di sisi lain, di akhir pekan yang dimulai sejak Jumat malam, kita juga melihat sisi lain dari Jakarta. Orang selalu mengidentikkan hidup di Jakarta itu mahal, kalau cari hiburan juga akan habis duit banyak.
Sebelum banyak aksi interview anak-anak nongkrong Sudirman ini di Tiktok, saya selalu bilang ke teman saya seperti ini, "Kalau mau lihat bahwa bahagia itu bisa dengan cara yang sederhana, datanglah ke Dukuh Atas apalagi di Sabtu dan Minggu sore". Kenapa?
Ya di situ saya lihat anak-anak entah dari mana datangnya mereka dengan penuh percaya diri membalut tubuhnya sesuai style fashion yang tentu saja bagi mereka itu keren. Nggak kalah dengan muda-mudi lain yang main ke Grand Indonesia atau Plaza Indonesia yang berjarak hanya beberapa ratus meter dari situ. Ada yang pake crop top, palazzo pants, jeans yang robek-robek, aksesoris aneka rupa, macam-macam deh.
Yang uang sakunya mungkin sedang lebih biasanya akan memesan Janji Jiwa yang ada di samping stasiun MRT. Yang uang sakunya ngepas banyak juga yang melarisi dagangan abang-abang kopi starling (starbucks keliling) yang banyak mangkal di situ, kalau lapar menyeduh Pop Mie. Ada yang hanya ngobrol dengan teman-temannya, ada yang foto-foto, ada yang maen skate. Mereka bahagia dan ya sebenarnya juga tidak aneh-aneh.
Siapa yang sangka kemudian mereka ini sekarang jadi viral. Bahkan banyak analisa ini itu soal kehadiran mereka di sana. Yang jenius sih yang mengangkat mereka pertama kali ke Tiktok dengan format interview. Saat itu banyak yang mengejek mereka karena dianggap kurang berkelas, sebagian lain membela dengan mengatakan mereka hanya bagian kelompok masyarakat yang menikmati hidupnya dan bisa jadi lho lebih bahagia dari yang mengejek.
Pada akhirnya, sekarang ini komunitas mereka lebih dari sekedar komunitas kumpul-kumpul buat saya. Mereka mendatangkan rejeki baik bagi anak-anak yang dijadikan tokoh seperti Jeje, Bonge, Kurma, Roy, dan kawan-kawannya. Maupun juga akun Tiktok yang menaikkan mereka. Bahkan di twitter beredar rate card yang kabarnya milik akun tersebut seperti ini :
Saya sih berharap semoga anak-anak yang jadi icon ini kecipratan rejeki dengan layak sehingga bisa bermanfaat untuk masa depannya. Karena kok ya ngenes kalau kemudian yang besar hanya mereka yang memanfaatkan profil anak-anak ini saja.
Di sisi lain, kita itu sadar. Anak muda itu butuh ruang, apapun latar belakang ekonomi, sosial, budayanya. Mereka butuh tempat untuk mengekspresikan diri, tidak mudah dihakimi, tempat yang mudah mereka jangkau, tidak mahal, terbuka, dan inklusif. Ya seperti wilayah sekitaran Dukuh Atas ini. Mereka jauh-jauh ke Jakarta ya karena ada kemudahan transportasi dan harganya murah. KRL itu setahu saya sekali naik sekitar 3500 saja, kalau jauh paling tak lebih dari 6000. Ini tugas buat Pemerintah daerah di manapun termasuk juga Pemprov DKI Jakarta. Anak-anak yang main-main, banyak teman, dan mau saling mengenal satu sama lain inilah yang justru akan mempererat kesatuan dan persatuan bangsa ini. Tapi sanggupkah semua daerah menyediakan itu?
- Source : seword.com