Keputusan Jokowi Larangan Total Ekspor Minyak Goreng Telah Mengguncang Dunia!
Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng. Penutupan keran ekspor ini mulai akan berlaku besok Kamis, 28 April 2022. Keputusan Presiden Jokowi ini diambil untuk memastikan kebutuhan akan minyak goreng di dalam negeri terpenuhi dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Akibatnya, harga minyak kedelai dunia melonjak ke rekor tertinggi.
Sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia, Keputusan Indonesia untuk secara efektif melarang ekspor minyak sawit telah menimbulkan kekhawatiran tentang menipisnya pasokan global minyak nabati alternatif. Selain itu, momentum diambilnya keputusan menutup rapat keran ekspor minyak goreng ini bertepatan dengan hilangnya pengiriman minyak bunga matahari dari Ukraina, sebagai negara pengekspor utama, akibat perang dengan Rusia. Ditambah musim kemarau yang panjang yang menyebabkan kekeringan di Argentina sebagai pengekspor minyak kedelai utama dunia. Semua itu telah memicu kenaikan tajam harga minyak nabati global.
Dikutip dari Reuters, pengetatan pasokan minyak nabati terjadi seiring dengan dilakukannya pelonggaran pembatasan COVID-19 di berbagai negara di dunia. Pelonggaran pembatasan ini memicu lonjakan permintaan atas pangan dan biofuel. Sementara rencana untuk memperluas kapasitas pemrosesan, sebagian besar dari fasilitas baru ini belum siap untuk digunakan, setidaknya untuk satu tahun ke depan.
Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade naik ke puncak tertinggi hingga 83,21 sen per pound pada hari Jumat lalu, atau naik sebesar 4,5 persen. Itu adalah rekor tertinggi. Sebelumnya, kenaikan harga minyak kedelai mencapai 81,42 sen per pound. Sekarang, harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade telah meningkat hampir 50 persen sepanjang tahun ini. Hanya dalam beberapa hari sebelum pelarangan ekspor minyak goreng Indonesia diberlakukan.
Tak hanya itu, langkah Indonesia yang melarang ekspor CPO dan minyak goreng mulai 28 April untuk menghadapi kenaikan harga domestik dinilai telah memicu inflasi pangan global.
"Ini adalah berita buruk bagi konsumen minyak nabati di banyak negara yang saat ini sangat bergantung pada minyak sawit mengingat kekurangan minyak bunga matahari, minyak lobak dan minyak kedelai," kata Siegfried Falk, seorang analis Oil World. .
Seperti diketahui, inflasi pangan telah menjadi perhatian utama di seluruh dunia setelah invasi Rusia ke Ukraina, pengekspor utama gandum, jagung, barley, minyak bunga matahari dan minyak lobak. Argentina sebagai pemasok kedelai olahan terbesar di dunia, di atas Brasil dan Amerika Serikat, juga telah menghentikan sementara penjualan minyak kedelai dan tepung kedelai ke luar negeri pada pertengahan Maret lalu, sebelum menaikkan tarif pajak ekspor dalam upaya untuk mengekang inflasi pangan domestik Argentina. Karenanya, pasokan minyak goreng Indonesia menjadi solusi atas menghilangnya komoditi minyak nabati lain. Dan ini yang menyebabkan jumlah ekspor minyak goreng Indonesia meningkat tajam hingga mengorbankan pasokan dalam negeri.
Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia dan digunakan dalam pembuatan banyak produk termasuk biskuit, margarin, deterjen dan coklat. Menghentikan pengiriman minyak goreng dan bahan bakunya dari Indonesia juga dapat meningkatkan biaya bagi produsen makanan kemasan secara global dan memaksa pemerintah untuk memilih antara menggunakan minyak nabati dalam makanan atau untuk bahan bakar nabati. Apalagi, Indonesia menyumbang lebih dari setengah pasokan minyak sawit dunia.
Di atas adalah gabungan beberapa artikel berbahasa Inggris yang saya terjemahkan. Apa yang kemudian bisa kita simpulkan sekarang terhadap "momentum" atau "timing" dari keputusan yang ditetapkan Presiden Jokowi atas minyak goreng? Menurut saya pribadi, kata "berani" saja sudah tidak mewakili. Ini adalah sebuah keputusan yang maha gila yang diambil oleh seorang pemimpin negara. Keputusan penghentian total ekspor minyak goreng dilakukan di saat minyak goreng menjadi primadona dunia karena permasalahan pasokan minyak nabati lain. Dalam kondisi seperti itu, pastinya banyak orang akan melakukan aksi "aji mumpung". Pengekspor minyak goreng Indonesia bisa menggetok harga eceran dunia seenak udel mereka. Sayang, otak pengekspor minyak goreng Indonesia terlalu dungu untuk bisa mengambil alih peran dan menjadi aktor utama. Alih-alih menjadi pengendali supply, eksportir Indonesia malah di posisi terbalik, mereka yang dikendalikan pasar. Cuan dikejar didasarikan pada kuantitas dan bukan pada kualitas, hingga akhirnya mengorbankan persediaan dalam negeri.
Bayangkan jika jumlah ekspor minyak goreng Indonesia tetap dijaga di angka yang sama dan tidak dilakukan penambahan hingga mengakibatkan harga domestik meningkat tajam! Indonesia hari ini sudah akan menjadi raja, disembah dunia dimohon-mohonkan agar mau menjual minyak gorengnya pada mereka. Hukum ekonomi menyatakan, "ketika supply langka, maka harga meningkat tajam". Mengapa tidak menahan barang sekalian terhadap pasaran dunia? Ini malah berpikir "mumpung minyak bunga matahari, minyak kedelai dan minyak nabati lain absen, ya udeh jatah pasokannya gue ambil...". Betapa sebuah pemikiran manusia maruk, yang jika dibiarkan malah akan sangat membahayakan Indonesia sendiri.
Ibarat menabur garam di atas luka yang basah, keputusan Jokowi memperparah kondisi dunia akan kebutuhan minyak nabati. Demi untuk mendidik para eksportir minyak goreng dari kemarukan, Jokowi tak peduli jika keputusannya menciptakan inflasi global. Apa artinya kehilangan devisa dari ekspor minyak goreng jika negara berhasil membuat rakyat kecil tetap bisa berjualan gorengan dipinggir jalan atau di angkringan-angkringan? Terlebih di bulan puasa. Biarkan dunia dengan inflasi globalnya, biarkan Indonesia kehilangan sebagian devisa selama roda penghidupan rakyat jelata yang hanya mampu membeli minyak goreng curah terus berputar lancar!
- Source : seword.com