Aneh, Sekda DKI Tak Mau Beberkan Tunjangan Operasional Gubernur dan Wagub
Anggaran tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta naik menjadi Rp 177,37 miliar. Angka itu mengalami kenaikan 26,42 miliar dari tahun sebelumnya. Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi menyebut anggaran tersebut layak dinaikan.
Seperti yang kita ketahui, berita soal kenaikan gaji, bonus, tunjangan atau sejenisnya dari anggota DPR atau DPRD kebanyakan akan ditanggapi sinis oleh masyarakat. Gaji banyak tapi kurang banyak, tunjangan gede tapi masih kurang gede. Begitulah anggapan masyarakat saat ini.
Prasetio awalnya keberatan jika hanya Dewan yang disalahkan atas kenaikan tunjangan anggota. Saya tak tahu masalah sebenarnya gimana, mungkin ini terkait protes kenaikan tunjangan. Prasetio kemudian mengatakan Gubernur dan Wakil Gubernur juga mendapat tunjangan operasional setiap bulan.
Prasetio kemudian meminta Sekda DKI Jakarta Marullah Matali membeberkan jumlah tunjangan operasional Gubernur dan Wakil Gubernur, dalam rapat Badan Anggaran membahas soal hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri terhadap Raperda APBD Tahun 2022.
"Di dalam forum ini, tolong, Pak Sekda, melalui BPKD, jelaskan berapa sih operasional Gubernur biar masyarakat juga tahu. Gubernur dan Wagub, dan perangkatnya semua. Selalu yang disalahkan DPRD lagi, DPRD lagi. Jadi dalam forum ini, saya mau dengarkan. Itu saja, Pak," katanya.
Kalau soal gaji dan tunjangan anggota dewan, sudahlah, tak usah dibahas. Tak ada gunanya juga. Misalnya mau protes pun percuma juga, kan? Tak akan serta merta dibatalkan.
Tapi ada satu hal yang menarik. Ketidaktransparan Pemprov DKI soal tunjangan operasional gubernur dan wakil gubernur.
Marullah ternyata tidak membawa data yang diminta Prasetyo soal tunjangan Gubernur. Rapat sempat diskors 30 menit. Setelah itu, Prasetyo menagih lagi data tersebut.
"Pak Sekda tolong jawab, apa sudah ada jawabannya? Kalau belum saya skors lagi Pak, tunjangan Gubernur dan Wakil Gubernur," kata Prasetyo.
Terjadilah tanya jawab dan penjelasan yang bertele-tele, muter-muter seperti orang yang tersesat dan tak tahu arah, tak punya kompas atau Google Maps.
Marullah menyebut operasional kepala daerah tahun 2020 pernah dimuat di salah satu harian berita, tapi dia tidak menyebut nomilanya. Dia hanya menegaskan hitung-hitungan tunjangan dan gaji kepala daerah tercantum dalam PP 109 Tahun 2020, maksimal 0,15 persen dari pendapatan asli daerah. Kata dia, Pemprov DKI belum pernah mengambil angka maksimal.
Ketua Fraksi PAN DPRD DKI Bambang Kusumanto juga meminta anggaran tunjangan Gubernur dan Wagub dibuka.
"Sebenarnya angkanya memang persentase sesuai dengan PP," jawab Sekda Marullah.
"Kenapa sih Pak? Ini sudah saatnya transparansi jadi masyarakat bisa lihat dan menilai ini uang rakyat semua lho. Saya tanyakan sebagai wakil rakyat. Tolong dijelaskan. Contohkan aja PAD-nya berapa, biar clear saja dulu Pak. Normatif silakan, tapi jangan kayak kita diakal-akalin saja, kayak anak kecil aja," sahut Prasetyo.
Marullah tetap tidak menyebutkan angka pasti. Dia kembali mengungkit soal hitung-hitungan 0,15 persen dari PAD.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono kemudian meminta menyebutkan dana tunjangan Gubernur dan Wagub tahun 2020, tapi Marullah tetap tutup mulut.
Artinya ini apa? Tidak transparan.
Di sini kita bisa menilai bahwa Pemprov DKI era Anies sangat tidak transparan. Gubernur dulu berani terbuka, bahkan menantang pihak lain transparan. Sekarang, gubernurnya suka tertutup dan tidak mau jujur. Transparansi hanyalah wacana omong kosong. Tak perlu pikir panjang kenapa Sekda DKI tutup mulut meski dicecar berkali-kali soal besaran tunjangan gubernur dan wakil gubernur DKI. Tidak mungkin dia tidak tahu. Alasan paling logis adalah karena ada yang disembunyikan. Kalau tidak ada apa-apa, kenapa takut dipublikasikan?
Di era Anies, warga seolah tidak boleh tahu urusan dapur Pemprov DKI. Warga tak boleh tahu uang mereka dipakai buat apa.
Gak gubernurnya, gak bawahannya, gak ada yang berani transparan. Rahasia banget. Bayangkan kalau sampai Anies jadi presiden, bisa gawat. Jadi gubernur aja udah main sembunyi-sembunyi. Bisa hancur negara ini kalau jadi presiden. Semua serba senyap dan diam-diam. Kalau diam-diam tapi jadi, masih mending. Ini diam-diam malah hancur dan kelebihan bayar.
Yang penting masuk surga, hehehe. Betul gak nih JKT58?
Bagaimana menurut Anda?
Referensi:
- Source : seword.com