Final Piala AFF Lawan Thailand, Nikmati Saja Status Indonesia sebagai Underdog
Lagi Indonesia, bisa dipastikan bahwa Thailand adalah lawan yang tepat di final Piala AFF Suzuki 2020 Singapura nanti. Tepat karena biar bagaimanapun, pada sebuah puncak turnamen, menghadapi lawan yang terbaik adalah sebaik-baiknya kenyataan. Dan Thailand begitulah adanya.
Sepanjang telah digelarannya ajang Piala AFF, Thailand adalah negara yang paling sukses dengan berhasil menjadi juara sebanyak lima kali. Termasuk sejak masih bernama Piala Tiger, tim berjuluk Changsuek (Gajah Perang) itu meraihnya di tahun 1996, 2002, 2004, 2014, dan 2016.
Dengan begitu, Thailand memang lawan yang tepat bagi Indonesia ketika harus melawannya dalam rangka perebutan gelar. Walaupun harus diakui, tim Garuda nanti akan berstatus sebagai tim underdog.
Status bukan unggulan itu memang layak disandang oleh anak asuh Shin Tae-yong. Ada beberapa hal yang membuat status itu menjadi tepat.
Pertama, tim Merah Putih memang layak berstatus sebagai yang tidak diunggulkan pada final nanti. Bila bercermin pada sejarah sepanjang keikutsertaannya dalam ajang Piala AFF, selama itu pula Indonesia belum pernah menjadi juara. Dan apesnya, lima kali diantaranya hanya duduk sebagai runner-up.
Nah menghadapi Thailand kali ini, Indonesia sudah pasti akan tidak diunggulkan. Apalagi dalam 12 kali pertemuannya dalam ajang Piala AFF, Thailand mendominasi dengan 8 kali menang. Indonesia hanya berhasil menang dua kali, dengan sisanya imbang dua kali.
Memang pelatih Thailand, Alexandre Polking, mengatakan bahwa status tersebut bisa menjadi tambahan motivasi bagi Timnas Indonesia. Tapi bisa saja itu hanya bagian dari psywar yang mulai dilancarkannya, begitu melihat bagaimana euforia pemain dan seluruh pendukungnya saat mengetahui timnas Indonesia berhasil masuk final.
Berikutnya, status bukan unggulan atau bahkan diremehkan memang sudah sejak awal disematkan pada timnas Indonesia di Piala AFF kali ini. Bukan saja dari para calon lawan, tapi bahkan dari dalam negeri sendiri. Beberapa hal menjadi penyebabnya hingga Indonesia hanya dipandang sebelah mata.
Pembentukan timnas Piala AFF ini memang dirasa tidak ideal. Selain karena faktor pandemi, juga turnamen ini dilaksanakan di saat kompetisi liga di Indonesia sedang berjalan. Akibatnya jumlah pemain dari setiap klub yang bisa diambil untuk Piala AFF dibatasi.
Tentu saja hal tersebut membuat membuat Shin Tae-yong kesulitan. Tapi untunglah pelatih asal Korea Selatan itu agaknya punya solusinya.
Solusi yang diambil Shin Tae-yong itu ternyata menjadi penyebab lainnya sehingga Indonesia berstatus diremehkan. Seperti diketahui, Shin Tae-yong banyak memanggil pemain muda. Bahkan secara rataan, timnas Indonesia kali ini adalah yang termuda di kisaran 23 tahunan.
Lalu apakah dengan sederet atribut yang membuat Indonesia begitu inferior di hadapan Thailand itu, harus membuat timnas kita melempem?
Begini, final tetaplah final. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Dalam sebuah laga puncak yang hasilnya hanya ada dua, menang/juara atau kalah, sudah bukan melulu bicara soal teknik dan sejarah. Disitu saatnya mental berbicara.
Shin Tae-yong akan memainkan peran pentingnya kali ini. Sebab kalau melihat dari tim Indonesia, mungkin hanya Fahrudin dan Victor Igbonefo yang sudah lahir ketika terakhir kali timnas sepakbola Indonesia menjadi juara di level senior. Sebagai pelatih sarat pengalaman dan berkelas dunia, Shin tentu sudah tahu bagaimana harus mengangkat mental timnas Indonesia yang terkenal melempem itu.
O ya, masih ada Evan Dimas. Betul, Evan adalah kapten tim muda saat menjadi juara Piala AFF U-19 beberapa tahun yang lalu. Dari Evan tentu bisa diharapkan untuk menjadi skipper bagi mental rekan-rekannya, terlebih dia adalah kapten pertama di timnas kali ini.
Lalu secara permainan bagaimana?
Thailand jelas setengah atau satu tingkat di atas Indonesia. Permainannya rapi. Tapi Indonesia bisa belajar dari sewaktu menghadapi Vietnam. Thailand mirip-mirip seperti itu. Pembedanya mungkin adalah adanya penyerang berpengalaman, Teerasil Dangda.
Thailand dikenal punya konsistensi sepanjang pertandingan. Lima belas menit menuju akhir waktu normal, menjadi momen di mana Thailand sering mencetak gol. Ini bisa menjadi perhatian bagi Indonesia.
Kemudian berkaca dari saat Thailand menyingkirkan Vietnam, saat itu sang juara bertahan gagal memanfaatkan pertahanan tinggi dari para pemain tim lawan. Ingat momen ketika penjaga gawang Thailand, Chatchai Budtporm, harus berjibaku keluar dari sarangnya demi menghalau serangan terobosan Vietnam hingga mengakibatkan dirinya cedera ACL. Saat itu akibat pertahanan tinggi timnya, dia harus berhadapan satu lawan satu dengan pemain lawan.
Momen tersebut tentu memberi gambaran peluang bagaimana pemain Indonesia harus bermain. Indonesia punya kans lewat pemain-pemain berkecepatan seperti Irfan Jaya, Witan Sulaiman, serta Egi Maulana Vikri, dan terobosan dari pengumpan handal macam Evan Dimas dan Asnawi.
Pada akhirnya, Indonesia tetap harus sadar diri sebagai Underdog. Kuncinya, bermain lepas saja. Andainyapun nanti kalah, yang penting sudah bermain bola dengan benar. Nikmati saja sebagai sebuah permainan seperti biasanya.
- Source : seword.com