Terbongkar Fakta Sengkarut Lahan Rocky Gerung dan Sentul City
Rocky membeli lahan seluas 800 meter persegi dari pemilik sebelumnya bernama Andi Junaedi pada 2009. Namun, tahun ini PT Sentul City mengklaim kepemilikan tanah Rocky bermodalkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Nomor 2411 dan 2412.?
Masalah sengketa lahan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terkuak setelah akademisi Rocky Gerung disomasi PT Sentul City Tbk untuk segera hengkang dan membongkar rumahnya.
Sebelumnya, disadur dari Tempo.co, Rocky menyebutkan rumahnya yang seluas 800 meter persegi terancam digusur oleh Sentul City karena dianggap menyerobot lahan. Di rumahnya juga sudah terpampang plang bertuliskan “Tanah ini milik PT Sentul City”.
Sentul City pun telah melayangkan somasi kepada Rocky Gerung agar segera membongkar rumah yang berdiri di Blok 026 Kampung Gunung Batu RT 02 RW 11 Kelurahan Bojong Koneng. Surat somasi pertama bernomor 128/SC/LND/VII/2021 dilayangkan ke Rocky Gerung pada 28 Juli 2021, lantas surat somasi kedua dengan nomor 227/SC-LND/VIII/2021 tertanggal 6 Agustus 2021.
Rocky membeli lahan seluas 800 meter persegi dari pemilik sebelumnya bernama Andi Junaedi pada 2009. Namun, tahun ini PT Sentul City mengklaim kepemilikan tanah Rocky bermodalkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Nomor 2411 dan 2412.
Bukan hanya Rocky yang diminta pergi, CNN Indonesia melaporkan, tetapi setidaknya ada enam tetangga Rocky di sana yang juga terkena somasi pihak Sentul City. Tak terima disomasi, enam orang itu menggugat balik Sentul City ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka menggugat Kepala Departemen Hukum PT Sentul City Faisal Farhan sebagai Tergugat I dan PT Sentul City sebagai Tergugat II.
Di balik somasi tersebut, PT Sentul City Tbk konon tengah berencana memanfaatkan lahan yang terletak di Desa Bojong Koneng, Kabupaten Bogor. Langkah itu juga disebutkan sebagai program lanjutan yang sebelumnya telah terlaksana di beberapa desa seperti Desa Citaringgul dan Desa Babakan Madang. Untuk mewujudkan rencana tersebut, kuasa hukum Sentul City Antoni mengaku pihaknya saat ini tengah melakukan penataan dan penguasaan aset-aset yang diklaim telah diambil oleh spekulan.
“Dalam rencana memanfaatkan lahan, kami didukung penuh oleh warga desa setempat, sebagaimana sudah terbukti selama ini telah memajukan desa sekitar,” tutur Antoni melalui keterangan tertulis pekan lalu, dikutip dari CNN Indonesia.
Menurut CNN Indonesia, dalam proses tersebut ditemukan beberapa bangunan bangunan liar berupa vila maupun rumah yang bukan didirikan oleh masyarakat asli Bojong Koneng. Antoni mengaku pihaknya telah melakukan sosialisasi hingga melayangkan somasi agar mereka dapat segera berbenah dan meninggalkan lahan yang diklaim milik kliennya itu. “Kami minta mereka menjelaskan atas dasar alas hak apa menempati lahan lahan kami, tapi tidak juga direspons.”
Antoni mengatakan kliennya memiliki hak sebagaimana dimaksud dalam undang-undang, yaitu izin lokasi pengembangan dan sertifikat tanah sah serta rencana tata ruang produktif berbasis komunitas, sehingga wajib mendapatkan perlindungan hukum atas upaya-upaya yang telah dilakukan pihaknya.
Namun, dalam keterangan tersebut, pihak Sentul City sampai saat ini masih belum merinci izin yang mereka dapatkan sejak kapan maupun soal tahun terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sehingga warga diminta mengosongkan lahan yang diklaim miliknya.
Bojong Koneng adalah desa yang berada di kawasan perbukitan di kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Wilayah kecamatan di antara Kota Bogor dan DKI Jakarta itu memiliki potensi daya tarik wisata alam, bagian dari pengembangan bisnis properti PT Sentul City sejak 1990-an silam.
Ketika Rocky Gerung dimintai keterangan oleh CNN Indonesia di kediamannya pada Jumat (10/9), dia enggan mengungkapkan lebih banyak ihwal masalahnya dengan Sentul City dan mengarahkan ke kuasa hukumnya Haris Azhar. Hari Minggu (12/9), pengajar filsafat itu berbicara panjang lebar mengenai persoalan yang dihadapinya melalui akun youtube pribadinya Rocky Gerung Official.
Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago menanggapi konflik antara pengamat politik Rocky Gerung dengan Sentul City. Uni Irma, panggilan akrabnya, meyakini konflik itu tidak ada kaitannya dengan masalah politik.
“Saya yakin enggak ada urusan politik, kan, yang gugat juga privat bukan pemerintah,” jawab Uni Irma melalui layanan pesan kepada JPNN.com, Sabtu (11/9). Menurutnya, Rocky Gerung pada dasarnya tidak menganggu siapa pun secara politik. Dia juga tidak yakin konflik Rocky didasari persoalan politik.
“Enggak mungkin ada kaitan soal politik, Rocky itu tidak mengganggu, kok, di politik. Dia kan, cuma hobi bikin gimik saja. Biasa, untuk eksistensi panggung,” tutup Irma Suryani Chaniago.
Pengakuan warga setempat
Kepada CNN Indonesia, salah satu warga Bojong Koneng, Ade mengaku kerap gelisah sejak Juni 2021 ketika PT Sentul City Tbk mengabarkan kepada warga desanya perihal klaim kepemilikan lahan di wilayah tersebut. Klaim Sentul City menurutnya berdasarkan keberadaan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 2412 dan 2411.
“Jelas kaget pas dengar kabar itu. Soalnya selama ini enggak ada apa-apa, enggak ada kabar soal perpindahan lahan atau semacamnya juga," jelas Ade kepada CNN Indonesia pada Jumat (10/9).
Ade mengatakan keluarganya saat ini masih memegang surat pernyataan alih garapan lahan dari kakeknya yang pertama kali menginjakkan kaki di Kampung Gunung Batu RT 002 RW 011 tahun 1950-an silam. “Sudah lama kami mah tinggal di sini. Saya lahir tahun 1981. Jauh sebelum itu, kakek-nenek sama orang tua saya juga sudah menempati lahan ini dan bangun rumah di sini. Surat pernyataan alih garapannya juga masih ada.”
Ade menjelaskan surat pernyataan alih garapan tersebut didapatkan penduduk setempat pada awal 1960-an dari negara, sebelumnya lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara. “Dulu, di kawasan ini selain dijadikan area pemukiman, juga banyak yang dijadikan untuk areal pertanian, tapi sekarang jumlahnya mulai berkurang.”
Ia menjelaskan, secarik kertas itu kemudian selama ini menjadi dasar masyarakat setempat untuk menempati atau menggarap area lahan di Bojong Koneng.
Ade menuturkan, meski berada dalam wilayah yang sama, secara umum area lahan di wilayah Bojong Koneng terbagi menjadi dua. Pertama, deretan lahan di area rumahnya merupakan lahan eks-HGU PTPN.
Sementara itu, wilayah di sebelah kiri jalan atau seberang rumahnya tergolong wilayah masyarakat adat. Berbeda dari lahan garapan, tanah masyarakat adat terdata dalam catatan buku desa persil maupun letler C tanah, sehingga relatif sudah mendapatkan sertifikat tanah untuk lahan yang ditinggali.
Oleh sebab itu, Ade mengaku cemas apabila nantinya keluarganya juga akan mendapatkan somasi dari pihak Sentul City untuk segera angkat kaki dari kediamannya. “Ya mau gimana, mereka punya sertifikat sedangkan saya cuma surat pernyataan. Kalaupun kami menolak dan ngalangin juga bisa apa.”
Ade mengaku hanya bisa berharap perusahaan memberikan biaya ganti rugi yang setimpal sesuai nilai lahan dan rumah yang ditempatinya sekarang. “Sebenarnya sih ya kami berhadap jangan sampe kena gusur, tapi kalau seandainya lahan ini mau diambil sama perusahaan kami minta ganti rugi yang setimpal. Kalau cuma dihargai tanahnya saja terus kami tinggalnya gimana?” tanyanya retoris, dilansir dari CNN Indonesia.
Ade mengatakan, mau tidak mau kini ia harus mulai menyiapkan diri. Di sisi lain, Ade juga merasa tidak sanggup apabila kelak harus membayar tagihan tetap kepada pihak Sentul City melalui sejumlah skema perjanjian penempatan lahan. Mengatur ulang pengeluaran keluarganya untuk menghadapi kemungkinan biaya tambahan membayar sepetak lahan huniannya ialah hal yang tak pernah terbayangkan selama 40 tahun dirinya tinggal di Bojong Koneng.
“Jelas keberatan dan enggak akan sanggup kalau skemanya sama. Lah kita aja buat makan sehari-hari udah susah ini ditambah lagi ada beban sewa,” tegas Ade.
Skema yang dimaksud Ade tersebut merupakan perjanjian penggunaan lahan yang saat ini sudah diterapkan Sentul City kepada seluruh restoran dan villa yang berada di atas lahan bekas HGU PTPN.
Hilmi, pemilik kedai Kopi Koneng tak jauh dari rumah Ade merupakan salah satu pihak yang sudah menjalin skema perjanjian tersebut. Kedai kopi yang baru berdiri sejak April 2021 diketahui sebagai salah satu pihak yang terkena somasi lantaran dinilai berdiri di atas lahan milik Sentul City.
Hilmi mulai menjalin kerja sama dengan PT Sentul City pada Agustus 2021. Dalam skema perjanjian penempatan lahan tersebut, terdapat dua opsi yang ditawarkan yaitu sewa lahan atau bagi hasil. “Mulai buka April kemarin, kemudian sempat dapat surat dan kami langsung urus. Karena saya sadar saya pendatang, dan PT Sentul City sebagai pemilik sah lahan ini. Syukurnya mereka juga terbuka bagi yang ingin mengikuti aturan.”
Hilmi menjelaskan kepada CNN Indonesia, pihak Sentul City hanya menyarankan peminjam lahan tidak mendirikan model bangunan permanen.
Pernyataan kuasa hukum Rocky Gerung
Advokat Haris Azhar menduga Surat Hak Guna Bangun (SHGB) yang dimiliki Sentul City atas tanah Rocky Gerung palsu. “Kalau HGB itu untuk memenuhi prosedur dengan cara yang bolong-bolong, yang salah, patut diduga kuat, bahwa HGB itu palsu,” ucap Haris kepada Tempo.co di Kabupaten Bogor pada Senin (13/9).
Menurut Haris, Rocky Gerung memiliki hak lewat Akta Jual Beli (AJB) dan Surat Tanah Garapan atas tanah di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Menurut catatan Tempo.co, merujuk pada hukum agraria yang berlaku di Indonesia, Rocky Gerung memiliki kekuatan hukum atas kepemilikan tanahnya. “Menguasai fisik, punya riwayat tanah, peralihan hak, dibelinya pakai apa atau hibah dari mana, jelas," tambah Haris.
Untuk itulah, Haris menegaskan pihaknya akan melakukan berbagai upaya hukum untuk melawan Sentul City, salah satunya dengan mendatangi Kementerian Agraria. “Makanya kita nggak ada urusan lagi sama Kabupaten Bogor. Urusan kita sama kantor Kementerian Agraria,” pungkas Haris.
Apa kata Sentul City?
Menurut laporan Tribun News, manajemen Sentul City menyebutkan Rocky Gerung mendapatkan tanah di Bojong Koneng Bogor yang kini menjadi rumahnya dari seorang narapidana kasus jual beli tanah perseroan dan pemalsuan surat Andi Junaedi.
“Bahwa RG mendapatkan tanah tersebut dengan cara oper alih garapan dari H Andi Junaedi (narapidana kasus jual beli tanah Sentul City dan pemalsuan surat),” tandas Direktur Sentul City Iwan Budiharsana, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip pada Selasa (14/09) dari Kompas TV.
Iwan menjelaskan, Andi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 310/Pid.B/2020/PN Cbi Tahun 2020.
Surat oper alih garapan Rocky Gerung ditandatangani oleh Kepala Desa yang saat itu menjabat yaitu Acep Supriatna alias Ucok. Dengan surat tersebut, Rocky kemudian membangun vila di atas tanah tersebut.
Di sisi lain, Sentul City mengaku mendapatkan tanah seluas 1.100 hektar itu dengan cara pelepasan dari Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XI Pasir Maung di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Madang, Kabupaten Bogor. Selanjutnya pada 1994, HGU tersebut beralih menjadi HGB Nomor 2 Bojong Koneng yang berlaku hingga 2013. Pada 2012, pemecahan dan perpanjangan HGB pun dilakukan, salah satunya HGB Nomor 2411 yang diklaim milik Rocky Gerung.
Sentul City mengklaim, HGB yang dimilikinya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. “Payung hukum tersebut yaitu Izin Prinsip dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor dan Surat Keputusan (SK) dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat tentang Persetujuan Izin Lokasi dan Pembebasan Tanah,” papar Head of Corporate Communication PT Sentul City Tbk David Rizar Nugroho, dilansir Kompas.com pada Selasa (14/9).
- Source : www.matamatapolitik.com