www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Mural Dihapus, Jokowi Lebih Takut Kritik daripada COVID-19

Penulis : Purnama Ayu Rizky | Editor : Anty | Rabu, 18 Agustus 2021 09:08

Sebagai lambang negara, Jokowi merasa dilecehkan. Padahal mengacu pada UUD 1945, yang dimaksud dengan lambang negara adalah Garuda Pancasila.

Ada beberapa titik mural yang bernada kritis ditujukan kepada pemerintahan Presiden Jokowi yang sengaja dihapus atau ditimpa dengan cat yang lebih gelap untuk menutupi kritik yang disampaikan melalui karya seni itu. Pemerintah dinilai oleh sejumlah pengamat, alergi kepada kritik yang dibungkus dengan cara-cara kreatif seperti mural. Tak tanggung-tanggung alerginya, pemerintah lewat kepolisian saat ini sedang ‘memburu’ sang pelukis mural ‘Jokowi 404: Not Found’ yang viral di internet. Sebab ada anggapan bahwa Presiden Jokowi sedang dilecehkan sebagai lambang negara.

"Tetap diadakan penyelidikan, untuk pengusutan gambar-gambar itu. (Pelaku) Masih dicari, tetap akan dicari," kata Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota, Kompol Abdul Rochim kepada CNN Indonesia.

"Kami ini sebagai aparat negara ngelihat sosok Presiden dibikin kayak begitu, itu kan pimpinan negara, lambang negara. Kalau untuk media kan beda lagi penampakan, pengertian penafsiran. Kalau kami, itu kan pimpinan, panglima tertinggi TNI-Polri," sambungnya.

Selain dianggap melecehkan lambang negara, mural tersebut dikatakan Faldo Maldini melalui cuitan Twitternya harus mengantongi izin dan dianggap sewenang-wenang melawan hukum, padahal mural di samping ‘Jokowi 404: Not Found’ tidak dihapus dan juga tidak jelas izinnya.

Menanggapi cuitan Faldo Maldini, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara membalas dengan memberikan pengertian bagaimana standar norma yang telah diatur oleh Komnas HAM.

“Mas, Komnas HAM sudah punya standar, norma dan pengaturan kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk ekspresi seni. Bisa diunduh dan dijadikan panduan kebijakan negara. Biar ukurannya bukan perasaan tersinggung atau tidak,” tulis Beka melalui Twitter pribadinya @Bakahapsara.

404 dalam mural tersebut sebenarnya berasal dari angka yang sering muncul di layar komputer atau tampilan peramban (browser) bila pencarian gagal menemui hasil, seperti yang dijelaskan oleh Ismail Fahmi Founder Drone Emprit kepada Detik.

Mural itu dapat diartikan bahwa tidak ada peran yang berarti datang dari Presiden Jokowi dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia.

Sebelum mural ‘Jokowi 404: Not Found’ viral dan dihapus, ada juga mural bertuliskan ‘Tuhan Aku Lapar!!” di Tangerang yang bernasib sama, viral dan berujung ditimpa menggunakan cat hitam.

Mural tersebut seolah menjadi media protes masyarakat di tengah penanganan yang buruk dari pemerintah di tengah pandemi virus corona. Dengan penerapan PPKM Level 4 yang menyebabkan banyak warga yang harus membatasi hingga menutup usahanya imbas aturan tersebut, tulis Tribunnow.

Ada juga mural di sebuah tembok rumah kosong di Pasuruan, Jawa Timur, yang juga mendadak dihapus setelah viral. Mural itu bertuliskan ‘Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit’.

Menanggapi banyaknya mural bernada kritik yang dihapus oleh aparat terkait, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun pada Hops.id mengatakan, setiap orang harus lihat secara paradigma antara kritik dan pujian itu memiliki bobot nilai yang sama.

“Jangan sampai pemerintah dipuji mau tapi dikritik enggak mau. Itu soal substansinya, kebebasan orang menyatakan pendapat lisan, dan tulisan,” kata Refly lagi.

Mural memang menjadi media alternatif untuk menyatakan pendapat melalui gambar-gambar visual dan tulisan yang memantik. Seperti yang dilakukan oleh seniman jalanan Gindring Waste, mengritik politikus yang dinilai lamban menangani COVID-19. Menyepelekan COVID di masa awal pandemi, hingga bantuan sosial yang malah dikorupsi, dilansir Suarajawatengah.id. 

 “Iya (mural) ini merespon COVID-19. Kejadian-kejadian janggal kan. Mungkin kejadian janggal itu karena kurang tas-tes. Jadinya masyarakat banyak yang ragu,” kata Gindring kepada Suarajawatengah.id. 

Karya mural Gindring berjudul “Brainwash’ merupakan bagian dari project seni Broken Pitch. Mengambil tema “The Myth of Pingit” proyek seni ini mendokumentasikan ekspresi seniman merespon situasi pandemic.

Dalam mural, tergambar karakter tengkorak, otak “Susilo” diangkat oleh tangan berjas hitam tanpa wajah. Disebelah gambar, Gindring menulis pesan: “We wash our hand and politicians wash our brain”.

“Kita disuruh cuci tangan, sambil politikus mencuci otak rakyat. Sejak awal kalau dibandingkan negara lain kan mereka tegas. Lockdown ya langsung sebulan setelah itu selesai. Kemarin dana bansos dikorupsi dan tidak jelas juga hukumannya,” kata Gindring pada media yang sama.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar