www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

Pria Muslim Sering Dituduh Paksa Hindu Mualaf, India Larang Nikah Beda Agama

Penulis : Aziza Larasati | Editor : Anty | Rabu, 21 Juli 2021 11:55

Setelah seorang perempuan, yang terlahir sebagai Hindu Sikh, menikah dengan seorang pria Muslim, orang tuanya menuduhnya melakukan penculikan. Sekarang, undang-undang baru di seluruh India berusaha untuk melarang semua pernikahan beda agama.

Manmeet Kour Bali harus membela pernikahannya di pengadilan.

Lahir sebagai seorang Sikh, Bali masuk Islam untuk menikah dengan seorang pria Muslim. Orang tuanya keberatan dengan pernikahan di luar komunitas mereka, dan mengajukan tuntutan terhadap suami barunya, lapor The New York Times.

Di pengadilan bulan lalu, dia bersaksi bahwa dia menikah karena cinta, bukan karena dia dipaksa, menurut salinan pernyataannya yang ditinjau oleh The New York Times. Beberapa hari kemudian, dia berakhir di ibu kota India, New Delhi, menikah dengan seorang pria Sikh.

Keragaman agama telah mendefinisikan India selama berabad-abad, diakui dan dilindungi dalam Konstitusi negara tersebut. Tapi pernikahan antaragama masih langka, tabu, dan semakin ilegal.

Serentetan undang-undang baru di seluruh India, di negara bagian yang diperintah oleh Partai Bharatiya Janata Party (BJP) Perdana Menteri Narendra Modi, berusaha untuk menghapus pernikahan antar-agama sama sekali.

Walau aturan itu berlaku secara luas, pendukung sayap kanan di partai menggambarkan undang-undang tersebut diperlukan untuk mengekang “jihad cinta”, gagasan bahwa pria Muslim menikahi perempuan dari agama lain untuk menyebarkan Islam. Para kritikus berpendapat, undang-undang semacam itu memicu sentimen anti-Muslim di bawah pemerintah yang mempromosikan agenda nasionalis Hindu.

Tahun lalu, anggota parlemen di negara bagian Uttar Pradesh, India utara, mengesahkan undang-undang yang membuat pindah agama melalui pernikahan sebagai pelanggaran yang dapat dihukum hingga 10 tahun penjara. Sejauh ini, 162 orang telah ditangkap di bawah undang-undang baru, meskipun hanya sedikit yang dihukum.

“Pemerintah mengambil keputusan bahwa kami akan mengambil tindakan keras untuk mengekang jihad cinta,” ujar Yogi Adityanath, seorang biksu Hindu dan pejabat tinggi terpilih Uttar Pradesh, sesaat sebelum Undang-undang Konversi Agama yang Melanggar Hukum di negara bagian itu disahkan, kepada The New York Times.

Empat negara bagian lainnya yang diperintah oleh BJP telah meloloskan atau memperkenalkan undang-undang serupa.

Muslim India berdoa di Ahmadabad, India, Senin, 27 April 2015. (Foto: AP/Ajit Solanki)

Di Kashmir, tempat Bali dan Bhat tinggal, anggota komunitas Sikh telah memperdebatkan keabsahan pernikahan mereka, menyebutnya “jihad cinta”. Mereka mendorong aturan anti-konversi serupa.

Walau para pendukung undang-undang semacam itu mengatakan bahwa undang-undang tersebut dimaksudkan untuk melindungi perempuan yang rentan dari pria pemangsa, para ahli mengatakan mereka menelanjangi perempuan dari hak-hak mereka.

“Ini adalah hak mendasar bahwa perempuan dapat menikah dengan pilihan mereka sendiri,” tegas Renu Mishra, seorang pengacara dan aktivis hak-hak perempuan di Lucknow, ibu kota negara bagian Uttar Pradesh, dikutip The New York Times.

“Secara umum pemerintah dan pejabat polisi memiliki pola pikir patriarki yang sama,” tambahnya. “Sebenarnya mereka tidak menerapkan undang-undang, mereka hanya menerapkan pola pikir mereka.”

Di seluruh negeri, kelompok-kelompok main hakim sendiri telah menciptakan jaringan luas informan lokal, yang memberi tahu polisi tentang rencana pernikahan beda agama.

Salah satu yang terbesar adalah Bajrang Dal, atau Brigade Hanuman, dewa kera Hindu. Kelompok tersebut telah mengajukan puluhan pengaduan polisi terhadap pelamar atau pengantin pria Muslim, menurut Rakesh Verma, seorang anggota di Lucknow.

“Akar penyebab penyakit ini sama di mana-mana,” tutur Verma. “Mereka ingin memikat perempuan Hindu dan kemudian mengubah agama mereka.”

Menanggapi bocoran, polisi di Uttar Pradesh menginterupsi upacara pernikahan pada Desember. Pasangan itu ditahan, dan dibebaskan pada hari berikutnya ketika keduanya membuktikan bahwa mereka adalah Muslim, menurut polisi daerah, yang menyalahkan “elemen antisosial” karena menyebarkan desas-desus palsu.

Sebuah studi Pew Research Center menemukan, kebanyakan orang India menentang siapa pun, terutama perempuan, yang menikah di luar agama mereka. Mayoritas pernikahan India (empat dari lima) dijodohkan.

Reaksi terhadap pernikahan beda agama begitu luas sehingga pada 2018, Mahkamah Agung India memerintahkan otoritas negara bagian untuk memberikan keamanan dan rumah aman bagi mereka yang menikah di luar kehendak komunitas mereka.

Dalam putusannya, pengadilan mengatakan, orang luar “tidak dapat menciptakan situasi di mana pasangan seperti itu ditempatkan di lingkungan yang tidak bersahabat.”

Hak konstitusional negara atas privasi juga telah ditafsirkan untuk melindungi pasangan dari tekanan, pelecehan, dan kekerasan dari keluarga dan komunitas agama.

Muhabit Khan (seorang Muslim) dan Reema Singh (seorang Hindu) merahasiakan hubungan pacaran mereka dari keluarga mereka, bertemu selama bertahun-tahun di gang-gang gelap, rumah-rumah yang ditinggalkan, dan kuburan yang sunyi. Singh mengatakan, ayahnya mengancam akan membakarnya hidup-hidup jika dia tinggal bersama Khan.

Pada 2019, mereka menikah dalam upacara kecil dengan empat tamu, berpikir bahwa keluarga mereka pada akhirnya akan menerima keputusan mereka. Keluarganya tidak pernah menerimanya, dan pasangan itu meninggalkan kota Bhopal di India tengah untuk memulai hidup baru bersama di kota baru.

“Kebencian telah menang atas cinta di India,” tutur Khan kepada The New York Times. “Dan sepertinya itu tidak akan segera hilang.”

Di Bhopal, ibu kota negara bagian Madhya Pradesh, pemerintah yang dipimpin BJP mengeluarkan undang-undang pada Maret yang meniru undang-undang Uttar Pradesh, memperketat hukuman untuk pindah agama melalui pernikahan dan membuat pembatalan lebih mudah diperoleh.

Pemerintah tidak “melarang untuk mencintai,” ucap menteri dalam negeri negara bagian itu, Narottam Mishra, “tetapi menentang jihad.”

Anggota komunitas Sikh Kashmir menggunakan pernikahan Bali dengan seorang pria Muslim, Shahid Nazir Bhat, untuk mendesak undang-undang serupa di Jammu dan Kashmir.

“Kami segera membutuhkan undang-undang yang melarang pernikahan beda agama di sini,” tegas Jagmohan Singh Raina, seorang aktivis Sikh yang berbasis di Srinagar. “Ini akan membantu menyelamatkan putri kami, baik Muslim maupun Sikh.”

Di sebuah masjid di Kashmir utara pada awal Juni, Bali (19 tahun) dan Bhat (29 tahun) melakukan akad nikah, pernikahan sesuai syariat Islam, sesuai dengan perjanjian pernikahan mereka yang diaktakan.

Setelah itu, Bali kembali ke rumah orang tuanya, di mana dia mengatakan bahwa dia berulang kali dipukuli karena hubungannya.

“Sekarang keluarga saya menyiksa saya. Jika sesuatu terjadi pada saya atau suami saya, saya akan bunuh diri,” ucapnya dalam video yang diposting ke media sosial.

Sehari setelah merekam video tersebut, Bali meninggalkan rumah dan bertemu kembali dengan Bhat.

Meskipun upacara keagamaan antara orang-orang dari kepercayaan yang sama (seperti Bhat dan Bali setelah jadi mualaf) diakui sah secara hukum, pasangan itu mengadakan upacara sipil dan mendapat surat nikah untuk memperkuat perlindungan hukum mereka.

Perjanjian pernikahan mencatat bahwa pernikahan “telah dilakukan oleh pihak-pihak, bertentangan dengan keinginan, kehendak, dan persetujuan dari orang tua masing-masing.”

“Seperti ribuan pasangan lain yang tidak memiliki keyakinan agama yang sama tetapi saling menghormati keyakinan satu sama lain, kami pikir kami akan menciptakan dunia kecil kami sendiri di mana cinta akan menang atas segalanya,” ucap Bhat. “Tetapi agama itu sendirilah yang menjadi alasan perpisahan kami.”

Ayah Bali mengajukan pengaduan polisi terhadap Bhat, menuduhnya menculik putrinya dan memaksanya untuk pindah agama.

Pada 24 Juni, pasangan itu menyerahkan diri ke polisi di Srinagar, di mana keduanya ditahan.

Di pengadilan, Bali merekam kesaksiannya di hadapan hakim pengadilan, membuktikan bahwa itu adalah keinginannya untuk masuk Islam dan menikahi Bhat, menurut pernyataannya. Di luar, orang tuanya dan puluhan pengunjuk rasa Sikh memprotes, menuntut agar dia dikembalikan kepada mereka.


Berita Lainnya :

Tidak jelas bagaimana pengadilan memutuskan. Hakim yudisial menolak permintaan transkrip atau wawancara. Orang tuanya menolak permintaan wawancara.

Sehari setelah sidang, Manjinder Singh Sirsa, kepala gurudwara Sikh terbesar di New Delhi, terbang ke Srinagar. Dia menjemput Bali, dengan orang tuanya, dan membantu mengatur pernikahannya dengan pria lain, seorang Sikh. Setelah upacara, Sirsa terbang bersama pasangan itu ke Delhi.

Bhat dibebaskan dari tahanan polisi empat hari setelah Bali berangkat ke Delhi.

Di rumahnya di Srinagar, dia melawan tuduhan penculikan. Dia mengatakan sedang mempersiapkan pertempuran hukum untuk memenangkannya kembali, tetapi dia khawatir ketidaksetujuan komunitas Sikh akan membuat perpisahan mereka permanen.

“Jika Bali kembali dan memberi tahu hakim bahwa dia senang dengan suami barunya, saya akan menerima nasib saya,” tuturnya kepada The New York Times.


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar