Erdo?an Ubah Kegagalan Misi Militer Turki Jadi Keuntungan Politik
Kematian 13 sandera yang ditahan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di wilayah Gara Kurdistan Irak terungkap setelah serangan udara Turki. Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an memanfaatkan insiden itu untuk membangkitkan semangat nasionalis dan meningkatkan tekanan pada partai-partai oposisi.
Segera setelah upaya penyelamatan sandera lintas batas yang gagal pada Februari 2021, Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an telah mengancam tindakan militer lebih lanjut terhadap pejuang Kurdi di luar negeri dan meningkatkan retorika terhadap lawan-lawan sekulernya di dalam negeri, Arab News melaporkan.
Serangan terbaru Erdo?an melawan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), kelompok bersenjata yang memperjuangkan hak politik dan budaya yang lebih besar untuk kaum Kurdi di Turki, dengan cepat berkembang menjadi tindakan keras baru terhadap partai politik Partai Demokrasi Rakyat (HDP) pro-Kurdi serta perang retorika dengan Amerika Serikat atas aliansi ad-hoc dengan afiliasi PKK Kurdi Suriah dalam perang melawan ISIS.
Semuanya dimulai pada 13 Februari, ketika Turki melancarkan serangan terhadap PKK di wilayah Gara di Kurdistan Irak. Setelah bentrokan, 13 warga Turki ditemukan tewas, kebanyakan dari mereka adalah petugas polisi dan tentara yang ditangkap PKK sejak 2015 dan 2016.
Turki mengatakan PKK mengeksekusi para sandera, tetapi kelompok itu menegaskan serangan udara Turki di kompleks gua selama operasi menyebabkan kematian mereka. Bahkan ketika banyak orang Turki meragukan versi pemerintah atas kejadian tersebut, badan keamanan menangkap lebih dari 700 orang, termasuk anggota HDP yang dituduh oleh Erdo?an sebagai “kaki tangan resmi teroris”.
Menggunakan logika politik yang sama, Erdo?an juga menuding Amerika Serikat mendukung terorisme. “Aliansi NATO macam apa ini? Mereka (Amerika) masih bekerja dengan teroris,” katanya pada 22 Februari. Erdo?an merujuk pada aliansi AS dengan kelompok Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dalam kampanye melawan ISIS di timur laut Suriah. Entitas politik terkemuka di timur laut Suriah adalah Partai Uni Demokrasi (PYD) Kurdi, yang didirikan sebagai cabang PKK di Suriah.
Banyak analis memandang kombinasi tindakan keras di dalam negeri dan kecaman terhadap AS sebagai upaya sinis Erdo?an untuk mengalihkan perhatian dari hasil penyelamatan sandera yang berdarah.
Perkembangan terbaru juga terjadi ketika orang-orang Turki terus mengalami kesulitan finansial, frustrasi pelajar meluas menjadi kekerasan, dan manajemen pandemi COVID-19 negara itu berada di peringkat ke-74 dari 98 oleh Indeks Kinerja COVID oleh Lowy Institute.
“Erdo?an dan pemerintah Turki tidak memandang operasi penyelamatan sandera sebagai kegagalan,” tutur Emily Hawthorne, analis senior Timur Tengah dan Afrika Utara di RANE, kepada Arab News. “Membangkitkan semangat patriotik dan tindakan keras terhadap HDP adalah taktik yang biasa digunakan oleh Erdo?an untuk menggalang dukungan basis pendukung nasionalisnya untuk operasi anti-PKK.”
Menurut Hawthorne, jarak yang bisa ditempuh Erdo?an dari krisis itu tidak terbatas. “Jika PKK benar-benar membunuh para sandera, itu akan membantu membangun dukungan di dalam negeri di Turki untuk lebih banyak operasi anti-PKK di luar negeri dan mungkin memperkuat kasus Ankara untuk lebih banyak kelonggaran dalam operasi Irak,” tegas Hawthorne. “Namun, itu tidak banyak membantu opini publik Irak yang negatif atas operasi tersebut.”
Bentrokan antara Turki dan PKK di bagian tenggara Turki yang mayoritas penduduknya Kurdi menurun tajam pada 2020, dibandingkan dengan tahun-tahun ketika konflik Turki-PKK (yang dimulai pada 1984) berkobar setelah runtuhnya gencatan senjata pada Juli 2015. Pertempuran kini sebagian besar terjadi di Kurdistan Irak.
Akhir-akhir ini, Erdo?an telah mengancam serangan lintas batas baru terhadap PKK di Irak, termasuk terhadap afiliasi Yazidi di daerah Sinjar. Pada Januari 2021, para pejabat Turki bertemu dengan pimpinan Pemerintah Daerah Regional Kurdistan (KRG) dan Irak, yang membahas antara lain upaya mengeluarkan PKK dari kawasan.
Namun, selain afiliasi PKK, menurut laporan Arab News, terdapat berbagai kelompok milisi Syiah Irak, banyak dari mereka didukung oleh Iran, yang hadir di Sinjar dan hampir pasti akan menentang operasi militer Turki di sana.
Dalam keadaan tersebut, Hawthorne meragukan Erdo?an dapat secara efektif menggalang dukungan atas kematian sandera Turki tersebut dari pemerintahan Presiden AS Joe Biden agar mendukung serangan berdarah lainnya terhadap PKK.
“Pemerintah Turki telah mencoba dan gagal selama bertahun-tahun untuk meminta dukungan pemerintah AS atas kekhawatirannya tentang PKK. Tidak mungkin AS akan menjadi lebih lunak terhadap Turki karena satu operasi yang sangat sulit dan mematikan dalam perjuangan selama puluhan tahun.”
Secara lebih umum, pemerintah Turki telah berulang kali memberikan peringatan operasi terhadap PKK. Namun, jika serangan baru ke Kurdistan Irak atau bahkan serangan baru ke Sinjar terjadi, Hawthorne mengantisipasi “semakin jauh ke selatan operasi, semakin rumit masalahnya dengan pemerintah Irak”.
Pandangan Hawthorne didukung oleh analis Kurdi Gunes Murat Tezcur, Ketua dan Profesor Jalal Talabani di University of Central Florida, yang percaya kegagalan operasi Gara tidak mungkin “memiliki pengaruh apa pun atas kebijakan pemerintahan Biden saat ini terhadap Turki, yang ditandai dengan perbedaan kepentingan di berbagai tingkatan”.
Mereka termasuk penolakan AS terhadap pengadaan rudal pertahanan udara S-400 Rusia oleh Turki dan penolakan Turki terhadap kerja sama Amerika dengan SDF di Suriah. Lebih lanjut, Tezcur mengatakan, ada fakta yang tak terbantahkan penyerbuan Gara gagal karena menyebabkan kematian semua sandera.
“Kontras dengan operasi penyelamatan yang sukses, seperti yang dilakukan oleh Israel di Bandara Entebbe di Uganda pada 1976, adalah instruktif dalam hal ini,” katanya kepada Arab News.
Tezcur menambahkan, salah satu hasil negatif dari serangan Gara adalah Erdo?an tidak akan dapat “mencetak poin politik apa pun di dalam negeri”.
Meski demikian, oposisi tidak dapat meminta pertanggungjawaban Erdo?an atas hilangnya nyawa orang Turki karena “kekuatan asimetri yang berlaku” di Turki, yang timbul dari dominasi pemerintahannya atas media dan melemahnya parlemen.
Para pengamat juga menyebutkan tindakan keras Erdo?an terhadap HDP adalah bagian dari strategi, yang dimainkan sejak 2015, untuk menjelekkan dan mengkriminalisasi kepemimpinannya dengan menyamakannya dengan PKK yang dilarang dan menyangkal otonominya sebagai partai politik.
“Strategi itu, yang mengalami pasang surut, sangat konsisten selama beberapa tahun terakhir,” tandas Tezcur. “Itu membuat MHP (Partai Gerakan Nasionalis), mitra junior dari koalisi penguasa, merasa puas dan bertujuan untuk menimbulkan perpecahan antara HDP dan partai oposisi Turki lainnya.”
Tezcur juga mencatat, HDP telah menjadi lebih dapat dikesampingkan pemerintah sejak militer dan pasukan keamanan Turki telah membangun pengaruh militer yang lebih kuat atas PKK beberapa tahun terakhir, setidaknya sebagian melalui perkembangan teknologi seperti penggunaan drone bersenjata canggih dan mematikan.
“Pemerintah merasa tidak lagi membutuhkan peran pembawa pesan/mediasi HDP mengingat, operasi militer yang tiada henti mereka yang secara signifikan membatasi ruang gerak PKK,” kata Tezcur.
Sementara meramalkan lebih banyak serangan Turki ke Kurdistan Irak yang ditujukan ke pangkalan PKK sepanjang tahun ini, Tezcur meragukan militer Turki akan membuka front baru dengan meluncurkan serangan darat yang belum pernah terjadi sebelumnya di Sinjar.
Setidaknya 3 faktor telah mengarahkan Tezcur pada kesimpulan ini, Arab News mencatat. Pertama dan terpenting adalah kehadiran militer Irak dan kelompok milisi Syiah di tanah air Yazidi.
Selanjutnya ada “kekhawatiran dan simpati internasional yang cukup besar” untuk Yazidi yang terkepung, yang menjadi sasaran kampanye genosida keji oleh ISIS pada 2014.
Akhirnya, jarak dari perbatasan akan membuat dukungan logistik untuk operasi darat jauh lebih sulit bagi tentara Turki.
Di antara pihak-pihak yang memandang penangkapan anggota HDP sebagai cara Erdo?an untuk mengalihkan kesalahan atas kegagalan serangan Gara adalah Mohammed Salih, analis urusan Kurdi dan kandidat doktor di Annenberg School for Communication di Universitas Pennsylvania.
Tindakan Erdo?an “mengungkapkan impunitas, di tingkat domestik dan internasional, yang membuatnya dapat berperilaku otoriter,” ujar Salih kepada Arab News.
“Pemimpin Turki pasti akan melanjutkan serangan militer ke Kurdistan Irak karena operasi asing sekarang menjadi cara yang pasti baginya untuk mengalihkan perhatian dari banyak masalah di dalam negeri.”
Mengenai pemerintahan Biden, Salih mengatakan “mereka telah menegaskan, dengan bungkamnya mereka atas penangkapan massal dan pelanggaran hak-hak Kurdi di Turki secara umum, hak asasi manusia dan demokrasi orang-orang Kurdi di Turki praktis tidak ada harganya”.
- Source : www.matamatapolitik.com