www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

PDB Indonesia Anjlok Parah, Pertama Kali Sejak 1998

Penulis : Anastacia Patricia | Editor : Anty | Kamis, 25 Februari 2021 13:20

Kontraksi ekonomi tahunan pertama Indonesia sejak krisis keuangan Asia 1998 mungkin memiliki dampak jangka panjang pada negara. Ini mendorong kembali upaya pemerintah untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah pada 2045, seorang pejabat tinggi pemerintah memperingatkan.

Produk domestik bruto (PDB) negara itu dikabarkan menyusut 2,07 persen tahun-ke-tahun tahun lalu karena pandemi COVID-19 menekan kegiatan sosial dan ekonomi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan awal bulan ini, dilansir dari Phnompenh Post.

Akibatnya, PDB per kapita negara – ukuran universal kemakmuran suatu negara – turun sekitar 3,7 persen menjadi 56,9 juta rupiah (US$3.911) tahun lalu dari 59,1 juta rupiah pada tahun sebelumnya.

“Dampak jangka panjangnya, jika kita terus turun seperti ini atau laju pertumbuhan ekonomi kita hanya tinggal lima persen, misalnya, akan sangat sulit keluar dari perangkap pendapatan menengah,” tutur Menteri Pembangunan Nasional Perencanaan Suharso Monoarfa dalam briefing virtual baru-baru ini.

Perangkap pendapatan menengah adalah istilah ekonomi pembangunan yang menggambarkan terjebaknya ekonomi dalam tingkat pendapatan menengah tanpa perkembangan berarti.

Indonesia sendiri baru saja merayakan tonggak perjalanan ke dalam kelompok negara berpenghasilan menengah ke atas dari status pendapatan menengah ke bawah sebelumnya. Pasalnya, pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita mencapai US$4.050 pada 2019, sedikit di atas ambang batas US$4.046 untuk kategori tersebut, seperti yang diumumkan Bank Dunia pada Juli.

Menghindari stagnasi pendapatan menengah ini sangat penting bagi negara-negara dengan kelompok usia kerja yang besar seperti Indonesia, di mana penduduk berusia antara 15 dan 64 tahun mencapai 70,72 persen dari populasi, menurut sensus BPS terbaru. Proporsi tersebut merupakan yang tertinggi sejak sensus sepuluh tahunan dimulai pada 1961.

Dalam pidato pengukuhannya pada tahun 2019, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengungkapkan ambisinya agar Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah pada 2045, dengan tujuan menjadikan negara tersebut sebagai negara maju dengan pendapatan tahunan sebesar 320 juta rupiah per kapita. Angka ini setara dengan pendapatan bulanan sebesar 27 juta rupiah per orang.

Namun, Sunarso mengingatkan, dengan pertumbuhan ekonomi saat ini di tengah pandemi, pemerintah mungkin tidak akan mencapai prestasi tersebut.

“Bahkan pada 2045, kita tidak dapat mencapai level di atas US$12.000. Kita mungkin masuk ke [kelompok] berpenghasilan menengah ke atas, tapi belum masuk ke [kelompok] berpenghasilan tinggi,” ujarnya.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan, Indonesia membutuhkan setidaknya enam persen pertumbuhan pendapatan per kapita per tahun untuk melewati ambang US$12.535. Proyeksinya untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi sebelum mencapai usia 100 tahun pada 2045.

Suharso menambahkan, pemerintah mengharapkan negara itu segera kembali ke kelompok pendapatan menengah ke atas jika pertumbuhan ekonomi mencapai antara 4,5 dan lima persen tahun ini dan di atas lima persen tahun depan.

Namun, para ekonom juga telah memperingatkan, krisis ekonomi akibat pandemi dapat memperdalam kesenjangan pendapatan, karena beberapa sektor dan kelompok pendapatan mungkin pulih lebih cepat daripada yang lain, sebuah fenomena yang digambarkan sebagai “pemulihan berbentuk huruf K”.

Penurunan pendapatan per orang, ukuran standar hidup yang umum, dikatakan lebih terlihat di kalangan warga berpenghasilan rendah daripada rekan-rekan mereka yang lebih kaya selama pandemi, menurut direktur eksekutif Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal.

“Jaraknya sangat lebar. Orang kaya tetap kuat dan tabungan mereka bahkan meningkat selama pandemi, sementara mereka yang berada di bawah melihat daya beli mereka turun karena pendapatan mereka menurun,” kata Faisal kepada The Jakarta Post dalam wawancara telepon.

Menurut data BPS, rasio gini yang mengukur ketimpangan berdasarkan pengeluaran, menunjukkan sedikit peningkatan menjadi 0,381 pada Maret tahun lalu dari 0,380 pada Maret 2019. Dengan asumsi makroekonomi saat ini, pemerintah bermaksud menurunkan rasio menjadi antara 0,377 dan 0,379 tahun ini.


Berita Lainnya :

Data PDB per kapita terbaru menunjukkan, pemerintah mungkin perlu menilai sasaran tahun 2045 dan kebijakan Corona, menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede.

Sementara stimulus pemerintah mungkin dapat meringankan dampak pandemi terhadap ekonomi, ketatnya ukuran COVID-19 negara memainkan peran kunci dalam memulihkan ekonomi, sehingga pertumbuhannya kembali ke wilayah positif, katanya.

“Pengeluaran dan stimulus pemerintah harus mencapai target yang tepat, sehingga dapat berdampak atau memulihkan konsumsi dan investasi swasta lebih cepat daripada di negara lain,” imbuhnya.

“Jika pemulihan berlangsung lebih cepat, kita masih bisa mengejar.”


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar