Tantangan Untuk Nadiem : Guru Intoleran Tidak Boleh Lagi Mengajar
Kasus intoleransi dan intimidasi guru di SMK Negeri 2 Padang belum berhenti menjadi perbincangan, kini berita mengejutkan datang dari Aceh. Seorang ASN, SB alias AF, ditangkap Densus 88 di Langsa, Aceh, karena dugaan kuat terlibat dalam kelompok teroris.
Penangkapan ASN di Aceh oleh Densus 88 tersebut, tentunya berdasarkan penyelidikan dan penangkapan terduga teroris sebelumnya yang telah tertangkap. Dimana ada tiga orang yang sebelumnya telah ditangkap.
Dalam penangkapan tersebut, Densus 88 menyita barang bukti 1kg pupuk kalium nitrat, 250 gram the organic stop active charcoal (bubuk arang aktif), dan 1 botol berisi 2.000 peluru gotri silver cosmos 6 mm.
Kasus di Padang dan Aceh, dalam sudut pandang hukum, tentu berbeda dari pengenaan pasal dan sanksi yang diberikan. Karena kasus di Aceh sudah masuk dalam kategori perencanaan atau tindakan yang membahayakan dan mengancam keselamatan fisik dan jiwa orang lain.
Sedangkan Kasus di Padang, adalah tindakan yang tidak mengarah atau mengancam keselamatan orang lain, sehingga untuk kasus di Padang, Kepolisian tidak dapat melakukan tindakan penangkapan.
Akan tetapi sebenarnya, dua kasus diatas sama-sama membahayakan dari sudut pandang keselamatan dan keutuhan negara. Apalagi dua kasus diatas sama-sama dilakukan oleh ASN. Bahkan kasus intoleransi dan intimidasi di Padang dilakukan bukan hanya oleh satu orang ASN, tetapi dilakukan secara berjamaah oleh kelompok satuan pendidikan.
Unsur pendidikan yang bersikap dan bertindak intoleransi tersebut, mempunyai bobot yang sama berbahayanya dari pelaku teroris. Sebab sikap tenaga pendidik seperti di Padang itu, dapat menumbuhkan ribuan bibit-bibit radikalisme yang diserap oleh anak didik mereka.
Hampir semua aktifitas radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, biasanya diawali dari sikap intoleransi. Artinya adalah sikap intoleransi yang dilakukan satuan pendidikan di SMKN 2 Padang, merupakan bibit dari kegiatan radikalisme dan terorisme. Dua hal itu, intoleransi dan radikalisme, bukan sebuah irisan sikap yang berbeda, tetapi keduanya saling menopang dan terkait satu sama lain.
Mahfud MD pernah mengutarakan ada tiga bentuk kelompok tingkatan radikalisme yang ada di Indonesia. Pertama kelompok intoleran, kedua kelompok yang melakukan aksi teror dan ketiga kelompok yang disusupkan ke dalam lembaga atau institusi di Indonesia.
Intoleransi dapat didefinisikan sebagai ketidaksediaan untuk memberikan hak kepada orang atau kelompok lain yang berbeda. Baik berbeda keyakinan, ideologi, maupun suku dan ras.
Sedangkan radikalisme merupakan keyakinan yang begitu tinggi terhadap suatu faham dan nilai, sehingga menutup diri terhadap faham dan nilai lain, diikuti dengan sikap menyalahkan faham dan nilai lain tersebut.
Radikalisme dapat juga dipahami sebagai intoleransi dalam bentuk yang lebih ekstrem, diikuti kecenderungan penggunaan kekerasan terhadap faham dan nilai dari orang atau kelompok lain.
Menimbang begitu berbahayanya para pendidik yang mengajarkan sikap dan tindakan intoleransi serta intimidasi, maka perlu tindakan nyata dari pemerintah untuk lebih tegas kepada oknum-oknum tenaga pendidik tersebut.
Langkah yang tidak konkret dari Kemendikbud mengenai tindakan tegas yang akan diambil terhadap oknum guru di SMKN 2 Padang, bukan cara penyelesaian yang akan menghentikan sikap dan tindakan intoleransi.
Pernyataan Mendikbud, Nadiem Makarim, hanya sebuah langkah klise dan upaya untuk sekedar memuaskan publik, hanya karena telah menjadi pusat perhatian masyarakat.
Perlu sebuah tindakan konkret bukan hanya sekedar peringatan. Tetapi alangkah adilnya bila oknum guru di SMKN 2 Padang, yang terbukti terlibat, tidak diperkenankan lagi mengajar. Tindakan yang tegas dan konkret tersebut diperlukan untuk menghambat virus radikalisme yang menyebar ke dunia pendidikan.
Tidak diperkenankan mengajar, bukan berarti dipecat. Solusinya dapat diperdayakan sebagai tenaga administrasi atau tata usaha atau pekerjaan lainnya di dunia pendidikan, yang tidak lagi bersentuhan dengan anak didik di ruang kelas.
Itu sebagai langkah awal dan tindakan antara untuk memberikan shock terapy. Selanjutnya, buat draf rancangan undang-undang untuk memberikan sanksi pemecatan sebagai ASN, jika masih ada oknum pendidik yang bersikap dan bertindak intoleran terhadap peserta didik.
Dengan begitu, virus-virus radikalisme di dunia pendidikan dapat segera diamputasi dan dimatikan.
Berani Mas Nadiem?
Referensi:
https://www.beritasatu.com/nasional/711617/radikalisme-dan-terorisme-diawali-sikap-intoleran
- Source : seword.com