www.zejournal.mobi
Selasa, 19 November 2024

Jangan Senang Dulu, Kebijakan Ekonomi Biden Bisa Bikin Sengsara

Penulis : Anastacia Patricia | Editor : Anty | Kamis, 21 Januari 2021 11:48

Tak perlu berekspektasi terlalu tinggi atas kemenangan Biden. Sebab, dalam beberapa hal kemenangan tersebut tak berdampak banyak bagi keuntungan ekonomi Indonesia.

Kendati beberapa pengamat memprediksi kemenangan Biden menjadi angin segar bagi ekonomi nasional, tapi Ekonom Senior Faisal Basri punay pendapat berseberangan. ia menilai kemenangan Biden tak akan lebih menguntungkan Indonesia. Pasalnya, Biden memiliki kebijakan fiskal yang berlawanan dengan Trump.

Faisal menyebut Partai Demokrat yang mengusung Biden, lebih ‘ribet’ dalam persyaratan bisnis bilateral. Menurut dia itu karena dalam menjalin hubungan bilateral, Demokrat kerap memasukkan isu kemanusiaan (human rights) dan energi terbarukan. Ini jauh berbeda dengan Trump yang tak memusingkan hal-hal tersebut dan cenderung menekankan keuntungan bisnis semata.

“Saya enggak suka jawabannya, kalau Trump (menang) lebih menguntungkan untuk Indonesia, ini dari pengalaman. Partai Republik kerjanya stimulus, cetak uang sehingga dolar AS merosot dan rupiah menguat tanpa usaha,” katanya, disitat dari CNN Indonesia.

Selain itu, yang membuat kemenangan Biden ‘merugikan’ RI, tutur Faisal, adalah kehati-hatian Demokrat dalam menahan defisit fiskal. Dalam praktik pembiayaannya, Biden sudah barang tentu bakal menaikkan pajak orang kaya yang berimbas positif bagi perekonomian Negeri Paman Sam. Sebaliknya, selama Trump menjabat empat tahun terakhir, pemerintahan AS cenderung menggelontorkan dana stimulus raksasa demi memastikan bisnis-bisnis besar dapat bertahan.

Masih ada alasan lain dalam hemat Faisal, yang membuat kemenangan Biden tak bermakna banyak untuk kita. Partai Republik yang mengusung Trump cenderung rajin mencetak uang untuk pembiayaan fiskal. Konsekuensinya, dolar AS melemah dibandingkan dengan mata uang dunia lainnya, termasuk rupiah. Ujung-ujungnya, pemerintah RI tak perlu kerja keras dalam upaya menjaga nilai tukar mata uang garuda. Kemenangan Biden membuat Faisal khawatir faktor-faktor eksternal yang selama ini menguntungkan RI kala Trump menjabat akan lenyap, tulis CNN Indonesia lagi.

Jika orang-orang menduga, tensi perang dagang AS-China yang dampaknya menyeret Indonesia bakal surut, siap-siap gigit jari. Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, tensi perang dagang justru akan meningkat. Perkiraan ini berdasarkan sikap Biden saat mengkritisi kebijakan Trump melalui perjanjian perdagangan fase satu antara US-Tiongkok.

“Bahwa kesepakatan phase one dengan Tiongkok tidak bisa meningkatkan industri atau produksi di dalam negeri. Perdagangan dengan Tiongkok akan terus meningkat. Dikatakan seperti cek kosong,” ujar dia pada Katadata.

Selanjutnya, ia memperkirakan Biden akan menggandeng sekutu AS untuk bersama-sama menerapkan perang dagang kepada Tiongkok.

Pun, Biden akan melanjutkan kebijakan restriktif terhadap ekonomi. Hal ini akan menjadi tantangan bagi perdagangan antara Indonesia dan AS. Sebagaimana diketahui, Biden konon segera menerapkan rencana Buy American. Konsekuensinya, ia akan meningkatkan kandungan lokal terhadap produk yang dijual di Amerika. Ini tak lain menjadi salah satu restriksi bagi produk dari luar Negeri Paman Sam untuk masuk.

Di sisi lain, pengadaan infrastruktur juga akan menggunakan produk AS dan produk yang diproduksi di dalam negeri. Tak hanya itu, AS juga akan melanjutkan program pemulihan ekonomi dengan mendukung pembelian barang domestik senilai US$ 400 miliar. Kebijakan Biden yang diperkirakan lebih memiliki preferensi terhadap perdagangan regional diperkirakan bakal berdampak pada Indonesia.

“Ruang kerja sama bilateral kedua negara akan lebih ketat,” ujar Andry pada sumber yang sama.

Sementara itu, I News menulis, efek negatif kemenangan Biden adalah ia merupakan sosok antitesis Trump khususnya dalam kebijakan lingkungan hidup. Dengan demikian, kebijakan pro terhadap energi terbarukan yang progresif contohnya, akan jadi hambatan krusial bagi ekspor produk komoditas energi berbasis fosil dan juga minyak kelapa sawit.

Diperkirakan hambatan non-tarif untuk memenuhi standar lingkungan akan diperketat. Produsen sawit dan migas di Indonesia harus bersiap-siap apabila ada safeguard lingkungan yang lebih ketat.

Bagaimana menurut anda?


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar