Dunia Charlie Hebdo ala Prancis vs Dunia Islam, Konflik Dua Budaya!
Akhirnya karikatur Charlie Hebdo memakan korban lagi...
Sudah bisa diprediksi sebelumnya peristiwa Samuel Paty, seorang guru warga Prancis yang tewas dipenggal gegara pamer karikatur nabi pasti ramai dijagad raya! Gelombang protes dan hujatan hingga hari ini tidak henti-henti berdatangan bak tsunami, terutama dari negara-negara yang mayoritas muslim...
Dimulai dari negara-negara timur tengah seperti Qatar, Arab Saudi, Kuait, Uni Emirat Arab, Turki, Malaysia, dan lain-lain, termasuk Indonesia juga ikut mengutuk aksi tersebut. Pernyataan Emmanuel Macron (Presiden Prancis) yang menyebut peristiwa tersebut sebagai “Terrorisme Islam” direspon sangat keras!
Bagi negara-negara mayoritas muslim pernyataan Macron itu seperti menyiram bensin pada bara api yang belum padam... dan wusss... jadilah kobaran api dalam sekejab!
Penulis melihat perkembangan yang terakhir, masih belum ada titik temu... Seperti ada “missing link”, karena tidak adanya “adaptor” yang bisa menjadi "jembatan" penyelesaian kasus tersebut. Terlihat antara Prancis (serta sekutunya) dan negara-negara Islam belum bisa saling memahami.
Ini ibarat kelompok ayam yang lagi ribut bertikai dengan kelompok bebek, terlihat saling menyalahkan, tapi sayang "bahasanya" berbeda... adat budaya, hingga sudut pandangnya juga sangat berbeda...
Macron (yang mewakili Perancis) sepertinya "gagal paham" dan tidak peduli, bahwa membicarakan lelucon berkarikatur nabi dalam Islam adalah suatu penghinaan besar, dan pasti memunculkan perlawanan keras!
Terbukti dalam waktu relatif singkat dunia Islam bersatu, mengutuk keras dengan gerakan boikot (atas seluruh produk Prancis). Emmanuel Macron dituntut segera meminta maaf... Tapi hingga tulisan ini diturunkan tidak ada tanda-tanda kearah sana, malah banyak negara-negara barat yang mendukung pernyataan si Macron ini… “Kami tidak akan menyerah, selamanya!” kata Macron dengan pedasnya!
Oya, jangan samakan Macron dengan Obama! Karena Macron tidak pernah merasakan menjadi kaum “minoritas” dinegara orang. Bila Macron adalah seorang Obama tentu tindakan dan ucapannya akan jauh berbeda (karena Obama kecil pernah merasakan "pahit-getir" menjadi minoritas...
Bagi Macron protes sesadis apapun termasuk satire/sarkasme sah-sah saja, asal tidak sampai melukai, apalagi sampai menghilangkan nyawa! Sedang sebagian besar warga muslim merasa penyataan keras Macron (yang menyatakan tindakan tersebut sebagai “terorisme Islam”) adalah pernyataan yang sangat merendahkan, menghina, dan layak mendapat pembalasan setimpal.
Lalu dimana letak “missing link” nya?… Sebenarnya sudah terlihat jelas ada perbedaan sudut pandang serta perbedaan budaya yang sangat mencolok! Hal ini sangat mendasar... Tanpa memahaminya mustahil akan terjadi pengertian dan penyelesaian antara masing-masing pihak.
Dalam hal ini penulis tidak sedang membela Prancis (ataupun pihak-pihak lainnya)… Tapi mari ditelaah kebelakang hal-hal apa yang mendasari cara berpikir Macron (yang mewakili Prancis dan dunia barat) saat mereka bersikap seperti itu...
Prancis adalah negara sekularis yang sangat identik dengan “Budaya Kebebasan” (Bebas berbicara, bebas beragama, bebas tidak beragama, bebas berekspresi, bebas mengkritik, protes dll)...
Laïcité merupakan identitas nasionalisme Prancis, dan ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari spirit pasca revolusi mereka, yaitu "Liberty, Equality, Fraternity" (Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan)...
Sejak era Renaissance merebak ke seluruh kontinen eropa, warga Prancis sudah terbiasa berpikir, berucap dan berekspresi secara bebas. Salah satu filsuf terkenal dari Prancis yaitu Rene Descartes, sangat mempengaruhi rakyat Prancis untuk berpikir bebas dan rasionalis. Quotenya yang terkenal adalah "Cogito Ergo Sum" ("Aku berpikir maka aku ada"), artinya gaya pemikiran humanis (yang sangat antroposentris) yaitu bebas rasionil, tanpa ikatan-ikatan apapun (termasuk agama) sudah sejak dulu mereka terapkan…
Atas kesadaran eksistensi hidup yang adalah "berfikir", maka mereka terbiasa bebas mempertanyakan segala sesuatu... Bebas mengkritik segala sesuatu, termasuk bebas mengkritik guru, pemimpin agama, pemerintah, kerajaan/raja, hingga mengkritik Tuhan pun sudah biasa mereka lakukan sejak dulu…
Budaya bebas itu semakin menjadi-jadi saat seorang anak muda brilian berusia belasan tahun bernama Jean Jacques Rousseau memprotes raja dengan sebuah tulisan berjudul "Social Contract"... akhirnya tulisan itu menimbulkan "kesadaran baru" ditengah masyarakat, mereka tidak mau lagi diikat dengan berbagai aturan-aturan apapun (tanpa mereka menyetujuinya terlebih dahulu)…
Akhirnya meledaklah "French Revolution" yang membuat raja Prancis Louis ke -16 dan ratu Marie Antoinette harus berakhir diatas guletin... Rakyat Prancis ingin kebebasan... dan mereka akhirnya mendapatkannya!
Singkat kata, akhirnya Prancis “mentas” (dewasa) menjadi negara kaya raya dan modern. Pada era Napoleon Bonaparte hingga sekarang Prancis adalah negara modern dan bebas! Budaya bebas berekspresi sudah merupakan gaya hidup mereka, termasuk bebas protes, mengkritik dan memparodikan segala sesuatu (termasuk memparodikan agama dan Tuhan).
Sebelum negara-negara lain (termasuk Inggris, Amerika) tahu cara berdemokrasi, Prancis sudah lebih dulu mempraktekannya, bahkan soal tata cara berbusana yang elegan, tata cara makan yang sopan, higienis dan berkelas mereka sudah terlebih dahulu mengerti… Percayalah mereka jagonya!
Bahkan Prancislah yang meletakan dasar-dasar "kebebasan" tersebut kepada negara-negara jajahannya (termasuk Amerika)... Ingat patung Liberty di Amerika? Itu hadiah dari pemerintah Prancis! Jadi mereka sangat mengerti bagaimana cara memuji, juga mengerti cara mengkritik, dan itu mereka lakukan dengan bebas, dari cara yang santun, satire hingga sarkasme...
Jangan ajarin orang Prancis cara bersopan-santun, mereka mengerti! Tapi ingat mereka punya budaya yang sangat berbeda dengan kita (budaya ketimuran)… Jadi apabila kita (sebagai bangsa asing) memaksakan orang Prancis harus “sama” (dengan cara kita) tentu akan sulit bagi mereka menerimanya...
Para warga pendatang yang sudah lama di Prancis pasti paham soal ini, kecuali para pendatang baru (terutama para imigran muslim)... Apalagi sebagian pendatang disana masih membawa “adat dan budaya agama” yang sangat ketat, kaku (uncompromised)… Itu menjadi masalah baru disana, sedang orang Prancis lokal terbiasa berpikir logis dan "to the point" (spontan) baik dalam berkata dan berekspresi… dan disitulah letak “Clash of Cultures” itu!
“Charlie Hebdo” adalah sebuah contoh perwujudan arti "kebebasan" itu... Charlie Hebdo adalah tabloid/koran yang sangat terkenal di Prancis. Carlie Hebdo bisa kita ambil sebagai perwakilan dari cara kebebasan mereka berekspresi…
Gambar dan tulisannya selalu tampil colorful, provokatif dan sangat vulgar (porno)! Jangankan Allah dan Nabinya orang Islam, Tuhan dan nabinya orang Yahudi, Kristen & Katholik juga tidak luput dari obyek sarkasmenya! Yesus, Bunda Maria, hingga Sri Paus sudah sering menjadi “bulan-bulanan” (olok-olokan) mereka… Padahal pemeluknya merupakan mayoritas disana...
Apakah ada pihak-pihak dari kaum Yahudi, Katholik dan Kristen yang marah? Tentu saja marah besar, itu wajar! Tapi hal itu biasa-biasa saja, artinya bukan suatu yang istimewa, apalagi sampai protes berlebihan yang berujung menghilangkan nyawa manusia...
Tentu budaya mereka sangat berbeda jauh dengan budaya dunia arab yang sangat kental dengan nuansa “tradisi agama” (sakral, ketat dan keras)… Artinya memparodikan agama (Allah dan nabiNya) nyawa taruhannya!
Hampir sama dengan budaya Nusantara yang juga sangat kuat "mistis religiusnya"... Apalagi dua dekade ini bangsa kita sedang "mabok agama" sehingga salah sedikit bicara agama bisa-bisa api menyambar rumah hingga golok menyambar leher.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua. Kalau mau jujur sebenarnya tidak perlu juga protes jauh-jauh ke Prancis… Karena “kasus serupa” didalam negeri juga sangat banyak! Biarlah lewat peristiwa ini Indonesia semakin mawas diri, berkaca dan menjadi dewasa… Jangan sampai "gajah didepan mata tidak terlihat, tapi semut diseberang samudra diurusi"...
Penutup, seperti pepatah mengatakan “Hati boleh panas, tapi kelapa muda harus tetap dingin” (percayalah air nikmat akan membuat hatimu adem)… Jadi tidak perlu sampai mengeluarkan semua isi lemarimu dengan emosional, lalu mensortir satu-persatu produk Louis Vuitton, Chanel, Hermes, Dior, Yves Saint Laurent, Lacoste, Pierre Cardin untuk dibuang dan dibakar… Tentu itu tidak akan menyelesaikan masalah!
Ingat, barang branded Prancis tidak ada yang murah! (KW-nya pun mahal), daripada dibuang atau dibakar mending dijual aja semua lalu bagikan ke fakir miskin... Tapi jika dirasa itu belum cukup, maka bersumpahlah mulai saat ini tidak lagi membeli / memakai semua produk berbau Prancis, selamanya!… Berani??
Salam Indonesiaku...
Referensi:
- Source : seword.com