www.zejournal.mobi
Rabu, 20 November 2024

Jokowi Hardik Menterinya, New Normal Dianggap Kerja Normal, Padahal?

Penulis : Rinto Simorangkir | Editor : Anty | Senin, 29 Juni 2020 09:20

Para pembantu Jokowi boleh dibilang tarkaget-kaget saat mendengarkan pidato Presiden sekitar seminggu lalu. Nada yang tak biasa serta pandangan yang tak biasa saat melihat para pembantu-pembantunya itu duduk bersamanya, duduk di hadapannya. Mungkin dalam hatinya Jokowi, “ini orang kok santai benar kerjanya. Rapat yah tinggal rapat, datang yah tinggal datang dan siapkan seluruh presentase laporan seluruh anak buah”.

Kerja biasa, dan tidak ada gregetnya dari para pembantunya itu membuat dirinya boleh dibilang sangat kesal dan gregetan. Tentu dalam ilmu kepemimpinan orang-orang seperti ini menjadi batu sandungan bagi seorang pemimpin. Tak ada terobosan, tak ada ide, tak ada gagasan, untuk bisa mengatasi seluruh persoalan yang muncul.

Apalagi di tengah-tengah pandemi covid 19 yang sangat menekan banyak pihak, bukan hanya pemerintah, tapi seluruh masyarakat dunia juga merasakannya. Masak kerjanya para pejabat ini masih biasa-biasa?

Kemarahan Jokowi yang sengaja dipublikasikan ke publik yang semula konten rapatnya tertutup, tentu menjadi sebuah hentakan kemarahan seorang pemimpin kepada seluruh jajaran yang ada di bawahnya. Mau sampai kapan irama-irama kerja yang seperti ini terus berlangsung? Mau sampai kapan para pembantunya ini menikmati kenyamanan? Sementara 260 juta warga Indonesia seperti yang dibilang Bapak Jokowi menjadi pertaruhan akibat kerja biasa, kerja santai dan tak ada terobosannya dari para menterinya ini?

Padahal sudah sejak dulu, Jokowi selalu mengingatkan para pembantunya ini untuk kerja cepat, untuk kerja tuntas. Bahkan di awal-awal pelantikan Beliau di depan sidang MPR tahun lalu, Jokowi jelas menyatakan bahwa tak cukup program tersebut hanya berstatus sent saja tapi harus benar-benar delivered alias sampai dan betul-betul dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Itu tentu dalam kondisi biasa-biasa saja. Tapi semenjak ada covid 19 yang telah membuat Indonesia bahkan seluruh dunia hampir collaps atau runtuh ekonominya, maka permintaan Jokowi seharusnya sudah naik levelnya ke tingkat delivered fasting atau prosesnya eksekusinya harus cepat dan tidak boleh berlambat-lambat. Sebab jika berlambat-lambat, lagi-lagi nyawa 260 juta jiwa warga Indonesia boleh dibilang menuju kebinasaan.

Hampir sebagian besar kinerja pembantunya ini sangat lamban sekali. Mulai dari Kemensos, yang untuk urusan pencairan BLT maupun seluruh paket bantuannya lainnya, seperti sembako, bayangkan sampai sebulan kemudian baru berjalan dengan baik. Terkendala dengan yang namanya data-data yang belum valid.

Kementerian Kesehatan yang paling telak mendapatkan perhatian Jokowi, bahkan dijadikan contoh oleh beliau saat sedang melakukan rapat koordinasi tersebut. Dari dana yang dimiliki oleh Kementerian tersebut sebanyak Rp.75 triliun, masak baru Rp.1 triliun lebih yang baru tersalurkan.

Tentu masih banyak evaluasi-evaluasi dari para pembantunya ini yang sudah masuk di depan meja Jokowi. Tinggal mungkin apakah akan direshuffel atau diganti, apakah lembaga kementeriannya di lebur atau tidak? Dan banyak opsi-opsi yang tentu sudah dipegang oleh Jokowi. Peringatan Jokowi yang sudah dibuka ke publik tentu bukan sembarangan peringatan. Dan dalam waktu dekat kemungkinkan pencopotan akan segera terjadi.

Tapi coba kita flashback kembali, apa yang menjadi penyebab para menteri-menterinya terkesan lamban dan tak ada terobosan? Tentu faktor utama yang mungkin penulis lihat, ada pada kebijakan, “New Normal” atau kebiasaan baru. Konsep new normal yang diambil oleh Bapak Jokowi tersebut telah membuat para pembantunya ini, merasa sudah dan sedang melewati fase-fase krisis yang ditimbulkan oleh covid 19.


Berita Lainnya :

Mulai beraktivitas seperti biasa, mulai melakukan rutinitas seperti biasa, tinggal mungkin kerja-kerjanya di kantor memasang jarak, pakai masker dan belum boleh salaman. Padahal kebijakan-kebijakan cepat dan berdampak besar bagi masyarakat, itu yang seharusnya dimodifikasi dan dibuatkan programnya. Sebab percuma hanya duduk di kursi empuk padahal punya power untuk menolong ratusan juta warga Indonesia. Mengawasi kerja-kerja lewat virtual atau daring, sementara eksekusi satu program saja, loading atau prosesnya telah membuat tidur banyak orang sangking leletnya.

Status memang sent, delivered-nya oke tapi nunggu sebulan lagi baru kelar. Apa gak teriak-teriak dulu masyarakat baru kerjanya cepat? Jadi wahai Bapak-Bapak atau Ibu-Ibu Menteri kalau tidak bisa mimpin mendingan mundur saja dari pada harus mengorbankan ratusan jiwa di bangsa ini! New normal itu bukan membuat Anda terlena untuk menikmati nyamannya hidup dan mengklaim bahwa semua akan baik-baik saja. Yang penting tinggal menunggu waktu saja, semua pasti akan berlalu. Itu kah di pikiranmu sekarang?


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar