Benarkah Rezim Trump Sengaja Mencari Konfrontasi Dengan Iran? (Bagian 1)
Sejak Iran mengakhiri generasi kediktatoran fasis yang dianut CIA di tahun 1979, AS terus berusaha untuk bisa berperang dengan Iran bagaimanapun caranya.
Pada masa pemerintahan Donald Trump, AS kerap melakukan hal yang belum pernah dilakukan para pemimpin pendahulunya. Trump berani mengambil resiko agar AS bisa berkonfrontasi dengan Iran baik secara disengaja ataupun tidak.
Meskipun perang antara AS dan Iran nampak mustahil lantaran IRGC ( militer Iran) memiliki kemampuan yang bisa memporak-porandakan pangkalan regional Pentagon dan Israel jika diserang, namun tidak menutup kemungkinan perang antar kedua negara masih bisa pecah seandainya AS berhasil menggerakkan negara bawahan dan sekutunya untuk membantu melawan Iran.
Sementara itu, terlepas dari serangkaian sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS, sampai hari ini Iran masih bisa bertahan dikarenakan hubungan diplomatik dengan Rusia, China dan sejumlah negara lainnya masih terjalin dengan baik.
Negara-negara sahabat inilah yang membantu Iran agar kegiatan ekspornya tetap berjalan.
Pada pekan lalu misalnya, Press TV melaporkan untuk Iran sukses mengekspor sejumlah produk senilai USD 60 miliar sejak Trump memperketat sanksi ekonomi Iran di tahun 2018.
Selain itu, menurut menteri perdagangan Iran, meski Trump memilih keluar secara sepihak dari JCPOA, Iran tetap bisa mengirim 135 juta metrik ton produk non-minyak mentah ke negara lainnya.
Beberapa tahun berlalu sejak Trump menarik diri dari JCPO hingga hari ini, alih-alih terpuruk ekspor besi spons Iran justru meningkat hingga 86%.
Iran yang tadinya menggantungkan aktvitas ekonominya pada ekspor minyak bumi, perlahan mampu mengembangkan pasar ekspornya dengan mengeskpor barang lainnya seperti petrokimia, logam, bahan baku, makanan dan berbagai produk lainnya.
Pada bulan Januari, Iran memprediksi ekspor baja tahunannya yang mencapai 10 juta ton mampu menghasulkan pendapatan hingga USD 5 miliar.
Sementara pada hari Minggu, dari data yang dimiliki Iran menunjukkan ekspor baja Iran meningkat lebih dari 25% terhitung sejak tahun lalu sampai tanggal 19 Maret lalu. Sedangkan sampai akhir Maret 2020, Iran diketahui sukses mengekspor produk non-minyak senilai USD 32 miliar.
Sehubungan dengan hal ini, wakil menteri industri Iran, Hossein Modares Khiabani, menyebut segala pencapaian ini layaknya “keajaiban” di tengah situasi ekonomi negara yang kian sulit usai penjatuhan sanksi oleh AS.
Pada awal bulan April, kepala Kamar Dagang Bersama Iran-Irak Yahya Al Eshaq, mengatakan dalam beberapa tahun ke depan Iran berencana untuk mengekspor sejumlah produk senilai USD 20 miliar ke Irak yang merupakan pasar kedua terbesar Iran setelah China.
Perlu diketahui, Irak kerap menggantungkan pasokan makanan, gas alam, bahan listrik dan konstruksi pada Iran, sedangkan China dikenal sebagai importer terbesar minyak Iran.
Sampai sini, bisa kita simpulkan kemampuan Iran bertahan dalam menghadapi kebijakan “tekanan maskimum” Trump merupakan buah dari kecerdikannya dan hubungan kerja sama yang selama ini terjalin baik dengan sejumlah negara lainnya.
Fakta bahwa selama lebih dari 40 tahun, para pemimpin Iran berhasil mempertahankan (kedaulatan) negaranya dari segala upaya yang dilakukan AS untuk menundukkan negara tersebut (termasuk berbagai upaya terbaru yang dilakukan rezim Trump), patut kita acungi jempol.
Lanjut ke bagian 2
- Source : www.globalresearch.ca