www.zejournal.mobi
Rabu, 20 November 2024

Corona Membongkar Wajah Sesungguhnya Para Menteri dan Partai

Penulis : Alifurrahman | Editor : Indie | Rabu, 15 April 2020 12:06

Wabah Corona ini setidaknya menyadarkan saya tentang pentingnya sebuah partai politik, guna menyampaikan pesan dan memberikan penegasan tentang program atau usulan yang bisa dikerjakan.

Jadi sekitar tanggal 18 Maret 2020 lalu, salah seorang dokter bertanya pada saya, gimana caranya berkomunikasi dengan Presiden? saya jawab, buat surat saja. Nanti coba saya sampaikan.

Inti dari surat tersebut adalah usulan penanganan terhadap pasien Covid19. Karena sebelumnya saya juga sudah membaca aneka referensi yang diberikan, maka saya pun memberanikan diri untuk mengirimkannya melalui beberapa staf dan pejabat yang saya kenal. Ada juga yang setingkat menteri, ada yang menteri. Dari mana saya tau nomer-nomer mereka? grup WA peninggalan jaman Pilpres.

Karena menurut saya ini darurat, masalah nyawa, maka saya tak pilih-pilih. Pokoknya semua yang ada dalam kontak, saya kirimi. Harapannya, dalam sehari sudah dapat jawaban. Apalagi kali ini menggunakan surat resmi, saya tidak sekedar berbagi informasi.

Namun nyatanya, sehari, dua hari, sampai dua minggu, surat tersebut tak pernah ada kabarnya lagi. Dan nampaknya belum sampai ke Presiden karena tak satupun orang yang saya kirimi surat, membalas dengan jelas apakah surat sudah disampaikan atau belum.

Saya bingung. Tapi semua pertanyaan tersebut saya simpan sendiri dulu. Mengingat misi ini belum sepenuhnya selesai sampai hari ini. Nanti kalau sudah selesai, saya akan cerita lebih detail. Mungkin juga menyebut nama-nama menteri atau pejabat yang sudah menerima surat tersebut tapi tidak menyampaikannya ke Presiden. Mungkin lho ya…

Lalu apa tujuan saya menceritakan ini? karena setelah dua minggu tak ada kabar, akhirnya saya mencoba jalan terakhir. Lewat orang partai. Tapi ini statusnya udah ga berharap lagi. Maksudnya, kalau direspon alhamdulillah. Ga direspon, ya wajar. Sebab sebelumnya sudah banyak orang yang saya kontak namun semua nampak tidak berkenan menyampaikan.

Dan ajaibnya, seketika surat tersebut sampai di tujuan, malam itu pula saya dihubungi dan meminta kontak sang dokter. Besoknya diajak conference untuk membahas idenya tersebut.

Wow! Terus terang saya agak kaget. Sekaligus menyesal, kenapa ga dari tanggal 18 Maret itu saya kirim surat ke beliau. Tapi ya sudah, intinya sampai hari ini proses terus berjalan. Saya sarankan ke tim dokter untuk menahan diri dari wawancara, terserah dari media manapun. Supaya semua fokus pada percepatan penanganan.

Selama beberapa minggu mempelajari pola komunikasi yang terjadi lintas pejabat, saya akhirnya paham bahwa informasi yang masuk ke Presiden begitu ketat. Semua orang serba takut bicara atau menyampaikan. Bisa karena tak yakin dengan info yang diterimanya, bisa juga karena takut salah info dan kehilangan posisinya. Jadi daripada terancam salah, lebih baik mendiamkan saja.

Maka kalau hari ini tiba-tiba ada relawan yang ngamuk-ngamuk ke Presiden, hampir pasti karena mereka merasa tak bisa lagi didengar oleh pembantu Presiden. Setidaknya itu yang saya rasakan dalam beberapa minggu terakhir.

Bedanya, saya ga ngamuk-ngamuk. Saya paham bahwa situasi ini tidak normal. Jadi saya jalani saja beberapa persoalan baru di lapangan. Sementara diam dengan segala data dan info yang sudah didapatkan. Karena saya berpikir sebaiknya kita fokus pada penyembuhan.

Dan entah ini anugerah atau musibah, belakangan saya sadar ternyata yang mengalami ‘sumbatan jalur komunikasi’ itu ga cuma saya. Itulah yang saya lihat di Demokrat dan PSI.

SBY meski sudah mundur dari ketua umum Demokrat, tapi suaranya tetap merepresentasikan partai biru tersebut. Begitu juga PSI, yang dua hari lalu menulis surat terbuka kepada pemerintah.


Berita Lainnya :

Dua partai beda usia ini terlihat sudah kewalahan. Sebagai sebuah partai politik, posisinya sangat lemah sekali. Tak mampu berkomunikasi dengan Presiden. Sampai menempuh jalur media dan bicara terbuka di publik. Tak ada bedanya dengan aktifis, supir taksi atau tukang ojek online yang belakangan banyak bikin video keluhan pada Presiden. Mohon maaf kalau saya terlalu jujur mengatakan ini. Sebab kalau mereka punya jalur komunikasi yang bagus, tak perlu sampai menulis surat terbuka atau curhat terbuka. Iya kan?

Wabah corona ini benar-benar mengajarkan saya tentang dinamika politik di jajaran elite. Ada staf, menteri dan setingkat menteri yang tak berani merespon. Ada partai yang begitu cepat sekali mengirim surat tersebut ke Presiden. Tapi ada juga partai yang gagal berkomunikasi sehingga harus menulis di media sosial.

Tapi sekali lagi, karena misi ini belum selesai, maka biarlah segala kejadian di lapangan saya simpan dulu. Saya janji saat ini selesai, saya akan cerita.


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar