Alih-Alih Bawa Perdamaian, Rencana Perdamaian Trump Diyakini Hanya Ciptakan Perang Di Timur Tengah
“Kesepakatan Abad Ini” alias rencana perdamaian buatan Presiden AS Donald Trump menjelma layaknya rencana pendudukan wilayah yang tidak hanya mengabaikan kepentingan seluruh rakyat Palestina, namun juga keputusan PBB, ujar para analis pada kantor berita RT.
Para ahli berpendapat rencana perdamaian yang disebut Trump “sangat menguntungkan” baik Israel dan Palestina tak lebih dari sekedar manifestasi keegoisan AS.
Rencana ini seakan menunjukkan jika AS yakin pihaknya bisa menangani isu politik internasional sensitif seorang diri. Padahal, isu semacam ini biasanya akan diselesaikan di bawah naungan yurisdiksi PBB, seperti halnya kisruh status Yerusalem.
“Terkait penetapan status Yerusalem, sangat jelas bahwa isi rencana perdamaiannya mirip seperti peraturan di abad kekaisaran ke-19 yang justru menciptakan kebuntuan di Timur Tengah sampai saat ini dan memicu bangkitnya terorisme,” ujar Afshin Rattansi, pembawa acara Going Underground, kantor berita RT.
Sementara tamunya, mantan duta besar Inggris untuk Otoritas Palestina, Sir Richard Dalton mengatakan, keputusan sepihak Trump terkait status Yerusalem tak lain merupakan pelanggaran de facto terhadap resolusi darurat PBB tahun 2017 dan bahkan bisa dipandang sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap Konvensi Keempat Jenewa.
Kendati demikian, pemerintahan Trump masih merasa kalau pihaknya berhak menentang seluruh norma internasional yang ada secara sepihak, terlebih lagi sejak mereka mendukung pendudukan ilegal Israel secara terang-terangan, sang diplomat menambahkan.
Rencana perdamaian buatan AS mustahil membawa perdamaian ke Timur Tengah, apalagi AS lebih memikirkan cara untuk menyenangkan hati sekutunya, Israel, ketimbang memberikan solusi murni yang bisa menyelesaikan konflik berabad-abad ini.
Rakyat Palestine justru disuguhi kesepakatan yang dibuat secara eksklusif antara AS dan Israel dan sama sekali tidak memikirkan kepentingan mereka, ujar diplomat AS Jim Jatras, yang menyebut kesepakatannya lebih terlihat seperti ultimatum dibanding “rencana perdamaian”.
“Seperti sebelum-sebelumnya, endingnya akan menjadi “take it or leave it”,” Jatras mengatakan. “Itulah kira-kira yang akan ditawarkan AS dan Israel, dan jika Anda menolaknya, mereka justru akan merenggut (hak Anda) lebih banyak lagi. Itulah kenapa Trump sempat mengatakan kalau rencana perdamaian ini merupakan ‘kesempatan terakhir’ Palestina.”
“Pilihannya antara mereka (AS-Israel) mengesahkan kesepakatan yang ditawarkan pada Palestina atau Palestina justru tidak dapat keuntungan sama sekali.”
Inilah mengapa rencana perdamaian ini tidak diusulkan dari awal, ujar mantan petugas Pentagon Michael Maloof.
“Kalau Anda ingin membuat sebuah kesepakatan, Anda perlu melibatkan kedua belah pihak dalam proses pembuatannya. Tapi sekarang, saya tidak melihat Palestina dilibatkan dalam proses pembuatannya,” ujar Maloof pada kantor berita RT.
Jatras meyakini memaksa Palestina untuk menandatangani kesepakatannya bukanlah tujuan dari diciptakannya kesepakatan yang ujung-ujungnya memberikan peluang bagi Israel untuk merebut lebih banyak wilayah Palestina di Tepi Barat, seperti Jordan Valley, atas seizin AS.
“Saya rasa hal ini akan segera terjadi. Trump mengatakan bahwa AS nantinya akan mengakui seluruh wilayah pendudukan Israel layaknya wilayah Dataran Tinggi Golan yang direbut Israel dari Suriah,” tambahnya.
Perilisan rencana perdamaian ini tak lain merupakan “aksi teater politik terbaru” Trump yang telah sukses membingungkan sekaligus memanipulasi rakyat Amerika dan sekarang Trump mencopa menerapkan trik yang sama kepada rakyat Palestina, komedian Amerika, Lee Camp, mengatakan pada kantor berita RT.
“Selama berpuluh-puluh tahun, Trump telah berbohong, mengingkari dan mencuri, dan ‘Solusi Dua Negara’ buatannya juga sama saja. Trump dan Netanyahu bergabung dengan miliarder ultra-Zionis Sheldon Adelson dan banyak tokoh lainnya yang selama ini menciptakan berbagai kejahatan perang yang tak ada habisnya,” ujar Camp.
“Rakyat Palestina tidak menjadi bagian dalam proses pembuatan rencana perdamaian ini. Mereka diminta untuk menyerahkan sisa-sisa hak dan kedaulatannya.”
Dan pada akhirnya, alih-alih membawa perdamaian, “kesepatan abad ini” alias “rencana perdamaian” buatan Trump hanya akan menciptakan perang di Timur Tengah.
Rakyat Palestina sendiri telah menentang kesepakatan ini dan segala macam upaya yang dilakukan untuk membuat Palestina menandatangani kesepakatannya, hanya akan mendapat perlawanan yang lebih besar, yang berpotensi membuat konflik lebih keruh.
“Rakyat Palestina sudah lebih dulu mengancam akan menggelar intifada baru,” Maloof mengatakan. “Kesepakatan ini hanya akan menciptakan serangkaian kekerasan baru di wilayah Timur Tengah.”
- Source : www.rt.com