Sejak Kapan Pegawai Bisa Milih Bos? Nggak Mau, Ya Resign!
Saya tahu sudah sangat banyak tulisan tentang Ahok dan soal kabar-kabur dia akan ditempatkan di BUMN. Ada yang bilang di Pertamina lah, ada yang bilang di Inalum, ada juga yang bilang di PLN. Clue sementara BUMN yang bergerak di energi. Ada yang bilang bakal jadi Direktur Utama, ada yang bilang komisaris. Entah mana yang benar, mungkin kurang dari dua minggu lagi kita baru tahu.
Tapi kegemparan yang terjadi sungguh luar biasa. Seolah Senin ini Ahok sudah efektif bekerja. Padahal ya menurut saya selama belum diangkat secara resmi, ya anggaplah itu masih rumor. Bahasanya kakak pembina, sebelum bibir gelas menyentuh bibir maka apapun bisa terjadi. Lah sudah menyentuh bibir saja banyak hal bisa terjadi, misalnya minumannya disemburkan atau batal diteguk.
Kabar yang viral, ada ketua serikat pekerja sebuah BUMN yang sudah mondar-mandir menyerukan aksi penolakan. Buat saya ini konyol. Sungguh konyol.
Bagaimana nggak konyol, sejak kapan sih seorang karyawan itu bisa menentukan bosnya seenak jidat? Kecuali anda ini masih apply ke beberapa perusahaan, diterima di 2-3 perusahaan, kemudian Anda harus memilih. Nah mungkin di fase itu Anda masih bisa memilih Bos. Mengulik informasi dari yang sudah jadi employee, mana Bos yang paling 'enak'.
Tapi kalau di tengah jalan bekerja? Ya nggak bisa dong. Pergantian pimpinan itu seperti keniscayaan karena karier orang akan terus bergerak dinamis. Pun politik kantor serta strategi perusahaan sangat memungkinkan orang akan punya atasan baru baik dari orang lama maupun pindahan dari luar, atau bahkan Anda yang naik jabatan jadi Bos!
Nah, apa iya di posisi kita sudah bekerja begitu bisa seenak jidat menentukan "saya nggak mau punya Bos dia" dengan alasan yang merupakan sentimen pribadi dan bukan hal yang menyangkut profesionalitas? Ya nggak bisa.
Saya tahu buat para pembenci Ahok ini senjata pamungkasnya adalah status mantan narapidana. Kalau mau pakai gerakan anti punya Bos keturunan Cina dan kafir, takutnya se-Indonesia angka pengangguran bakal naik drastis. Meski yang saya tahu juga banyak munafikun yang koar-koar anti aseng dan anti kafir tapi kerjanya juga di perusahaan milik keturunan dan non-Muslim. Kadal hipokrit seperti ini banyak.
Masalahnya apakah status mantan napi Ahok ini ada hubungannya dengan profesionalitas dia atau tidak? Semua juga tahu Ahok itu korban politik SARA Pilkada DKI Jakarta 2017. Semua juga tahu kasus yang menimpa Ahok yakni penistaan agama ini perkara yang sangat subyektif dan selama ini yang condong jadi korban ditersangkakan adalah minoritas.
Balik lagi ke soal nggak bisa milih Bos, ya kalau misalnya Ahok beneran ditempatkan di BUMN seperti Pertamina atau PLN ya itu haknya Erick Thohir selaku Menteri BUMN. Pegawai BUMN yang dipimpin Ahok ya mau nggak mau harus terima. Mau senang atau tidak kan tuntutannya mereka harus kerja profesional. Kalau nggak suka ya resign saja, cari kerjaan lain. Kalau masih butuh hidup dari sana ya sudah betah-betahkan diri dan bertindaklah yang profesional bekerja sesuai job descriptionnya. Apa sih susahnya bersikap seperti itu?
Bisa ngeri karena benci, ngeri karena takut ketidakbecusannya bekerja diketahui Bos baru, ngeri diajak disiplin, ngeri dimarahin, atau ngeri-ngeri lainnya sehingga belum-belum mereka sudah Ahokphobia.
- Source : seword.com