Kesaksian Mahasiswa di ILC tak Jauh Beda dengan Saksi Pilpres di MK
Masyarakat se-Indonesia pasti banyak yang melihat kesaksian kubu BPN dalam gugatan pilpres di MK. Saksi-saksi yang dihadirkan tak ada satupun yang bisa membuktikan kecurangan yang dilakukan paslon 01. Mulai dari tuduhan DPT fiktif, KK siluman, dan lainnya hanya berpatok pada situng KPU. Padahal situng bukan alat perhitungan resmi melainkan hasil perhitungan manual berjenjang yang disaksikan kedua pihak yang ikut pemilu.
Telak kesaksian para saksi dibantah habis Hakim MK sebelum dilempar ke KPU dan kubu TKN, kejadian ini persis dengan kesaksian mahasiswa di ILC mengenai RKUHP, mereka dikuliti oleh Karni Ilyas sendiri.
Dalam acara ILC tadi malam dengan tajuk "Kontroversi RKUHP", sangat jelas kalau masahasiswa yang dihadirkan tak paham RKUHP. Selain tak ada yang memiliki background hukum, mereka tak paham asal-usul kenapa ada perubahan KHUP dan isi dari undang-undang yang lama.
Dilansir dari tribunnews.com dengan judul "Dengar Jawaban Ketua BEM UI soal RKUHP di ILC, Karni Ilyas Tanya: Kalian Sudah Pelajari Belum?". Presenter Karni Ilyas menanyakan kepada perwakilan mahasiswa yang meminta pembatalan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Diketahui puluhan ribu mahasiswa yang terdiri dari berbagai universitas di sejumlah kota melakukan aksi demonstrasi di DPR RI dan DPRD kota, pada Selasa (24/9/2019).
Dikutip TribunWow.com, perwakilan dari mahasiswa itu lantas didatangkan menjadi narasumber program Indonesia Lawyers Club (ILC), yang diunggah di saluran YouTubeIndonesia Lawyers Club, Selasa (24/9/2019).
Yakni Presiden Mahasiswa Trisakti Dinno Ardiansyah, Ketua BEM UGM Fatur, dan Ketua BEM UI Manik Margamahendra.
Mulanya, Manik menuturkan bahwa ada banyak diskriminasi kepada rakyat dalam RKUHP tersebut.
Ia menjelaskan pada yang pertama berkaitan dengan RKUHP yang tidak melindungi perempuan.
"Yang pertama, justru tidak melindungi perempuan. Yang tidak menggunakan perspektif korban," ujar Manik.
Dirinya menilai bahwa korban pemerkosaan itu seharusnya jangan dipidanakan.
"Korban pemerkosaan yang justru semakin dipidanakan, yang justru semakin memberatkan mereka," ungkapnya.
Kemudian juga berkaitan dengan poin RKUHP di mana wanita tak boleh berkeliaran di malam hari.
"Kemudian katakanlah perempuan yang pulang tengah malam karena harus bekerja dan lain-lain karena dituding gelandangan. Sehingga akhirnya dipidana atau didenda berapa juta," paparnya.
Selain itu, terkait denda untuk para gelandangan yang bukannya dibina oleh negara.
"Kami permasalahkan adalah gelandangan yang justru bukan dibina tapi malah dipidanakan negara. Kami justru semakin mempertanyakan yang justru membuat rakyat miskin adalah produk kebijakan yang dibuat oleh elite politik," tegasnya.
Sedangkan ia juga melihat bahwa isi RKUHP melihatkan adanya neokolonialisme, pengecaman terhadap demokrasi.
"Katakanlah tadi netizen atau pers juga bisa dipidanakan karena ada permasalahan penghinaan terhadap presiden yang kami tidak tahu parameternya penghinaan itu sendiri. Beda jelas jika kami mengkritik yang tujuan akhirnya untuk memperbaiki," sebutnya.
Karni Ilyas lantas menanyakan kepada ketiga perwakilan mahasiswa tersebut.
"Yang jurusan hukum siapa?," tanya Karni Ilyas.
"Enggak ada, tapi kita sama-sama belajar," ungkap Manik.
Karni Ilyas lantas bertanya apakah mereka telah mempelajari RKUHP yang terbaru dan KUHP yang lama.
"Tapi sudah pelajari RUU tersebut dan RUU yang lama kaya apa? Karena banyak sekali yang kita protes hari ini di KUHP yang lama juga ada seperti pengemis," tuturnya.
"Tadi manik juga nyinggung-nyinggung diskriminasi perempuan. Pasal yang mana?," tanyanya kepada Manik.
Manik lantas menyebutkan jika dirinya sepakat jika KUHP dilakukan revisi.
"Kami sama-sama sepakat bahwa KUHP direvisi tapi tidak yang saat ini. Dan masalah diskriminatif tadi kami melihat ya contohnya tentang perempuan pulang malam, karena bermasalah pekerjaan karena dipidanakan karena dianggap gelandangan," paparnya.
"Terus ada korban pemerkosaan yang justru dipidanakan dengan aborsi itu, ini yang kami khawatirkan," kata Manik menambahkan.
Karni Ilyas lantas bertanya kembali di bagian mana RUU menyebut korban pemerkosa bisa dipidanakan.
"Sejak kapan korban pemerkosan bisa dipidanakan di RUU itu?," tanya Karni Ilyas.
"Ya tadi saya bilang yang aborsi itu," jawab Manik.
"Aborsi itu dikecualikan lho, perempuan korban perkosaan. Isinya boleh," sanggah Karni Ilyas.
"Betul, makanya kami ingin RKUHP ini dibuka kembali daftar investarisnya kemudian dibicarakan kembali dengan masayarakat terdampak. Itu poin yang kami minta," jelas Manik kembali.
Karni Ilyas lantas menuturkan jika di ILC pernah didatangkan para DPR dan dikritik untuk bekerja.
"Soalnya begini DPR ini, di ruangan ini kita pernah kritik 5 tahun (DPR) enggak bikin apa-apa. Dan sekarang mereka kepingin menyelesaikan tugasnya di akhir masa jabatan," papar Karni Ilyas.
"Terus yang kedua usia KUHP sudah 100 tahun, 3 generasi. Dan di Belanda sendiri KUHP sudah diperbaharui berapa kali. Yang aslinya dari Belanda memang tidak selaras dengan KUHP Belanda yang baru juga RUU ini. Tapi saya kira harusnya Fakultas Hukum kasih masukan juga," sebut Karni Ilyas.
Perkataan Karni Ilyas lantas dijawab oleh Fatur, bahwa dalam mengkritik RKUHP, telah dipelajari dari berbagai aspek mahasiswa, termasuk dari Fakultas Hukum.
"Menambahkan bahwa apa yang disampaikan dari pihak mahasiswa, merupakan kajian yang telah dibicarakan dari masing-masing fakultas termasuk dari hukum," pungkas Fatur.
Mengenai aborsi yang diperbolehkan sudah saya singgung di artikel lainnya berjudul "Saat Keterangan Prof Edy Membantah Narasi Liar Putri Gus Dur Terkait RKUHP". Isinya perempuan korban perkosaan diberi pengecualian boleh melakukan aborsi karena dilindungi undang-undang departemen kesehatan.
Mengenai gelandangan, kita semua tahu kebanyakan para pengemis di jalan raya kadang bukan benar-benar orang miskin. Alias mereka memang sengaja mencari nafkah dengan jalan menjadi gelandangan dan mengemis, bahkan penghasilan rata-rata dari mengemis bisa mencapai ratusan hingga jutaan rupiah. Makanya dalam undang-undang diatur sanksi uang. Karena mereka sebenarny kaya dari hasil mengemis.
Sebenarnya ada pasal bermasalah mengenai hukum adat yang diatur negara, ini malah tidak dipermasalahkan mahasiswa. Aneh sekali kalau mereka mengatakan sudah diskusi dengan fakultas hukum tapi tak mengerti hukum dan undang-undang.
Jokowi sendiri menunda RKUHP untuk bisa mendengar masukan dari masyarakat dan aktivis. Bukan hanya penundaan saja tapi ada pembahasan lebih lanjut. Termasuk meminta pasal penghinaan presiden agar tak disalahgunakan. Semoga mahasiswa kita bisa lebih cerdas kedepannya dan lebih menggunakan otak ketimbang otot dalam menyalurkan aspirasinya. Terutama soal UU KPK yang disahkan, hanya jalan konstitusi yang bisa membatalkan.
Referensi:
- Source : seword.com